Kamis, 17 Januari 2019

Sebut Assad Penjahat Perang, Qatar Tolak Berbaikan dengan Suriah




Sebut Assad Penjahat Perang, Qatar Tolak Berbaikan dengan Suriah
Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman al-Thani. Foto/REUTERS/Naseem Zeitoon


DOHA - Pemerintah Qatar menolak normalisasi hubungan dengan rezim Suriah termasuk membuka kembali kedutaannya di Damaskus. Doha tetap menganggap Presiden Bashar al-Assad sebagai penjahat perang.

"Normalisasi (hubungan) dengan rezim Suriah pada tahap ini adalah normalisasi seseorang yang terlibat dalam kejahatan perang, dan ini seharusnya tidak dapat diterima," kata Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman al-Thani, pada hari Senin.

Al-Thani mengatakan ada alasan mengapa Assad—yang terpilih tanpa lawan pada tahun 2000 dan tetap berkuasa selama hampir delapan tahun perang saudara—masih harus didepak dari komunitas internasional.

Menurutnya, Damaskus di bawah rezim Assad seharusnya tidak diizinkan kembali ke Liga Arab—yang keanggotaannya ditangguhkan pada 2011."Karena orang-orang Suriah masih di bawah pemboman oleh rezim Suriah," katanya, seperti dikutip AFP, Selasa (15/1/2019).

Komentarnya muncul setelah tetangga-tetangga Teluk-nya seperti Uni Emirat Arab dan Bahrain mengumumkan akhir bulan lalu bahwa mereka membuka kembali kedutaan besarnya di Damaskus.

Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab Anwar Gargash melalui Twitter menulis bahwa negaranya melakukan normalisasi salah satunya karena faktor pengaruh Iran dan salah satu sekutu terkuat Qatar, Turki, di Suriah.

Teheran telah menjadi pendukung setia pemerintah Assad dan telah memperluas jejak militernya di Suriah selama konflik.

Selama 19 bulan terakhir Qatar telah berada dalam perselisihan diplomatik yang mendalam dengan Uni Emirat Arab dan Bahrain. Peseteruan itu karena perbedaan arah kebijakan luar negeri Doha dalam beberapa tahun terakhir.

Qatar telah berperan penting dalam perang sipil Suriah dengan memasok senjata kepada kelompok-kelompok pemberontak. Data itu diungkap lembaga-lembaga penelitian seperti Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI).

Pemimpin oposisi Suriah Nasr al-Hariri telah meminta para pemimpin Arab untuk tidak membangun kembali hubungan dengan Assad. Rezim Assad sekarang mengendalikan hampir dua pertiga wilayah Suriah berkat dukungan militer dari Rusia dan Iran. 



Credit  sindonews.com