Kamis, 24 Januari 2019

Raja Thailand Terbitkan Dekrit Pemilu Pertama Sejak Kudeta


Raja Thailand Terbitkan Dekrit Pemilu Pertama Sejak Kudeta
Raja Thailand, Maha Vajiralongkorn, mengeluarkan dekrit mendukung pelaksanaan pemilihan umum pertama sejak kudeta pada 2014 lalu. (AFP Photo/Lillian Suwanrumpha)



Jakarta, CB -- Raja Thailand, Maha Vajiralongkorn, mengeluarkan dekrit mendukung pelaksanaan pemilihan umum pertama sejak kudeta pada 2014 lalu.

Keputusan yang diterbitkan melalui media pemerintah Thailand, Royal Gazette, itu berbunyi "seruan untuk pelaksanaan pemilihan anggota parlemen."

Dekrit kerajaan itu juga memberi wewenang kepada Komisi Pemilihan Umum Kerajaan untuk mengumumkan jadwal tetap pelaksanaan pesta demokrasi tersebut dalam waktu lima hari ke depan.


Pemilihan umum ini akan mejadi yang pertama sejak pemerintahan militer Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha menggulingkan pemerintah sipil Perdana Menteri Yingluck Shinawatra hampir lima tahun silam.


Sejak itu, rezim Prayut menulis ulang konstitusi, memberangus oposisi dan pengkritik, hingga menempatkan sekutunya yang merupakan petinggi militer di seluruh puncak birokrasi.

Junta militer menyatakan pemilu akan diadakan selambat-lambatnya pada akhir Februari mendatang. Namun, karena penandatanganan dekrit oleh Raja Maha Vajiralongkorn terlambat, pemilu diperkirakan akan molor beberapa minggu dari rencana semula.



Dengan dekrit ini, masa kampanye resmi dimulai. Sejumlah partai kubu pemerintah hingga partai pendukung klan Shinawarta dilaporkan telah memulai pertemuan dan perekrutan.

Partai Phalang Pracharat, yang dikenal dekat dengan pemerintahan junta militer, dilaporkan telah menggelar perekrutan di sejumlah wilayah, termasuk pedesaan tempat kubu Yingluck dan saudaranya, Thaksin, yang digulingkan melalui kudeta pada 2006 lalu.

Kini, keduanya masih berada di luar negeri untuk mengasingkan diri menghindari hukuman di dalam negeri. Meski begitu, keduanya tetap gencar berkampanye.



Thaksin gencar membagikan pandangannya tentang masyarakat dan ekonomi Thailand melalui podcast yang ia rilis tiap pekan, sementara Yingluck semakin rajin merilis foto kegiatannya.

Sejumlah analis mengatakan militer masih berupaya mendominasi pemerintah dalam pemilu ini, sementara Prayut berupaya lebih menonjolkan perannya sebagai pemimpin sipil di mata rakyat.

Meski langkah oposisi junta diperkirakan mulus dalam pemilu nanti, pemerintahan sipil tetap tak bisa bergerak bebas lantaran konstitusi yang ditulis ulang oleh rezim militer saat ini.

"Anda bisa menyebutnya (Thailand) sebagai demokrasi hibrid," kata Somjai Phagaphasvivat, analis politik Universitas Thammasat, kepada AFP.






Credit  cnnindonesia.com