Rabu, 18 Oktober 2017

Rusia: AS Tak Becus Dalam Melakukan Dialog


Rusia: AS Tak Becus Dalam Melakukan Dialog
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyatakan, pemerintah AS saat ini tidak memiliki kemampaun untuk menyelesaikan masalah melalui jalur dialog. Foto/Reuters


MOSKOW - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyatakan, pemerintah Amerika Serikat (AS) saat ini tidak memiliki kemampaun untuk menyelesaikan masalah melalui jalur dialog. Dia percaya bahwa pendekatan AS untuk menekan isu nuklir, seperti kesepakatan nuklir Iran dan nuklir Korea Utara, hanya memperburuk masalah yang ada di dunia.

Lavrov menuturkan, keputusan terbaru yang diambil Presiden AS Donald Trump terkait kesepakatan nuklir Iran membuktikan hal tersebut. Menurutnya, kebijakan yang diambil AS saat ini, dalam upaya menyelesaikan yang ada di dunia justru menimbulkan kekhawatiran membuat masalah tersebut semakin rumit.

"Hilangnya saling percaya menyebabkan keprihatinan yang mendalam. Sayangnya, tren negatif ini hanya diperparah oleh keputusan AS untuk benar-benar menarik diri dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) dalam program nuklir Iran, dan sebagai akibat ancaman Washington untuk menyelesaikan masalah Semenanjung Korea dengan cara militer," kata Lavrov.

"Dua tahun yang lalu, sebuah kesepakatan dicapai pada program nuklir Iran, dan telah disetujui oleh Dewan Keamanan PBB, seluruh dunia menyambutnya. Sekarang Washington menarik diri darinya, ini lagi-lagi masalah yang bisa dinegosiasikan dalam nilai kebijakan luar negeri," sambungnya, seperti dilansir Sputnik pada Senin (16/10).

Dia menambahkan bahwa keputusan AS mengenai Iran menunjukkan ketidakpercayaan mereka dan, karenanya, tidak ada alasan bagi Korut untuk bernegosiasi dengan AS.

Pada saat yang sama, diplomat senior Rusia itu  menyebut perilaku Pyongyang provokatif, karena negara tersebut melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB. "Saya tidak membenarkan Pyongyang, Pyongyang bertindak provokatif, secara terang-terangan melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB," tukasnya. 





Credit  sindonews.com