Tampilkan postingan dengan label RUSIA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label RUSIA. Tampilkan semua postingan

Rabu, 24 April 2019

Kim Jong Un akan bertemu Putin di Rusia


Kim Jong Un akan bertemu Putin di Rusia
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengadakan pertemuan militer di Pyongyang, Korea Utara, dalam foto yang disiarkan Rabu (27/3/2019) oleh Pusat Agensi Berita Korea Utara (KCNA). ANTARA FOTO/KCNA/via REUTERS/cfo



Moskow-Seoul (CB) - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin akan bertemu pada Kamis (25/2) di kota pelabuhan Pasifik milik Rusia, Vladivostok, untuk membahas kebuntuan internasional soal program nuklir Pyongyang, kata seorang pejabat Kremlin.

Kunjungan Kim merupakan bagian untuk membangun dukungan internasional, kata para pengamat, setelah kegagalan pertemuan puncak Amerika Serikat dan Korea Utara di Vietnam pada Februari berarti tidak ada kelonggaran sanksi bagi Korea Utara. 

Perincian pertemuan tersebut dibenarkan oleh Yuri Ushakov, pejabat kebijakan luar negeri di kantor kepresidenan Rusia, Kremlin.

Pokok bahasan utama dalam pertemuan adalah usaha internasional untuk mengakhiri kebuntuan masalah program nuklir Korea Utara, kata Ushakov kepada wartawan.

"Dalam beberapa bulan terakhir, situasi di sekitar semenanjung dalam keadaan stabil, berkat upaya Korea Utara untuk menghentikan uji coba roket-roket dan penghentian percobaan nuklirnya," kata Ushakov.

"Rusia ingin membantu dalam segala cara yang mungkin untuk meletakkan kecenderungan yang positif."

Kantor berita Korea Utara (KCNA) pada Selasa mengatakan bahwa kunjungan tersebut akan segera dilaksanakan tetapi ia tidak memberi perincian lebih lanjut.

Ajudan Kim, Kim Chang Son, berada di Vladivostok pada Minggu, menurut kantor berita Korea Selatan Yonhap.

Selama bertahun-tahun Rusia sudah terlibat untuk membujuk Korea Utara agar menghentikan program nuklirnya. Negara ini bergabung dalam perundingan enam pihak bersama kedua Korea, Jepang, Amerika Serikat dan China, yang paling akhir dilaksanakan pada 2009.

NK News, suatu kelompok yang mengikuti perkembangan Korea Utara, memperlihatkan foto-foto di laman mereka pada Senin (22/4) mengenai persiapan di Universitas Timur Jauh Federal di Vladivostok, yang kemungkinan akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak. Para petugas sedang memasang bendera-bendera kedua negara.

Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengatakan memahami agenda yang meliputi hubungan Korea Utara dan Rusia, perlucutan senjata nuklir dan kerja sama regional.

"Rusia memiliki pandangan yang sama dengan kita, seperti tentang penyelesaian denuklirisasi di Semenanjung Korea dan menetapkan kesepakatan damai," kata juru bicara Kemlu Korsel Kim In-chul di Seoul. 

"Saya berharap pertemuan puncak ini akan memberikan pengaruh baik," tambahnya.

Setelah kegagalan dalam pertemuan di Hanoi dengan Presiden Donald Trump, Kim kemungkinan ingin membuktikan bahwa ia masih diperhitungkan oleh para pemimpin dunia dan masih punya banyak pilihan, kata seorang profesor Far Eastern Federal University.

Kim tidak mau terlihat terlalu tergantung pada Washington, Beijing dan Seoul, kata profesor tersebut. 

"Bagi Rusia, pertemuan puncak Kim-Putin akan menegaskan kedudukan Moskow sebagai pemain penting di Semenanjung Korea. Pertemuan ini penting bagi nama baik internasional Rusia."



Credit  antaranews.com



Selasa, 23 April 2019

Pesawat Mata-mata Rusia Terbang di Langit Amerika Serikat


Pesawat Mata-mata Rusia Terbang di Langit Amerika Serikat
Pesawat TU-214ON Rusia yang akan terbang di atas wilayah AS, Senin (22/4/2019). Foto/Sputnik/Maksim Blinov

MOSKOW - Sekelompok pengamat militer Rusia dijadwalkan melakukan penerbangan observasi di atas wilayah Amerika Serikat (AS) pada Senin (22/4/2019) hingga Sabtu (27/4/2019). Pesawat mata-mata yang akan terbang di langit Amerika adalah TU-214ON.

Misi observasi pesawat mata-mata Moskow ini berdasarkan Treaty of Open Skies, sebuah perjanjian internasional yang ditekan Rusia dengan sejumlah negara NATO.

Jadwal penerbangan observasi TU-214ON di atas wilayah Amerika Serikat dilaporkan surat kabar resmi Angkatan Bersenjata Rusia, Krasnaya Zvezda, pada hari Senin yang dilansir Sputnik

Informasi itu mengutip Kepala Pusat Nasional Kementerian Pertahanan Rusia untuk Pengurangan Ancaman Nuklir, Sergei Ryzhkov.

Pesawat mata-mata Moskow akan terbang dari Rosecrans Memorial Airport di negara bagian Missouri, AS. Jarak penerbangan maksimum akan mencapai 4.800 kilometer (2.982 mil).

Rute penerbangan telah dikoordinasikan dengan pihak Amerika Serikat. Para ahli AS juga akan berada di pesawat Rusia untuk mengontrol penggunaan peralatan observasi dan kepatuhan terhadap ketentuan perjanjian Open Skies. 




Credit  sindonews.com



Kamis, 18 April 2019

Rusia Rampungkan Pengiriman Su-35 ke China, Selanjutnya Indonesia



Rusia Rampungkan Pengiriman Su-35 ke China, Selanjutnya Indonesia
Pesawat jet tempur Su-35 Rusia. Foto/Marina Lystseva/TASS


MOSKOW - Rusia telah menyelesaikan pengiriman 24 jet tempur Sukhoi Su-35 generasi 4++ pesanan China. Setelah pesanan Beijing dirampungkan, Moskow bersiap untuk memasok 11 unit pesanan Indonesia yang rencananya dimulai tahun ini.

Layanan Federal Rusia untuk Kerja Sama Militer dan Teknis kepada kantor berita TASS mengatakan kontrak untuk China sudah diselesaikan.

"Sesuai dengan kontrak, semua pesawat Su-35 telah dikirim ke pelanggan asing," kata Layanan Federal tersebut, Selasa (16/4/2019).

China menjadi pembeli asing pertama pesawat jet tempur Su-35 Rusia. Kontrak bernilai sekitar USD2,5 miliar untuk pengiriman 24 jet tempur ke China ditandatangani pada 2015. Kontrak itu juga menetapkan pengiriman peralatan dan mesin cadangan.

Sementara itu, Indonesia menjadi pembeli asing kedua jet tempur Su-35 Rusia. Pada awal 2018 Rusia telah menandatangani kontrak dengan Indonesia untuk pengiriman 11 unit jet tempur tersebut.

Di bawah kontrak, Rusia akan mengirimkan jet tempur pertama ke Indonesia pada tahun ini. Pemenuhan kontrak Indonesia menghadapi beberapa kesulitan terkait sanksi Amerika Serikat (AS), tetapi sumber TASS dari kalangan militer dan diplomatik mengatakan kesulitan-kesulitan tersebut "tidak kritis" dan tidak boleh memengaruhi pengiriman jet tempur.

Jet tempur supersonik Su-35S generasi 4++ melakukan penerbangan debutnya pada 19 Februari 2008. Jet tempur ini adalah turunan dari pesawat Su-27.

Su-35S berbobot 19 ton dan dapat melesat dengan kecepatan maksimum 2.500 km/jam. Pesawat ini memiliki awak satu pilot. Persenjataan untuk jet tempur tersebut termasuk senapan pesawat 30mm, hingga 8 ton muatan senjata—yang mencakup misil dan bom dari berbagai jenis—pada 12 titik bawah sayap. Su-35 telah beroperasi dengan militer Rusia sejak 2015. 




Credit  sindonews.com






Ukraina Tangkap 8 Pasukan Intelijen Rusia


Ukraina Tangkap 8 Pasukan Intelijen Rusia
Vasyl Hrytsak, kepala SBU atau Layanan Keamanan Ukraina, saat konferensi pers di Kiev, Rabu (17/4/2019). Foto/REUTERS

KIEV - Layanan keamanan Ukraina, SBU, mengatakan telah menangkap delapan personel pasukan intelijen Rusia yang bertanggung jawab atas percobaan pembunuhan mata-mata militer Ukraina. Menurut SBU, rencana pembunuhan itu akan dijalankan saat pemilihan presiden pada hari Minggu.

Masalah yang berkaitan dengan Rusia, termasuk aneksasi Crimea pada tahun 2014 dan mendukung separatis pro-Rusia di Ukraina timur, menjadi isu menonjol menjelang pemungutan suara pemilihan presiden Ukraina. Kandidat presiden petahana, Petro Poroshenko, telah memainkan peran dirinya sebagai panglima Ukraina yang perlu mempertahankan negara itu.

Vasyl Hrytsak, kepala SBU (Security Service of Ukraine), mengatakan pada konferensi pers di Kiev bahwa tujuh anggota intelijen Rusia telah ditahan dan didakwa dan orang kedelapan telah baru ditahan Rabu pagi.

Jaksa penuntut militer Ukraina, Anatoly Matios, mengatakan dua dari delapan anggota intelijen Moskow adalah warga negara Rusia. Dia menggambarkan para anggota intelijen itu sebagai staf badan intelijen militer Rusia, GRU. Sedangkan enam persone lainnya adalah warga Ukraina.

Pihak GRU belum bersedia berkomentar atas klaim Ukraina tersebut.

SBU telah melaporkan sebelumnya bahwa mereka menangkap kelompok-kelompok yang dimiliki oleh agen khusus Rusia.

"Mereka yang ditahan terlibat dalam percobaan pembunuhan terhadap seorang karyawan dari dinas intelijen Kementerian Pertahanan Ukraina di Kiev pada bulan April," kata Matios, seperti dikutip Reuters, Kamis (18/4/2019). Menurutnya, kelompok itu telah menanam sebuah bom di bawah mobil karyawan yang meledak sebelum waktunya. Salah satu pelaku terluka parah.

SBU merilis video dari insiden yang sama, yang menunjukkan seorang lelaki meletakkan bom di bawah mobil sebelum ledakan besar terjadi. Video itu memperlihatkan seorang pria terbaring di ranjang rumah sakit dengan bagian lengan kanannya hilang dan mengatakan bahwa dia orang Rusia dan lahir di Moskow. 





Credit  sindonews.com



Selasa, 16 April 2019

Beli S-400 Rusia, India Berharap Tak Disanksi AS


Beli S-400 Rusia, India Berharap Tak Disanksi AS
Menteri Pertahanan India, Nirmala Sitharaman berharap India tidak akan dikenai sanksi oleh Amerika Serikat karena telah membeli sistem pertahanan udara S-400. Foto/Istimewa

NEW DELHI - Menteri Pertahanan India, Nirmala Sitharaman berharap India tidak akan dikenai sanksi oleh Amerika Serikat (AS), karena telah membeli sistem pertahanan udara S-400. India dan Rusia meneken rencana pembelian S-400 pada Oktober tahun lalu.

“Dalam kasus S-400 kami telah menjelaskan diri kami dengan baik. Itu telah didengar dan dipahami. Mereka menghargai sudut pandang yang diajukan,” katanya dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Sputnik pada Senin (15/4).

Sitharaman juga menekankan perlunya kedua pihak menyelesaikan perbedaan bilateral. "Upaya kami adalah bahwa perbedaan-perbedaan ini, tidak dapat dibiarkan menjadi sengketa," sambungnya.

Pernyataan itu muncul setelah Asisten Menteri Pertahanan AS untuk Urusan Keamanan Indo-Pasifik, Randall Schriver mengatakan bahwa Washington ingin "menyelesaikan" masalah yang muncul dari perjanjian S-400 India dengan Rusia.

"AS sangat ingin melihat India membuat pilihan alternatif untuk S-400 dan kami bekerja sama dengan mereka untuk memberikan alternatif potensial," unkap Schriver.

Sesaat sebelum New Delhi dan Moskow menandatangani perjanjian S-400, Kementerian Luar Negeri AS sendiri telah memperingatkan bahwa peningkatan India untuk sistem persenjataannya termasuk sistem pertahanan udara dan rudal S-400 akan menjadi fokus khusus bagi undang-undang "Countering America's Adversaries Through Sanctions Act" (CAATSA).

Undang-undang ini secara khusus memberi Washington hak untuk menjatuhkan sanksi ekonomi kepada negara mana pun jika memutuskan untuk membeli peralatan militer Rusia, seperti sistem pertahanan udara S-400. 




Credit  sindonews.com



Cegah Pengaruh Rusia dan China di Venezuela, AS Kembangkan Opsi Militer


Cegah Pengaruh Rusia dan China di Venezuela, AS Kembangkan Opsi Militer
Gedung Departemen Pertahanan AS yang kerap disebut Pentagon. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Pentagon sedang mengembangkan opsi militer baru untuk Venezuela guna menghalangi pengaruh Rusia, Kuba dan China dalam rezim Presiden Nicolas Maduro. Hal itu diungkapkan oleh seorang pejabat pertahanan Amerika Serikat (AS).

Opsi pencegahan sedang diperintahkan menyusul pertemuan Gedung Putih minggu lalu di mana penasihat keamanan nasional John Bolton mengatakan kepada penjabat Sekretaris Pertahanan Patrick Shanahan untuk mengembangkan gagasan tentang krisis Venezuela.

Pejabat pertahanan AS itu sangat menekankan bahwa pekerjaan awal sedang dilakukan oleh Staf Gabungan Pentagon, yang melakukan perencanaan untuk operasi militer masa depan bersama dengan Komando Selatan, yang mengawasi setiap keterlibatan militer AS di belahan bumi selatan.

Meskipun Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo baru-baru ini mengatakan bahwa semua opsi terkait Venezuela tetap di atas meja, beberapa pejabat Pentagon terus mengatakan tidak ada keinginan di Departemen Pertahanan untuk menggunakan kekuatan militer AS melawan rezim Venezuela guna mencoba memaksanya lengser dari kekuasaan.

Sementara Presiden AS Donald Trump telah meminta Maduro untuk lengser dan mengatakan Rusia harus keluar dari Venezuela, tidak ada indikasi ia ingin pasukan AS untuk melakukan aksi militer besar di sana.

Sebaliknya, opsi pencegahan dapat mencakup latihan angkatan laut AS di wilayah terdekat untuk menekankan bantuan kemanusiaan dan lebih banyak interaksi militer dengan negara-negara tetangga. Idenya adalah untuk menantang gagasan Rusia, Kuba atau China bahwa mereka dapat memiliki akses yang tidak tertandingi ke wilayah tersebut.

"Pekerjaan perencanaan pendahuluan yang dilakukan pada beberapa titik akan diteruskan ke Shanahan, yang pada gilirannya kemudian akan memberikan gagasan kepada Gedung Putih," kata pejabat itu seperti dilansir dari CNN, Selasa (16/4/2019).

AS menyerukan Maduro untuk mundur pada Februari lalu, ketika Presiden Majelis Nasional Juan Guaido menyatakan dirinya sebagai presiden sementara dengan alasan bahwa Pemilu 2018 telah dicurangi. Sejak itu, ketegangan meningkat ketika pejabat senior AS mengulangi seruan mereka agar militer meninggalkan Maduro, sementara Maduro menyalahkan AS atas masalah Venezuela.

Dalam pidatonya untuk memperingati 17 tahun kudeta yang gagal terhadap almarhum Presiden Venezuela Hugo Chavez pada hari Sabtu, Maduro meminta semua warga Venezuela yang ingin terlibat dan mempertahankan tanah air mereka untuk mendaftar dan berlatih dengan militer untuk mencapai tujuan baru dari 3 juta anggota.

Maduro mengingatkan bahwa tahun lalu ia menetapkan tujuan 2 juta anggota militer

"Kami telah menyelesaikan misi kami," ujarnya, menyerukan satu juta anggota tambahan untuk bergabung dan mempertahankan wilayah dan perbatasan.

Maduro mengatakan dia akan memiliki total 3 juta atau lebih pasukan militer pada Desember 2019.

Sementara Pompeo, berbicara di Paraguay pada 13 April, menegaskan kembali bahwa semua opsi tetap di atas meja untuk Venezuela.

"Kami menyimpan semua opsi di atas meja karena itu sangat penting, karena kami tidak tahu bagaimana prosesnya," katanya. 




Credit  sindonews.com




Senin, 15 April 2019

Krisis Komunikasi AS dan Rusia Berpotensi Menjadi Perang Nuklir


Krisis Komunikasi AS dan Rusia Berpotensi Menjadi Perang Nuklir
Seorang personel militer Rusia berjalan di dekat sejumlah peralatan perang Moskow. Foto/REUTERS/File Photo

WASHINGTON - Sejumlah pejabat militer, politisi dan pakar Amerika Serikat (AS) mengatakan krisis komunikasi antara Moskow dan Washington berpotensi berubah menjadi perang nuklir. Salah satu pejabat militer Washington merasa perlu untuk berkomunikasi yang lebih baik dengan militer Moskow.

"Selama Perang Dingin, kami memahami sinyal satu sama lain. Kami berbicara," kata Jenderal Angkatan Darat AS Curtis Scaparrotti, yang merupakan demisioner Komandan Tertinggi Sekutu NATO Eropa. "Saya khawatir kita juga tidak mengenal mereka hari ini."

Menurut Scaparrotti, komunikasi yang jauh lebih intensif dengan Rusia diperlukan. Dia secara pribadi bertemu dengan kepala staf umum Rusia, Jenderal Valery Gerasimov, hanya dua kali tetapi memiliki sejumlah percakapan telepon selama dinasnya.

"Saya pribadi berpikir komunikasi adalah bagian yang sangat penting dari pencegahan," kata Scaparrotti, seperti dikutip dari Sputnik, Senin (15/4/2019). Menurutnya, dengan mengetahui kemampuan dan niat masing-masing akan lebih kecil kemungkinannya masuk ke dalam konflik secara langsung.

"Jadi, saya pikir kita harus memiliki lebih banyak komunikasi dengan Rusia. Itu akan memastikan bahwa kita saling memahami dan mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan," ujarnya.

Gagasan Scaparotti adalah cerminan dari James Stavridis, seorang pensiunan jenderal Angkatan Laut yang juga Komandan Tertinggi Sekutu NATO Eropa periode 2009-2013.

Stavridis mengatakan Barat harus menghadapi Rusia bila perlu. Namun, dia juga menyerukan peningkatan komunikasi antara kedua negara. Menurut Stavridis, ada ruang untuk kerja sama antara kedua militer, termasuk pada isu-isu yang berkaitan dengan wilayah Arktik dan kontrol senjata.

"Kami dalam bahaya tersandung mundur ke dalam Perang Dingin yang tidak menguntungkan siapa pun," kata Stavridis dalam email kepada AP. "Tanpa keterlibatan tingkat politik yang mantap antara perusahaan-perusahaan pertahanan, risiko Perang Dingin baru yang sesungguhnya akan meningkat dengan mantap."

Sam Nunn, mantan Senator Demokrat Georgia, mencatat bahwa dialog dengan Rusia terlalu penting untuk dikesampingkan, bahkan jika dialog semacam itu menimbulkan kontroversi politik di dalam negeri.

"Anda tidak bisa membatalkan waktu," katanya. "Masalah nuklir terus berlanjut, dan itu semakin berbahaya," ujarnya.

Nunn, bersama dengan mantan Menteri Luar Negeri George Shultz dan mantan Menteri Pertahanan William Perry, dalam kolom opini Wall Street Journal pada Kamis lalu mengatakan bahwa AS harus terlibat pembicaraan lagi dengan Rusia untuk memastikan senjata nuklir tidak menyebar dan tidak pernah digunakan lagi.

"Pergeseran kebijakan yang berani diperlukan untuk mendukung keterlibatan kembali secara strategis dengan Rusia dan mundur dari jurang berbahaya ini. Jika tidak, negara-negara kita akan segera terjebak dalam kebuntuan nuklir yang lebih berbahaya, membingungkan, dan lebih mahal secara ekonomi daripada Perang Dingin," tulis trio pakar tersebut. 




Credit  sindonews.com








Rusia Puji Kenekatan Erdogan Beli S-400 meski Ditekan AS



Rusia Puji Kenekatan Erdogan Beli S-400 meski Ditekan AS
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov. Foto/REUTERS



MOSKOW - Juru Bicara Kepresidenan Rusia Dmitry Peskov memuji Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang tetap nekat membeli sistem rudal S-400 Moskow meski ada tekanan dari Amerika Serikat (AS). Menurutnya, Turki membuktikan diri sebagai negara yang independen dalam bertindak.

"Faktanya, tidak banyak negara yang bertindak secara independen. Rusia dan Turki adalah di antara negara-negara tersebut," kata Peskov.

"Tekanan memang belum pernah terjadi sebelumnya. Kami menyambut posisi Erdogan yang agak sulit dan tidak kenal kompromi (dalam masalah ini). Kami percaya bahwa sikap seperti itu akan memungkinkan kami membangun dialog yang bebas dan berdaulat," lanjut Peskov dalam sebuah program ditayangkan Rossiya-1 TV, yang dilansir Ahval News, Senin (15/4/2019).

Pernyataan juru bicara Kremlin itu muncul ketika para anggota parlemen AS terus memperingatkan Ankara bahwa pembelian sistem rudal Rusia itu dapat menyebabkan sanksi AS dan menempatkan keterlibatan Turki di program jet tempur F-35 berada dalam risiko.

Menurut Washington, Ankara tidak dapat memiliki jet tempur Amerika dan sistem pertahanan Rusia dengan alasan bahwa hal itu akan membahayakan keamanan sistem persenjataan NATO. AS sebagai sekutu Turki di keanggotaan NATO telah berupaya meyakinkan Ankara untuk membeli sistem pertahanan rudal Patriot buatan Raytheon, namun upaya itu sejauh ini belum berhasil.

Ankara telah berulang kali menekankan bahwa perjanjian untuk membeli sistem pertahanan udara S-400 Rusia adalah kesepakatan final.

"Kami memberi tahu mereka 'ini pekerjaan yang sudah selesai, semuanya sudah siap'. Pengiriman sistem pertahanan rudal S-400 seharusnya pada bulan Juli, mungkin dilakukan sebelumnya," kata Erdogan pekan lalu.

Awal bulan ini, Amerika Serikat menghentikan pengiriman berbagai peralatan atau suku cadang terkait dengan pesawat tempur siluman F-35 ke Turki. Penghentian pengiriman itu merupakan langkah konkret pertama yang diambil Washington untuk memblokir pengiriman jet tempur itu ke sekutu NATO-nya.



Credit  sindonews.com




Turki Tegaskan Pembelian S-400 Masalah Keamanan Nasional



Turki Tegaskan Pembelian S-400 Masalah Keamanan Nasional
Sistem pertahanan udara S-400 Rusia. Foto/Istimewa


ANKARA - Pengadaan sistem pertahanan S-400 Rusia adalah masalah keamanan nasional Turki. Hal itu ditegaskan juru bicara Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa.

"Demikian pula, mempertanyakan Turki pada program F-35 seperti mempertanyakan proyek-proyek bersama NATO dan konsep keamanan kolektif," kata Omer Celik seperti dikutip dari Anadolu, Sabtu (13/4/2019).

Washington menolak keras pembelian S-400 Rusia oleh Turki, dan pekan lalu menangguhkan pengiriman suku cadang dan layanan untuk jet tempur F-35.

Para pejabat AS menyarankan Turki untuk membeli sistem rudal Patriot AS daripada S-400, dengan alasan sistem pertahanan rudal itu tidak sesuai dengan sistem NATO dan akan mengekspos F-35.

Turki telah menanggapi bahwa penolakan AS untuk menjual rudal Patriotnya yang membuatnya mencari penjual lain, menambahkan bahwa Rusia menawarkan kesepakatan yang lebih baik, termasuk transfer teknologi.

"AS seharusnya tidak mengubah persaingan pasar senjata menjadi masalah aliansi NATO," tambah Celik.

Berbicara tentang kudeta militer di Sudan, dia mengatakan Turki mengharapkan tuntutan rakyat Sudan agar demokrasi dipenuhi tanpa menyeret negara itu ke dalam perang saudara.

Setelah berbulan-bulan aksi protes populer, Presiden Omar al-Bashir yang telah memerintah Sudan sejak 1989, mengundurkan diri pada hari Kamis.




Credit  sindonews.com



Kapal Perang Rusia Sambangi Laut China Selatan


Kapal Perang Rusia Sambangi Laut China Selatan
Kapal fregat Angkatan Laut Rusia, Laksamana Gorshkov. Foto/Istimewa

MOSKOW - Sebuah kapal perang milik Angkatan Laut Rusia dilaporkan tengah berlayar ke Laut China Selatan. Kepala layanan pers Sevflot, Vadim Serga mengatakan, Kapal Laksamana Gorshkov telah melewati Selat Malaka dan Singapura serta telah memasuki Laut China Selatan.

"Kapal fregat Rusia Laksamana Flota Sovetskogo Soyuza Gorshkov, yang memimpin skuadron kapal perang dan kapal pendukung untuk Armada Utara dalam perjalanan panjang, menyelesaikan perjalanan Selat Malaka dan Singapura dan memasuki Laut Cina Selatan", kata Serga seperti dikutip dari Sputnik, Minggu (14/4/2019).

Menurut Serga, kapal Rusia itu menuju pelabuhan China Qingdao di Semenanjung Shandong di mana peringatan ke-70 pasukan Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China akan dirayakan pada 23 April mendatang. Awak kapal Laksamana Gorshkov sedang bersiap untuk berpartisipasi dalam perayaan yang didedikasikan untuk tanggal tersebut.

"Kapal itu dikawal oleh kapal penyelamat Nikolay Chiker, kapal multifungsi dan dukungan teknis Elbrus, dan kapal tanker laut Kama," ujarnya.

Sebuah detasemen kapal dan kapal-kapal dari Sevflot yang dipimpin oleh fregat Laksaman Gorshkov berangkat dalam perjalanan panjang pada 26 Februari lalu. Untuk fregat utama, ini adalah pelayaran pertama dalam sejarahnya. Awak kapal membuat panggilan untuk berlabuh di Djibouti dan Kolombo, Sri Lanka.

Sejak awal perjalanan, fregat telah menempuh jarak lebih dari 11.000 mil laut dan melakukan beberapa latihan kapal umum tentang pertahanan detasemen kapal dan penggunaan senjata roket. 




Credit  sindonews.com


Minggu, 14 April 2019

Khawatir Rusia dan China Temukan Jet Tempur F-35 Jepang, AS Panik


Khawatir Rusia dan China Temukan Jet Tempur F-35 Jepang, AS Panik
Pesawat jet tempur siluman F-35A Lockheed Martin. Foto/Courtesy of the Japan Air Self-Defense Force

TOKYO - Militer Amerika Serikat (AS) dan Jepang mengerahkan sejumlah sumber daya yang belum pernah dilakukan sebelumnya untuk mencari puing-puing jet tempur siluman F-35A yang hilang dari pantauan radar. Pencarian secara panik itu dilakukan karena Washington khawatir Rusia dan China menemukannya terlebih dahulu dan rahasia teknologi silumannya bisa direbut.Pesawat tempur siluman F-35A lenyap dari pantauan radar di lepas pantai Jepang hari Selasa lalu. Pasukan Bela Diri Jepang dan militer AS telah mengerahkan pesawat dan kapal dalam pencarian tak biasa di Samudra Pasifik.Militer kedua pihak berupaya untuk menemukan puing-puing jet tempur tersebut beserta pilotnya, Mayor Akinori Hosomi.Mengutip Nikkei Asian Review, Minggu (14/4/2019), AS mengirim pesawat patroli P-8Ayang digunakan untuk mencari kapal selamuntuk misi pencarian. Kapal USS Stethem yang dilengkapi dengan radar Aegis juga ikut dilibatkan dala misi yang sama. Tak cukup itu, pesawat pembom B-52 ikut diterbangkan dari sebuah pangkalan udara di Guam.AS telah menempatkan tingkat prioritas yang belum pernah terlihat sebelumnya pada kecelakaan tersebut. Itu mungkin karena F-35A diharapkan memainkan peran penting dalam masa depan perang modern. Respons ini berbeda ketika sebuah jet tempur F/A-18 bertabrakan dengan sebuah pesawat pengisi bahan bakar KC-130 Hercules di lepas pantai Jepang pada bulan Desember yang menewaskan enam orang di dalamnya. Skala pencarian insiden F/A-18 tak sebesar misi untuk menemukan F-35A.F-35, yang dikembangkan oleh Lockheed Martin, adalah pesawat tempur generasi kelima yang dikembangkan setelah Washington menginvestasikan banyak tahun dan miliaran dolar untuk penelitian. Jet ini diharapkan mampu menangani misi AS, Jepang, Inggris, Australia dan sekutu lainnya selama beberapa dekade mendatang. Pesawat ini menarik perhatian karena teknologinya memungkinkan untuk menghadapi sistem pertahanan rudal musuh.F-35 memiliki kemampuan untuk memuat rudal pencegat canggih yang akan dikembangkan nanti. Pesawat, diterbangkan oleh pilot Jepang dan Amerika, akan mempertaruhkan posisi siap siaga untuk mendeteksi dan menembak jatuh rudal balistik selama fase boost awal-nya, ketika rudal berada pada kecepatan paling lambat.Kemampuan untuk menghancurkan rudal balistik di udara tidak hanya akan berfungsi sebagai pertahanan terhadap peluncuran rudal China dan Korea Utara, tetapi akan menambah lapisan perlindungan tambahan terhadap Rusia. Analis militer percaya bahwa jika terjadi perang, Rusia akan menargetkan sistem perisai rudal Aegis darat dengan senjata nuklir kecil untuk memungkinkannya menembakkan rudal lainnya. F-35 akan menambah lapisan pertahanan ekstra dengan kemampuan mereka untuk mencegat serangan balistik.Dengan latar belakang inilah AS telah menangguhkan pengiriman peralatan F-35 ke sekutu NATO-nya, Turki, karena Ankara nekat membeli sistem rudal S-400 buatan Rusia.Setiap informasi tentang teknologi dalam F-35 sangat diminati. China dilaporkan telah memperoleh bagian dari cetak biru F-35 melalui cybertheft. Beijing telah memajukan program tempur silumannya sendiri dengan menggunakan jet J-20 miliknya untuk menyaingi F-35.Tidak sulit untuk membayangkan bahwa militer dan intelijen intelijen di Beijing dan Moskow mengeluarkan "air liur" untuk melacak F-35A di laut. Fakta bahwa militer AS telah mengambil langkah yang tidak biasa dengan mengirimkan bomber B-52 ke daerah jatuhnya pesawat F-35 adalah pesan keras bahwa Washington tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh pesawat siluman tersebut.AS memiliki pengalaman langsung dengan menyelamatkan teknologi sensitif dari puing-puing. Lima dekade lalu, Washington memanfaatkan peluang emas untuk mendapatkan senjata musuh yang didambakan dari laut.Pada tahun 1968, sebuah kapal selam Soviet yang dilengkapi dengan rudal nuklir meledak dan tenggelam di perairan dekat Hawaii. Dalam sebuah operasi yang secara resmi bernama "Project Azorian"—tetapi mungkin lebih dikenal dengan julukan "Project Jennifer"—militer AS mendeteksi suara ledakan melalui SOSUS—sistem surveillance berbasis suara pada rantai pos-pos pendengaran bawah air—dan berhasil menemukan kapal K-129 Soviet yang tenggelam.CIA membangun kapal penyelamat besar khusus untuk operasi dan pada tahun 1974, enam tahun setelah K-129 Soviet tenggelam, dengan kedok penambangan nodul mangan dari dasar laut. Saat itu, AS berhasil mengambil K-129, yang penuh dengan rahasia militer.Soviet, secara alami, juga bertujuan untuk menyelamatkan kapal selamnya sendiri, tetapi karena kurangnya teknologi sonar, dan fakta bahwa lokasi itu berada di luar Hawaii, mereka gagal mencapai kapal selam sebelum Amerika menemukannya.F-35A yang menabrak laut Pasifik kali ini diperkirakan tenggelam di dasar laut sekitar 1.500 meter. Meskipun sulit, bukan tidak mungkin untuk diselamatkan. Teknologi untuk mendeteksi objek yang tenggelam telah meningkat secara signifikan sejak 45 tahun yang lalu, dan jet tempurnya jauh lebih kecil dan lebih mudah diangkat dibandingkan dengan K-129.Lokasi kecelakaan sekitar 150 km dari Prefektur Aomori Jepang dan di dalam zona ekonomi eksklusif Jepang. China dan Rusia tidak dapat melakukan operasi pencarian atau penyelamatan tanpa izin Tokyo. Tetapi tidak sepenuhnya mustahil bahwa Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China atau pun militer Rusia akan mengerahkan kapal selam atau drone bawah air untuk mencoba mencapai F-35A.Nasib F-35A yang tenggelam memiliki potensi untuk mengubah keseimbangan kekuatan udara di antara kekuatan-kekuatan utama dunia. Tidak diragukan lagi, peserta lain dari program F-35A, seperti Inggris, Australia dan Israel, akan menonton dengan cermat.



Credit  sindonews.com




Rusia Tegaskan akan Respon Aktivitas NATO di Laut Hitam



Rusia Tegaskan akan Respon Aktivitas NATO di Laut Hitam
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Alexander Grushko mengatakan peningkatan aktivitas NATO di Laut Hitam merusak stabilitas regional. Foto/Istimewa
 
 
MOSKOW - Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Alexander Grushko mengatakan peningkatan aktivitas NATO di Laut Hitam merusak stabilitas regional. Moskow, lanjut Grushko, akan memberikan respon yang sesuai atas tindakan NATO tersebut.

Berbicara di sela-sela pertemuan Dewan Kebijakan Luar Negeri dan Pertahanan di Moskow, Grushko mengatakan bahwa Rusia menilai peningkatan aktivitas NATO di Laut Hitam jelas negatif.

"Kami, tentu saja akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menetralisir ancaman yang terkait dengan peningkatan aktivitas NATO di wilayah ini," katanya dalam sebuah pernyataan.

"Kami menyaksikan dengan sangat hati-hati bagaimana rencana Aliansi untuk meningkatkan kehadirannya di wilayah itu terbuka dan kami akan bereaksi sesuai," sambungnya, seperti dilansir Sputnik pada Minggu (14/4).

Dia menunjukkan bahwa Kementerian Luar Negeri Rusia percaya bahwa keamanan di Laut Hitam harus didasarkan pada kerja sama negara-negara pesisir.

"Semua bahan yang diperlukan untuk ini hadir. Ini Organisasi Kerjasama Ekonomi Laut Hitam dan di bidang militer, dokumen tentang langkah-langkah membangun kepercayaan di Laut Hitam," ungkapnya.

Grushko, di kesempatan yang sama menyatakan harapannya bahwa Kelompok Tugas Kerjasama Angkatan Laut Laut Hitam, yang juga dikenal sebagai BLACKSEAFOR, akan kembali melanjutkan operasi. Program kerja sama itu mencakup enam negara pesisir yakni Bulgaria, Georgia, Rusia, Rumania, Turki, dan Ukraina.

Kegiatan kelompok ini secara efektif berhenti setelah krisis Ukraina 2014 dan Rusia menangguhkan keikutsertaannya setelah pasukan Turki menembak jatuh sebuah pesawat militer Rusia pada 2015.



Credit sindonews.com





Pakar Sebut Alasan AS Takut S-400 karena Bisa Jatuhkan F-35


Sistem rudal S-400. Sumber : Sputnik/RT.com
Sistem rudal S-400. Sumber : Sputnik/RT.com
CB, Jakarta - Pakar militer mengatakan kekhawatiran Amerika Serikat terhadap S-400 dikarenakan sistem pertahanan udara itu mampu menembak jatuh pesawat F-35.
Selama bertahun-tahun, tiga negara NATO tidak mengalami kesulitan dalam menggunakan sistem pertahanan udara Rusia, tetapi kesepakatan S-400 Turki adalah kasus khusus karena berisiko dan menimbulkan kerugian pada industri militernya, ungkap pengamat militer, seperti dikutip dari Russia Today, 14 April 2019.

Turki tampaknya tetap membeli sistem anti-pesawat S-400 meski diancam oleh AS.
Washington telah menunda pengiriman F-35 ke Angkatan Udara Turki dan memperingatkan bahwa melanjutkan perjanjian itu dapat membahayakan hubungan Turki dengan AS dan NATO.

Beberapa media memaparkan bagaimana industri Turki akan menderita jika S-400 dibeli oleh Turki. Yang lain memperingatkan bahwa memiliki F-35 dan S-400 dalam satu militer akan membahayakan keuntungan paling penting dari jet tempur generasi kelima.
Analis militer mengatakan sebagian besar perselisihan adalah Ankara yang tidak tunduk pada Washington dan NATO dan mengejar kepentingannya sendiri.
"AS kehilangan kepemimpinan dan Rusia mengambilnya," kata Igor Korotchenko, pemimpin redaksi majalah militer National Defense dan anggota dewan publik Kementerian Pertahanan.
"Prospek anggota NATO yang membeli alustsista dari Rusia merusak reputasi AS...dan menimbulkan kerugian pada industri militer Amerika," katanya.
 
Radar dan software S-400 Triumph telah disempurnakan sehingga dapat menghancurkan 36 target secara bersamaan. Radar panorama 91N6E dapat mendeteksi target sejauh 600 km dan radar 92N6 merupakan radar multi fungsi yang mampu mendeteksi 100 target dengan jangkauan 400 km. topwar.ru
Menurut Igor, S-400 berbahaya bagi pesawat NATO karena dapat mendeteksi dan menjatuhkan F-35 dan F-22.
Tetapi ada negara-negara anggota NATO yang menggunakan persenjataan buatan Rusia berteknologi tinggi, termasuk pendahulu S-400.
Bulgaria, Yunani, dan Slovakia adalah sekutu NATO yang memiliki S-300 di gudang senjata mereka.


Yunani telah memasangnya di di pulau Siprus, yang menjadi titik balik dalam strategi pertahanan nasionalnya. Bulgaria dan Slovakia sering menggunakan sistem S-300, yang dirancang pada puncak Perang Dingin, selama latihan tempur NATO.
Jadi, mengapa Turki yang bergabung dengan NATO pada tahun 1952, mendapat tekanan kuat karena membeli S-400 sementara tiga anggota lainnya tidak?




"Yunani dan anggota lainnya telah membeli senjata anti-pesawat Rusia jauh sebelum 2014, yaitu sebelum ketegangan antara AS dan Rusia mulai meningkat," jelas pakar militer Rusia Mikhail Khodarenok.
Khodarenok, pensiunan perwira Angkatan Udara Rusia, mengatakan daya tembak yang ditingkatkan, resistensi terhadap gangguan dan jangkauan yang lebih jauh membuat S-400 menonjol di antara rudal darat- ke-udara lainnya.
Tetapi kenapa AS begitu takut pada S-400 dibanding S-300, generasi sistem pertahanan udara yang lebih tua?

Militer Amerika telah memperoleh sepasang varian S-300P dan S-300V melalui Belarus dan Ukraina setelah Uni Soviet runtuh untuk mempelajari kemampuan sistem, tetapi pengetahuan yang bisa diambil dari sistem ini tidak mutakhir sekarang, kata Khodarenok.
"AS tidak memiliki (varian yang lebih baru)," katanya.
Bahkan mengetahui senjata musuh secara terperinci tidak banyak membantu di medan perang karena menekan sistem anti-pesawat adalah tentang gangguan elektronik yang kuat, dan tidak terkait jenis perangkat keras apa pun.
 
Rusia telah mengoperasikan sistem pertahanan udara S-400 Triumf yang dapat membidik 36 pesawat dalam radius 150 km. S-400 dilengkapi empat macam rudal yang berbeda jangkauannya, yaitu rudal 40N6 (jangkauan 400 km, rudal 48N6 (250 km), rudal 9M96E dan 9M96E2 (40 km dan 120 km). Rudal S-400 mampu melaju dengan kecepatan 4,8 km/detik, sehingga target sejauh 400 km dapat dihancurkan dalam waktu 83 detik saja. Triumf juga mampu menghadang rudal balistik. Sputnik/ Sergey Malgavko
Turki mengatakan S-400 akan membantu negara untuk mempertahankan diri, karena Turki menghadapi ancaman dari Timur Tengah. Tetapi pada saat yang sama, Turki sedang dalam pembicaraan dengan AS mengenai rudal Patriot, sistem pertahanan udara yang hampir sama dengan famili S-300.

"(ibarat) Menghindari memasukkan semua telur dalam satu keranjang, Turki menunjukkan bahwa mereka tidak ingin membeli sistem anti-pesawat dari satu vendor," tukas Khodarenok.
Khodarenok yakin kesepakatan Rusia akan terbatas pada Turki yang hanya membeli sejumlah skuadron S-400 untuk mencakup hanya satu fasilitas penting.
"Tidak akan ada pembelian grosir sistem anti-pesawat untuk menutupi seluruh Turki, sementara pembelian S-400 masih jauh dari selesai, karena kesepakatan itu baru dilakukan setelah kru Turki dilatih di Rusia, peluncur diuji dan dikirim ke Turki, dan akhirnya, semua pembayaran dilakukan," papar Khodarenok.






Credit  tempo.co







Vladimir Putin Sebut Wajib Militer Sudah Ketinggalan Zaman


Presiden Rusia Vadlimir Putin menyampaikan pidato tahunannya kepada Majelis Federasi Rusia, 20 Februari 2019.[TASS]
Presiden Rusia Vadlimir Putin menyampaikan pidato tahunannya kepada Majelis Federasi Rusia, 20 Februari 2019.[TASS]
CB, Jakarta - Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan wajib militer di era pertempuran modern sudah ketinggalan zaman.
Ketika militer modern menghadapi tantangan yang lebih rumit dan memperoleh teknologi canggih, maka militer memerlukan transisi ke pasukan profesional, kata Presiden Vladimir Putin.
"Layanan wajib militer perlahan menjadi sesuatu dari masa lalu," kata Putin, dikutip dari Russia Today, 13 April 2019.


Putin menambahkan bahwa butuh waktu dan pembiayaan yang tepat untuk mewujudkan tentara profesional.
"Tapi tren ini ada dan kami akan bergerak ke arah ini," ujar Putin.
Namun, banyak negara tidak menghapuskan wajib militer sepenuhnya karena militer memiliki banyak pekerjaan tanpa keahlian yang harus dilakukan, tambahnya.
 
Peserta wajib militer di kesatuan Aangkatan Udara, melakukan pemanasan sebelum mengikuti latihan terjun payung di Stavropol, Rusia, 29 Oktober 2015. REUTERS/Eduard Korniyenko
Di Rusia, diberlakukan 12 bulan wajib militer untuk semua warga negara pria berusia 18-27 tahun, dengan sejumlah pengecualian.
Masa wajib militer ini sebelumnya dua tahun pada 2007-2008, meskipun waktu wajib militer satu tahun dianggap oleh banyak ahli terlalu singkat untuk mendapatkan keterampilan militer yang tinggi.

Awal pekan ini, Putin mengumumkan bahwa rudal balistik antarbenua SS-28 Sarmat (ICBM) super-berat baru telah memasuki tahap uji akhir dan akan segera beroperasi.Sarmat adalah salah satu dari lima senjata teratas yang diumumkan Putin pada Maret tahun lalu sebagai tanggapan Rusia terhadap pengembangan AS terhadap sistem rudal anti-balistik global.
Senjata lain yang dibanggakan Vladimir Putin antara lain senjata laser Peresvet dan rudal balistik yang diluncurkan udara (ALBM) Kinzhal (Belati), yang kini telah dioperasikan.








Credit  tempo.co





Jumat, 12 April 2019

Ilmuwan Rusia Saran Pindahkan Gas Alam Pakai Kapal Selam Nuklir




Kapal selam nuklir Rusia, Dmitry Donskoy melintas di bawah jembatan Great Belt, Denmark, 21 Juli 2017. Kapal selam ini akan mengikuti parade angkatan laut di Saint Petersburg, Rusia. Nanna Navntoft/Ritzau Foto via AP
Kapal selam nuklir Rusia, Dmitry Donskoy melintas di bawah jembatan Great Belt, Denmark, 21 Juli 2017. Kapal selam ini akan mengikuti parade angkatan laut di Saint Petersburg, Rusia. Nanna Navntoft/Ritzau Foto via AP

CB, Jakarta - Kepala lembaga riset Rusia menyarankan penggunaan kapal selam nuklir untuk memindahkan gas alam cair di Arktik.
Kepala pusat riset Kurchatov Institute, Mikhail Kovalchuk menyarankan ini saat hadir dalam International Arctic Forum di Saint Petersburg, dikutip dari Russia Today, 11 April 2019.


Menurutnya, kapal selam nuklir bisa diisi dengan gas dan menjadi transportasi energi, tanpa harus berlayar di permukaan.
"Jika kita berbicara tentang fasilitas produksi (gas) di bawah permukaan, kenapa tidak mempertimbangkan gagasan transportasi bawah laut," saran Mikhail Kovalchuk.

Kapal selam Rusia Rostov-on-Don dan Stary Oskol saat mengikuti gladi bersih jelang parade Hari Angkatan Laut di Laut Hitam di pelabuhan Sevastopol, Krimea, 27 Juli 2017. REUTERS/Pavel Rebrov





"Bayangkan kita membuat pembawa gas bawah laut dalam kerangka tubuh kapal selam dengan mesin nuklir," lanjutnya.
Menurutnya, kapal selam dapat mengambil gas langsung di endapan bawah laut dan bekerja dalam "mode pesawat ulang-alik" untuk mengirimkannya ke konsumen, tambahnya.

Selain itu kapal selam mungkin menjadi cara yang lebih aman untuk mengangkut gas daripada kapal tanker besar, ujar Kovalchuk.
Namun, doktor ilmu fisika dan matematika Rusia itu mengakui, bahwa "kelayakan ekonomi" dari kapal selam nuklir pembawa gas alam tersebut belum dihitung.



Credit  tempo.co




Kamis, 11 April 2019

Rusia Siap Jual Lebih Banyak S-400 ke Turki




Rusia Siap Jual Lebih Banyak S-400 ke Turki
Moskow mengatakan siap mempertimbangkan untuk memasok lebih banyak rudal pertahanan udara S-400 ke Turki. Foto/Istimewa


MOSKOW - Rusia tertarik untuk memperluar kerja sama teknis militernya dengan Turki. Moskow mengatakan siap mempertimbangkan untuk memasok lebih banyak rudal pertahanan udara S-400 ke Turki.

"Rusia terbuka. Rusia memiliki kemampuan dan kompetensi teknologi yang sesuai. Rusia mencari peluang untuk memperluas kerja sama ini. Ini adalah praktik yang benar-benar normal," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov seperti dikutip dari Xinhua, Kamis (11/4/2019).

Peskov mengatakan kerja sama teknis militer adalah bagian yang sangat penting dari interaksi Rusia dengan banyak negara asing, karena kerja sama tersebut menunjukkan tingkat khusus pengembangan hubungan bilateral. 

"Ini juga berlaku untuk Turki," cetusnya.

Peskov membuat pernyataan mengomentari pernyataan yang dibuat sebelumnya pada hari Rabu oleh Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, bahwa jika Washington menolak untuk menjual sistem pertahanan udara jarak jauh Patriot ke Ankara, ia dapat membeli lebih banyak S-400 dari Rusia.

Berbicara kepada saluran berita NTV Turki, Cavusoglu mengatakan bahwa jika AS menerapkan ancamannya untuk membatalkan kesepakatan jet F-35, Turki dapat membeli pesawat tempur dari sumber lain hingga mampu memproduksi sendiri.

Washington telah mengkritik Turki karena pembelian rudal S-400 Rusia dan Pentagon mengatakan pekan lalu bahwa mereka telah menghentikan pengiriman suku cadang jet tempur F-35 dan manual ke Turki.

Namun demikian, Presiden Rusia Vladimir Putin dan mitranya dari Turki Recep Tayyip Erdogan pada hari Senin sepakat untuk menerapkan kontrak mereka untuk mengirimkan S-400 ke Turki sesuai rencana.

Sistem rudal pertahanan udara S-400 dianggap yang paling canggih dari jenisnya di Rusia, yang mampu menghancurkan target pada jarak hingga 400 km dan ketinggian hingga 30 km. 





Credit  sindonews.com



Pompeo: F-35 Tidak Berjodoh dengan S-400 Rusia



Pompeo: F-35 Tidak Berjodoh dengan S-400 Rusia
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo mengatakan, jet tempur F-35 tidak dapat beroperasi di wilayah udara yang sama dengan sistem rudal S-400 Rusia. Foto/Reuters


WASHINGTON - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo mengatakan, jet tempur F-35 tidak dapat beroperasi di wilayah udara yang sama dengan sistem rudal S-400 Rusia. Ini adalah langkah terbaru AS untuk merayu Turki agar membatalkan pembelian S-400 agar mendapatkan F-35.

"Tidak mungkin untuk menerbangkan F-35 di ruang udara di mana S-400 dapat dioperasikan secara signifikan," kata Pompeo dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Anadoly Agency pada Kamis (11/4).

Dia mengatakan, AS telah berkali-kali menyampaikan "tantangan teknis" ini kepada Turki, baik melalui saluran diplomatik ataupun militer. Namun, sayangnya hal itu tidak di gubris oleh Ankara.

Pompeo kemudian mengatakan kesepakatan untuk sistem pertahanan udara AS sekarang di atas meja, dan bahwa Washington mengakui peran Ankara dalam program F-35.

"Kami telah menjelaskan kepada orang-orang Turki sejelas mungkin, mereka membangun komponen penting dari F-35. Tidak hanya mereka pembeli dan pelanggan, tetapi mereka adalah bagian dari rantai pasokan untuk F-35," ucapnya.

Sementara itu, sebelumnya Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu telah menolak ancaman AS untuk membatalkan kesepakatan untuk jet F-35 jika Turki tetap melanjutkan pembelian S-400. Cavusoglu mengatakan dengan tidak adanya F-35, Turki bisa membeli jet tempur dari sumber lain hingga mampu memproduksi sendiri. 





Credit  sindonews.com


Menlu Turki: Jika AS tahan Patriot, Turki beli lebih banyak S-400


Menlu Turki: Jika AS tahan Patriot, Turki beli lebih banyak S-400

Gugusan sistem persenjataan anti-rudal Patriot di padang pasir Arab Saudi selama perang Teluk/file (AFP) (AFP/)




Ankara (CB) - Pemerintah Turki bisa membeli lebih banyak rudal S-400 atau sistem lain pertahanan udara jika Amerika Serikat menolak untuk menjual rudal Patriot kepada Turki, kata menteri luar negeri Turki pada Rabu (10/4).

Ketika berbicara kepada satu stasiun televisi berita Turki, Menlu Mavlut Cavusoglu menanggapi kecaman AS mengenai pembelian S-400 dan menggarisbawahi bahwa negara lain NATO sebelumnya telah memperoleh generasi terdahulu rudal S-300 tanpa konflik dengan anggota lain di aliansi itu.

"Jika AS menolak untuk menjual Patriot kepada kami, besok kami bisa membeli (sistem) S-400 kedua, atau sistem lain pertahanan udara," kata Cavusoglu.

Cavusoglu menepis ancaman AS untuk membatalkan kesepakatan pembelian jet F-35 jika sistem S-400 dikirim. Ia mengatakan Turki dapat membeli jet tempur dari sumber lain sampai Ankara mampu memproduksi sendiri jika Washington berkukuh dengan ancaman tersebut.

Washington telah menentang tindakan Turki membeli sistem pertahanan rudal permukaan-ke-udara S-400 buatan Rusia, dan pekan lalu membekukan pengiriman suku cadang serta layanan lain yang berkaitan dengan F-35.

Para pejabat AS telah menyarankan Turki membeli sistem rudal Patriot AS dan bukan S-400 dari Moskow, dengan alasan sistem S-400 tak sesuai dengan sistem NATO dan kemungkinan mengungkap F-35 kepada Rusia.

Turki telah menanggapi bahwa penolakan AS untuk menjual Patriot lah yang memaksanya mencari pembeli lain, dan menambahkan Rusia menawarkan kesepakatan yang lebih baik, yang meliputi alih teknologi.

Mengenai tindakan Washington memasukkan Korps Pengawal Revolusi Iran (IRGC) sebagai "organisasi teroris asing", Cavusoglu mengatakan tindakan itu adalah keputusan yang sangat berbahaya dengan mengakui militer resmi satu negara sebagai organisasi teroris.

Ia mengecam AS karena kerja samanya dengan organisasi YPG/PKK. Cavusoglu juga menegaskan bahwa Washington melakukan tindakan yang bertentangan, yaitu dengan memasukkan angkatan bersenjata negara lain sebagai kelompok teror sementara AS sendiri bekerja sama dengan kelompok teror lain.

Saat merujuk kepada pemilihan umum Israel pada Selasa, Cavusoglu mengatakan Tel Aviv mesti "menghentikan populisme dan sikap agresifnya", dan segera melakukan langkah menuju penyelesaian dua-negara.

"Penyelesaian dua-negara adalah satu-satunya penyelesaian bagi perdamaian di Palestina, Israel dan wilayah ini," katanya.




Credit  antaranews.com



Pompeo: S-400 dan F-35 Tidak Kompatibel




Pompeo: S-400 dan F-35 Tidak Kompatibel
Pesawat tempur F-35 AS dan sistem pertahanan udara S-400 Rusia. Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian


WASHINGTON - Pesawat tempur F-35 Amerika Serikat (AS) tidak dapat beroperasi di wilayah udara yang sama dengan sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia dan Turki mengatahui hal ini. Hal itu dikatakan oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo kepada anggota parlemen AS.

"Tidak mungkin untuk menerbangkan F-35 di angkasa di mana S-400 beroperasi secara signifikan," kata Pompeo, berbicara kepada anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat.

"Washington telah menyampaikan peringatan ini kepada pemerintah dan pejabat pertahanan Turki," ia menambahkan seperti dikutip dari Sputnik, Kamis (11/4/2019).

Mengomentari kemungkinan konsekuensi dari Turki yang bersikukuh dengan kesepakatan S-400 dengan Rusia, Pompeo meminta Ankara untuk melihat kemungkinan sanksi dalam undang-undang CAATSA. Lewat undang-undang ini AS mengancam memberikan sanksi terhadap negara-negara yang melakukan pembelian peralatan militer dari Rusia.

"S-400 adalah sistem senjata yang signifikan, dan kami telah berbagi dengan mereka, kami telah meminta mereka untuk melihat CAATSA, apa artinya itu bagi mereka," ujar Pompeo.

Pompeo menekankan bahwa tawaran AS untuk menjual Turki sistem pertahanan udara Patriot PAC masih di atas meja, dan mengakui investasi Turki dalam pengembangan F-35.

"Kami telah menjelaskan kepada Turki sejelas mungkin, mereka membangun komponen penting dari F-35. Tidak hanya mereka pembeli dan pelanggan, tetapi mereka adalah bagian dari rantai pasokan untuk F-35," ucapnya.

Pernyataan Pompeo mengomentari pernyataan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu sebelumnya bahwa Ankara dapat beralih ke Rusia untuk pesawat terbang canggih jika tidak mendapatkan F-35.

"Ada F-35, tetapi ada juga pesawat yang diproduksi di Rusia. Jika kami tidak dapat membeli F-35, Turki akan membeli pesawat serupa dari negara lain," kata Cavusoglu.

Sehari sebelumnya, Cavusoglu memperingatkan bahwa jika AS dan Turki tidak dapat mencapai kesepakatan yang disepakati bersama mengenai penjualan sistem rudal Patriot, Ankara hanya dapat membeli lebih banyak S-400 Rusia.

Baca juga: Turki: Jika AS Tolak Jual Rudal Patriot, Kami Beli S-400

Awal pekan ini, Komite Layanan Bersenjata Senat AS mengancam akan memberikan sanksi kepada Turki jika mereka bergerak maju dengan pembelian S-400, dengan kelompok senator bipartisan menulis sebuah artikel di New York Times di mana mereka memperingatkan bahwa selain sanksi, membeli S-400 dapat menghancurkan industri pertahanan Turki dan melihat negara tersebut diusir dari NATO.

Moskow dan Ankara menandatangani kontrak USD2,5 miliar untuk pengiriman empat set batalion S-400 ke Turki pada akhir 2017. Setelah pengiriman dimulai pada Juli, Turki akan menjadi negara keempat di dunia yang memiliki sistem setelah Rusia sendiri , Belarus, dan China. Dirancang untuk menghentikan pesawat musuh, drone, rudal jelajah dan balistik, S-400 saat ini merupakan sistem pertahanan udara mobile paling canggih di gudang senjata Rusia. 




Credit  sindonews.com



Menlu AS: F-35, S-400 tak bisa beroperasi bersama


Menlu AS: F-35, S-400 tak bisa beroperasi bersama

Sistem peluru kendali darat-ke-udara baru S-400 terlihat setelah dipakai di sebuah pangkalan militer di luar Kota Gvardeysk dekat Kaliningrad, Rusia, 11/3/2019. REUTERS/Vitaly Nevar (REUTERS/STRINGER)





Washington (CB) - Pesawat jet tempur buatan Amerika F-35 tak bisa dioperasikan di wilayah udara yang sama dengan sistem pertahanan buatan Rusia S-400, kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat pada Rabu (10/4).

"Tak mungkin buat keduanya untuk menerbangkan F-35 di wilayah udara tempat S-400 beroperasi," kata Menlu AS Mike Pompeo dalam dengar pendapat di Komite Hubungan Luar Negeri Senat.

Ia mengatakan AS menyampaikan "tantangan teknis ini" kepada Turki melalui saluran militer dan diplomatik.

Setelah upaya yang berlarut-larut untuk membeli sistem pertahanan udara dari AS tak berhasil, Ankara pada 2017 memutuskan untuk membeli sistem pertahanan Rusia.

Washington memperingatkan Ankara mengenai pembelian sistem S-400-nya dan pekan lalu membekukan pengiriman suku cadang serta layanan lain buat jet F-35.

Pompeo mengisyaratkan kemungkinan pemberlakuan sanksi melalui peraturan yang disahkan untuk menghukum trio tiga negara lain, akibat kesepakatan tersebut.

"Sistem S-400 adalah sistem senjata penting, dan kami telah berbagi (informasi tersebut, red) dengan mereka, kami telah meminta mereka untuk meneliti CAATSA, apa itu artinya buat mereka," katanya.

Countering American Adversaries Through Sanctions Act, atau CAATSA, disahkan pada 2017 untuk menjatuhkan sanksi atas Iran, Korea Utara dan Rusia dan memerangi pengaruh ketiga negara itu di seluruh dunia.

Pompeo mengatakan kesepakatan bagi sistem pertahanan udara Amerika sekarang siap dirundingkan, dan AS mengakui peran Turki dalam program F-35.

"Kami telah menjelaskan kepada Pemerintah Turki sejelas-jelasnya, mereka membuat komponen penting F-35. Bukan hanya mereka adalah pembeli dan pelanggan, tapi mereka adalah bagian dari rantai pasokan buat F-35," kata Pompeo.

Turki pertama kali bergabung dalam Program Tempur Serang Gabungan F-35 dan telah menanam modal lebih dari 1,25 miliar dolar AS (sekitar Rp17,69 triliun). Ankara juga membuat berbagai suku cadang pesawat buat semua pelanggan dan varian F-35.

Perusahaan-perusahaan Turki telah memasok program F-35 dengan komponen penting, termasuk struktur badan pesawat serta rakitan dan penampang pusat badan pesawat.


Credit  antaranews.com