Rabu, 16 Januari 2019

Dibayangi Veto AS, Palestina Tetap Ingin Jadi Anggota PBB


Dibayangi Veto AS, Palestina Tetap Ingin Jadi Anggota PBB
Ilustrasi bendera Palestina di kantor pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat. (Reuters/Andrew Kelly)


Jakarta, CB -- Palestina menyatakan tetap akan mengajukan permintaan menjadi anggota penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Meski begitu, kemungkinan besar langkah mereka akan dijegal oleh veto Amerika Serikat, yang merupakan sekutu Israel.

"Kami tahu bahwa kami akan menghadapi veto AS, tapi itu tidak akan menjegal kami untuk mengajukan permintaan (keanggotaan penuh di PBB)," ucap Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad al-Maliki di markas PBB, New York, pada Selasa (15/1) kemarin.

Riyad menuturkan Palestina akan mulai melobi 15 anggota Dewan Keamanan (DK) PBB terkait pengajuan permintaan keanggotaan dalam beberapa pekan ke depan.


Palestina sebelumnya pernah mengajukan permintaan yang sama pada 2011 lalu. Namun, usulan itu tidak pernah dibahas oleh DK PBB.


Selama ini perwakilan Palestina hanya berstatus sebagai pengamat di PBB. Status itu diberikan Majelis Umum PBB pada tiga tahun lalu.

Dengan menjadi anggota penuh PBB, Palestina berarti diakui sebagai sebuah negara berdaulat di mata seluruh peserta organisasi tersebut.

Sekitar 137 dari total 193 negara anggota PBB saat ini telah mengakui Palestina sebagai sebuah negara, meski dalam beberapa konteks tertentu saja. Namun, sebelum diputuskan dalam sidang Majelis Umum PBB, permintaan keangggotaan Palestina pertama-tama harus melewati DK PBB dan disetujui oleh seluruh anggota dewan tersebut, di mana AS merupakan salah satu anggota permanen di dalamnya.

Tahun ini, Palestina terpilih menjadi ketua forum negara-negara berkembang PBB atau dikenal dengan Group of 77.

Dalam pidatonya, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan prestasi itu semakin meningkatkan profil Palestina karena berhasil memimpin blok terbesar di PBB tersebut.

Abbas juga menegaskan komitmennya terkait solusi dua negara sebagai jalan tengah mengakhiri konflik dengan Israel.

Dalam kesempatan itu, Abbas menuduh Israel menghambat setiap kemajuan dan pembangunan di Timur Tengah.


"Berlanjutnya penjajahan dan pendudukan Israel atas Palestina merongrong perkembangan dan kapasitas kami untuk kerja sama, koordinasi, dan menghalangi perkembangan masa depan dari semua orang di wilayah itu," kata Abbas seperti dikutip AFP.

"Kami berkomitmen untuk solusi damai yang mengakhiri pendudukan dan realisasi kemerdekaan Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, hidup berdampingan secara damai dan aman bersama negara Israel," ujar Abbas.





Credit  cnnindonesia.com