Kamis, 21 Maret 2019

Diterpa Idai, Mozambik Deklarasikan Hari Berkabung Nasional



Warga mencari anggota keluarganya yang tertimbun tanah longsor akibat Badai Idai di Chimaniman, sekitar 600 kilometer di tenggara Harare, Zimbabwe, Selasa (19/3).
Warga mencari anggota keluarganya yang tertimbun tanah longsor akibat Badai Idai di Chimaniman, sekitar 600 kilometer di tenggara Harare, Zimbabwe, Selasa (19/3).
Foto: AP Photo/Tsvangirayi Mukwazhi

Tim penyelamat kesulitan mencari dan mengevakuasi warga Mozambik.




CB, MAPUTO -- Presiden Mozambik Filipe Nyusi mendeklarasikan hari berkabung nasional selama tiga hari. Hari berkabung ini untuk mengingat para korban bencana alam Badai Idai dan banjir yang menewaskan lebih dari 200 orang dan menghancurkan seluruh infrastruktur di penjuru selatan Afrika.

Badai Idai yang menghantam kota pelabuhan Mozambik, Beira pada Kamis (14/3) lalu bergerak ke arah pedalaman. Membawa angin dengan kecepatan 170 kilometer perj jam. Meratakan berbagai bangunan dan mengancam nyawa jutaan orang.

Di stasiun televisi Nyusi mengatakan Badai Idai telah menewaskan 200 orang. Tapi sampai saat ini masih banyak jenazah yang baru ditemukan.

Pemerintah Zimbabwe yang bertetangga dengan Mozambik mengatakan jumlah resmi korban tewas akibat Badai Idai mencapai 98 orang. Tapi ratusan orang lainnya masih dinyatakan hilang.

Lebih dari 2,6 juta orang di seluruh selatan Afrika terdampak bencana alam ini. Badai Idai serta banjir yang mengikutinya menjadi bencana terburuk yang pernah terjadi di selatan benua Afrika.

"Ini krisis kemanusiaan terburuk dalam sejarah Mozambik saat ini," kata Jamie LeSueur dari Federasi Palang Merah Internasional dan Masyarakat Bulan Sabit Merah (IFRC) yang memimpin upaya penyelamatan di Beira, seperti dilansir di Aljazirah, Rabu (20/3).

Tim penyelamat kesulitan mencapai korban. Sementara kelompok kemanusian mengatakan masih banyak korban selamat yang terperangkap di daerah-daerah terpencil, di kelilingi jalanan yang hancur dan desa yang tenggelam.

"Tantangannya masih dalam tahap pencarian dan penyelamatan ribuan orang, termasuk anak-anak," kata UNICEF.

Diperkirakan ada 260 ribu anak-anak Mozambik yang masih berisiko. Palang Merah mengatakan setidaknya 400 ribu orang di pusat Mozambik kehilangan rumah mereka.

Dataran rendah Beira dengan populasi 500 ribu jiwa adalah pelabuhan terbesar nomor dua di Mozambik. Kota itu juga pintu masuk negara-negara lainnya di kawasan. PBB mengatakan Badai Idai dapat menjadi salah satu bencana alam paling buruk yang pernah menghantam belahan bumi selatan.

"Kami ada dititik di mana mengakut orang yang teredam air sampai kepala mereka dan membawa mereka dengan helikopter atau perahu ke tempat air hanya setinggi pergelangan kaki mereka, kami masih dalam tahap menyelamatkan nyawa, kami belum berada di titik melakukan asesmen medis karena kesehatan menjadi hal terpenting nomor dua," kata Koordinator World Food Programme, Pedro Matos.

Media-media setempat melaporkan di pusat Mozambik persedian makanan dan bahan bakar kian menipis karena jalan menuju Beira terputus. Di sebelah selatan Zimbabwe, keluarga korban bencana alam ini buru-buru menguburkan sanak keluarga mereka. Sebab Badai Idai memutus jaringan listrik dan kamar mayat tidak bisa digunakan.

"Di sebelah sana ada rumah, terkubur dan pemiliknya juga mungkin ikut terkubur, mereka menghilang," kata Zacharia Chinyai, warga kota Chimanimani, Zimbabwe yang bersebelahan dengan Mozambik.

Chinyai yang kehilangan 12 anggota keluarganya karena bencana alam ini mengatakan badai datang tiba-tiba. Melalui radio Chinyai mendengar kabar tentang banjir besar yang melanda Mozambik. "Tapi kami tidak pernah mengira kami juga bisa menjadi korban, tidak ada yang mengatakan akan begitu menghancurkan seperti ini," tambah Chinyai.

Asosiasi Penggiling Biji-Bijian Zimbabwe mengatakan 100 truk gandum yang diperuntukan untuk Zimbabwe terjebak di Beira. Uni Eropa mengumumkan memberikan bantuan dana darurat sebesar 3,97 juta dolar AS untuk Mozambik, Malawi dan Zimbabwe. Dana tersebut digunakan untuk membangun pemukiman, kamar mandi dan pusat kesehatan sementara.





Credit  republika.co.id