Senin, 19 November 2018

Pinjaman Lunak Cina Kini Dikhawatirkan Sebagai Jebakan Utang


Xi Jinping
Xi Jinping
Foto: REUTERS/Lintao Zhang
Negara miskin dan berkembang terpikat tawaran pinjaman murah dari Cina.




CB, BEIJING -- Dalam upayanya mengukuhkan pengaruh ekonomi dan politik di dunia, Pemerintah Cina kini mengucurkan dana miliaran dolar berupa pinjaman lunak kepada negara-negara miskin dan berkembang. Dana pinjaman itu umumnya digunakan dalam proyek-proyek infrastruktur. Namun apa yang terjadi ketika negara penerima tak sanggup membayar pinjamannya?


Sejumlah pengamat memperingatkan, Cina kini mempergunakan pinjaman sebagai bentuk jebakan. Tujuannya memungkinkan negara itu mengukuhkan pengaruhnya di dunia. Polanya seperti digambarkan berikut ini.


Diplomasi jebakan utang


Negara-negara miskin dan berkembang terpikat oleh tawaran pinjaman murah dari Cina demi membangun proyek-proyek infrastruktur. Kemudian, ketika negara bersangkutan tak mampu memenuhi jadwal pembayaran utangnya, Cina akan menuntut konsesi atau ganti rugi lainnya sebagai bentuk penghapusan utang. Proses ini dikenal sebagai diplomasi jebakan utang.


photo
Srilanka akhirnya menyerahkan pelabuhan Hambantota Port sebagai bagian pelunasan utang mereka ke Cina. (Wikimedia Commons)

Proyek Pelabuhan Hambantota di Srilanka merupakan contoh nyata yang bisa menjadi peringatan bagi negara mana saja yang bermaksud menerima pinjaman tanpa syarat dari Cina. Tahun lalu, Srilanka dilanda aksi protes ketika dipaksa menyerahkan pengelolaan pelabuhannya ke Cina dalam bentuk sewa 99 tahun. Penyerahan itu terpaksa dilakukan demi menghapus utang Srilanka sekitar 1 miliar dolar AS.


Kini Cina mengendalikan pelabuhan utama, tepat di ambang pintu saingannya, India. Pelabuhan itu juga sangat strategis di jalur komersial dan militer.



Kasus negara-negara Pasifik


Australia dinilai agak lamban menanggapi melusnya pengaruh Cina di kawasan Pasifik. Pinjaman dan bantuan Cina di sana telah meningkat menjadi 1,8 miliar dolar  AS dalam waktu satu dekade. Sejumlah negara kini sudah sangat bergantung pada utang dari Cina.


Cina malah menjanjikan untuk mengucurkan 5,8 miliar dolar AS di seluruh kawasan Pasifik. Di Papua Nugini misalnya, Cina menjanjikan kucuran pinjaman tanpa syarat sebesar 3,5 miliar dolar AS untuk pembangunan infrastruktur jalan dari Port Moresby ke kawasan pedalaman.


photo
Cina menawarkan miliaran dolar pinjaman tanpa syarat ke Papua Nugini meskipun sebagian besar belum terealiasasi. (ABC News/Eric Tlozek)

Fiji kini berutang setengah miliar dolar ke Cina. Sementara Tonga terjerat utang lebih dari 160 juta dolar AS, yaitu sepertiga dari PDB negara itu. Cina telah memaksa Tonga untuk mengakui gagal membayar utangnya.


Perdana Menteri Tonga yang sebelumnya menyerukan negara-negara Pasifik bersatu melawan Cina akhirnya menarik pernyataannya tanpa alasan yang jelas. Awal tahun ini, laporan Cina akan membangun pangkalan militer di Vanuatu memicu kepanikan di Australia.


Perdana Menteri Scott Morrison telah mengumumkan pembentukan bank infrastruktur untuk proyek-proyek di kawasan Pasifik. Presiden Xi Jinping yang kini berkunjung ke Port Moresby untuk menghadiri KTT APEC, dijadwalkan mengadakan pertemuan khusus dengan pemimpin negara Pasifik. Presiden Xi diperkirakan akan menawarkan lebih banyak pinjaman lunak kepada mereka.



Proyek One Belt One Road (OBOR) Cina


Isu utama terkait investasi Cina di berbagai negara, adalah kebijakan utama Pemerintahan Presiden Xi, proyek bernama One Belt One Road (OBOR). OBOR bernilai triliun dolar dengan tujuan menghubungkan negara-negara di berbagai benua untuk tujuan perdagangan, dengan Cina sebagai pusatnya.


Cina menyebut proyek OBOR sebagai sama-sama menguntungkan bagi ambisi perdagangan globalnya dan bagi negara-negara berkembang yang butuh infrastruktur. Namun kenyataan di lapangan, kini sejumlah negara rentan terjebak dalam lilitan utang Cina.


Pada 2011, Tajikistan misalnya telah menyerahkan tanah di perbatasannya yang disengketakan dengan Cina sebagai bentuk pembayaran utang. Cina juga mengucurkan pinjaman satu miliar dolar lebih bagi Montenegro untuk membangun jalan raya yang menghubungkan Port of Bar dengan Serbia. Proyek itu sendiri dikerjakan perusahaan konstruksi Cina.


Namun, akibat nilai tukar mata uang dan cetak-biru proyek itu, terjadi pembengkakan biaya sehingga hanya bisa terbangun sebagian. Montenegro kini terancam menghentikan proyek itu atau menegosiasi pinjaman lebih besar ke Cina, menyebabkan negera itu kian terjerat lebih jauh dalam pengaruh Beijing.


photo
Utang luar negeri Zambia sebagian besar berasal dari Cina. (ABC News/Siobhan Heanue)

Di Afrika, Cina membiayai proyek-proyek besar di seluruh benua, dan tingkat investasi Beijing semakin cepat. Pada September, Presiden Xi menjanjikan pinjaman 82 miliar dolar untuk negara-negara Afrika selama tiga tahun. Jumlah yang sama telah dikucurkan pada 2015.


Investasi Cina di Zambia misalnya sangat menonjol. Pembangunan sekolah, rumah sakit dan konstruksi memiliki simbol-simbol Cina, termasuk jaringan jalan raya baru. Namun utang dari Cina di Zambia kini mencapai sepertiga dari total utang negara 13 miliar dolar AS.



Kesepakatan utang mengkhawatirkan


Saat ini banyak negara telah menikmati jaringan jalan raya dan bandara baru. Namun mungkin hanya masalah waktu sampai mereka akhirnya terjebak utang. Meningkatnya ketergantungan pada investasi Cina di seluruh dunia meningkatkan kekhawatiran tentang dinamika geopolitik di abad ke-21.


Sejumlah negara, dipicu oleh kasus Srilanka tahun lalu, mulai melepaskan diri dari ketergantungan mereka pada pinjaman Cina. Nepal dan Pakistan misalnya telah membatalkan proyek-proyek infrastruktur pada 2017.


Tapi bukan hanya negara berkembang yang berhutang kepada Cina. Cina kini tercatat sebagai pemberi utang terbesar ke AS, yaitu sebesar 1,1 triliun dolar AS dalam bentuk obligasi pemerintah.


Namun patut dicatat, di tengah kekhawatiran meningkatnya pengaruh China, hanya ada satu pangkalan militer mereka di luar negeri, yaitu, di sebuah negara kecil bernama Djibouti di Afrika Timur.


Bandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki 800 pangkalan militer di 70 negara. Artinya, Cina bukanlah satu-satunya negara di dunia yang memproyeksikan kekuatannya ke negara lain.


Seberapa besar ambisi Presiden Xi dalam hal itu masih belum jelas. Namun tak diragukan lagi dia jelas menghendaki Cina memimpin apa yang dijuluki sebagai Abad Asia.



Credit  republika.co.id