Rahul Gandhi, anak, cucu, sekaligus buyut para
perdana menteri India resmi dilantik menjadi Presiden Partai Kongres,
partai oposisi India. (AFP PHOTO / Prakash SINGH)
Menyusul kekalahan Partai Kongres pada pemilu 2014, Gandhi berjuang untuk meyakinkan pemilihnya, juga kalangan partainya sendiri tentang kemampuannya memimpin. Namun seorang pemimpin senior Partai Kongres, Ghulam Nabi Azad menyatakan saat ini Gandhi siap menghadapi tantangan selanjutnya.
"Seluruh negara berharap banyak dari Rahul Gandhi," kata Azad seperti dilaporkan Reuters.
Gandhi akan menghadapi tantangan dari partai berkuasa, Partai Bharatiya Janata Party (BJP), partai Perdana Menteri Narendra Modi saat ini dalam pemilu 2019.
Sebagai putra, cucu dan buyut para perdana menteri India, Rahul Gandhi mengemban harapan sejak ayahnya, Rajiv Gandhi terbunuh pada 1991.
Surat kabar Financial Times dalam tajuknya bulan lalu menyebut Rahul sebagai "orang yang ramah dan menyenangkan, namun tak memiliki kemauan untuk merebut kekuasaan atau naluri pembunuh yang diperlukan untuk memenangkan pertarungan politik di India."
Menurut jajak yang digelar Pew Research Center awal tahun ini, hanya 58 persen warga India menganggapnya secara positif. Soal popularitas, Perdana Menteri Narendra Modi berada 30 poin di atas Rahul Gandhi.
Kehidupan Istimewa
Kalangan pengamat menyatakan Rahul Gandhi akan selalu dilihat sebagai penerus dinasti. "Tapi akan tergantung pada bagaimana dia memimpin partai," kata Gurpreet Mahajan, dosen ilmu politik di Universitas Jawaharlal Nehru, New Delhi.
PM Modi, putra penjualteh berulangkali mengejek Rahul sebagai 'shehzada' atau pangeran.
Rahul terlahir dalam kehidupan penuh keistimewaan. Namun masa mudanya penuh dengan tragedi.
Dia baru berusia 14 tahun saat neneknya, Indira Gandhi dibunuh oleh pengawalnya sendiri, yang berasal dari kaum Sikh pada 1984. Pembunuhan itu dilakukan sebagai balas dendam atas penyerbuan Kuil Emas di Amritsar.
Enam tahun kemudian ayahnya, Rajiv tewas akibat ledakan bom bunuh diri saat berkampanye.
"Saya melihat bagaimana nenek saya meninggal, ayah saya meninggal. Saya juga melihat bagaimana nenek saya dijebloskan ke penjara. Sesungguhnya saya melalui penderitaan yang luar biasa saat masih kecil," kata Rahul dalam sebuah wawancara di televisi.
"Ketika hal-hal seperti ini terjadi pada Anda, apa yang harus saya takutkan telah hilang. Tak ada lagi yang saya takutkan," kata dia.
Rahul mengenyam pendidikan di India, Harvard dan Cambridge. Dia pertama kali bekerja dalam manajemen bisnis di London sebelum menenangkan kursi keluarga Amethi di Uttar Pradesh pada 2004.
Setelah menjabat sebagai ketua organisasi pemuda partai, profilnya meningkat saat dilantik menjadi Wakil Presiden Partai Kongres pada Januari 2013.
Rahul berjuang mengukir reputasinya sendiri sebagai politisi. Dia menolak tawaran untuk menjabat saat Partai Kongres memerintah. Rahul memilih tetap berada di Parlemen dan mendorong Undang-undang Hak Informasi yang dianggap sebagai kunci guna mencegah korupsi yang merajalela. Juga Undang-undang Ketahanan Pangan yang dikritik tak akan mampu dilakukan India.
Rahul tampak paling bersemangat mempertahankan tradisi sekular yang diturunkan sang kakek buyutnya, Jawaharlal Nehru, perdana menteri pertama India, yang model sosialisnya membingkai ekonomi pasca kemerdekaan.
Credit cnnindonesia.com