Rabu, 21 November 2018

Ukraina Tolak Pencalonan Perwira Rusia sebagai Bos Interpol


Ukraina Tolak Pencalonan Perwira Rusia sebagai Bos Interpol
Kementerian Dalam Negeri Ukraina menolak pencalonan perwira polisi senior Rusia, Mayor Jendral Alexander Prokopchuk untuk jabatan sebagai Presiden Interpol. Foto/Istimewa

KIEV - Kementerian Dalam Negeri Ukraina menolak pencalonan perwira polisi senior Rusia, Mayor Jendral Alexander Prokopchuk untuk jabatan kepala Organisasi Polisi Kriminal Internasional (Interpol).

Seperti diketahui, bulan lalu, Presiden Interpol, Meng Hongwei mengundurkan diri dari jabatannya karena pihak berwenang China mencurigainya melakukan sejumlah kejahatan, salah satunya adalah korupsi.

Dalam sebuah pernyataan, kementerian itu menuturkan jika Prokopchuk terpilih menjadi pemimpin Interpol, maka dia akan menggunakan posisinya untuk menghajar semua lawan politik Moskow, khususnya yang saat ini mencari perlindungan di luar negeri.

"Jika Alexander Prokopchuk menjadi Presiden Interpol, ini akan memungkinkan rezim Rusia untuk memperluas lebih lanjut praktik menggunakan 'pemberitahuan merah' untuk membatasi kebebasan bergerak dan untuk mengadili orang-orang yang dianggapnya tidak diinginkan," ucap kementerian itu,

"Dunia harus mengakui toksisitas rezim ini dan bekerja untuk menerapkan langkah-langkah pencegahan, daripada melegalkannya, menunjuk perwakilan Rusia sebagai pemimpin Interpol," sambungnya, seperti dilansir Sputnik pada Senin (19/11).

Kementerian itu menambahkan, mereka bekerja secara intensif di Majelis Umum Interpol yang berlokasi di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) untuk mencegah Prokopchuk menjadi kepala organisasi itu.

Hubungan antara Moskow dan Kiev memburuk pada 2014 setelah referendum Krimea dan krisis di timur Ukraina. Pihak berwenang Ukraina menuduh Rusia mencampuri urusan internal Ukraina dan terlibat dalam konflik di Donbas.

Rusia telah berulang kali membantah tuduhan itu, menekankan bahwa mereka bukan pihak dalam konflik internal di Ukraina dan ingin negara itu untuk mengatasi krisis politik dan ekonomi. 



Credit  sindonews.com