MARAWI
- Militer Filipina mengatakan kemungkinan besar seorang militan
Malaysia telah terbunuh dalam pertempuran semalam. Militan asal Negeri
Jiran diprediksi akan menjadi pemimpin ISIS Asia Tenggara.
Komandan satuan tugas komando Filipina, Kolonel Romeo Brawner mengatakan, sebanyak 13 pemberontak loyalis ISIS yang bersembunyi di jantung kota Marawi yang hancur terbunuh dalam sebuah operasi. Militan asal Malaysia, Mahmud Ahmad, kemungkinan berada di antara militan yang tewas.
"Ada kemungkinan besar bahwa Dr Mahmud termasuk di antara mereka tapi kami hanya akan jika kami memiliki kecocokan dengan sampel DNA, mungkin catatan gigi," terang Brawner seperti dikutip dari Reuters, Kamis (19/10/2017).
Jika dikonfirmasi, kematian Mahmud akan menjadi pukulan yang signifikan bagi usaha ISIS untuk mendirikan sebuah kehadiran di Mindanao, sebuah pulau besar di Filipina dimana pelanggaran hukum, kemiskinan dan pemberontakan telah berlangsung selama beberapa dekade.
Mahmud, salah satu pria paling dicari di Malaysia, diyakini sangat berperan dalam mendanai pengepungan Marawi. Pengepungan itu telah berlangsung hampir lima bulan dan menewaskan lebih dari 1.000 orang, kebanyakan pemberontak.
Beberapa ahli mengatakan bahwa dia bisa menjadi "emir" Negara Islam di Asia Tenggara setelah kematian dari Isnilon Hapilon, kepala aliansi militan yang mengepung Marawi.
Hapilon, pemimpin faksi kelompok Abu Sayyaf dan yang dicari oleh FBI, tewas dini hari Senin bersama Omarkhayam Maute, salah satu dari dua pemimpin klan militan Maute. Mereka bekerja sama untuk mencoba mengumumkan sebuah Negara Islam "Wilaya" di Filipina selatan.
Aliansi ini diperkuat oleh para pejuang dari Indonesia, Malaysia, Singapura dan Timur Tengah, di antara negara-negara lain, dan Mahmud, seorang mantan dosen universitas berusia 39 tahun, diyakini telah berperan penting dalam menarik dana untuk membiayai operasi tersebut.
Dia terlihat dalam sebuah video bersama Hapilon dan dua bersaudara Maute yang merencanakan pengepungan Marawi. Pakar keamanan mengatakan bahwa dia belajar di Pakistan sebelum pergi ke Afghanistan di mana dia belajar membuat bom di sebuah kamp al Qaeda. Dia meninggalkan Malaysia pada 2014.
Brawner mengulangi bahwa militer tidak yakin akan kematian Mahmud dan masih berusaha menentukan berapa banyak pejuang yang tersisa.
"Resistensi masih ada. Sebenarnya, kita bisa dengar dari latar belakang, pertempuran sedang berlangsung," katanya, saat baku tembak sebentar-sebentar terdengar.
Komandan satuan tugas komando Filipina, Kolonel Romeo Brawner mengatakan, sebanyak 13 pemberontak loyalis ISIS yang bersembunyi di jantung kota Marawi yang hancur terbunuh dalam sebuah operasi. Militan asal Malaysia, Mahmud Ahmad, kemungkinan berada di antara militan yang tewas.
"Ada kemungkinan besar bahwa Dr Mahmud termasuk di antara mereka tapi kami hanya akan jika kami memiliki kecocokan dengan sampel DNA, mungkin catatan gigi," terang Brawner seperti dikutip dari Reuters, Kamis (19/10/2017).
Jika dikonfirmasi, kematian Mahmud akan menjadi pukulan yang signifikan bagi usaha ISIS untuk mendirikan sebuah kehadiran di Mindanao, sebuah pulau besar di Filipina dimana pelanggaran hukum, kemiskinan dan pemberontakan telah berlangsung selama beberapa dekade.
Mahmud, salah satu pria paling dicari di Malaysia, diyakini sangat berperan dalam mendanai pengepungan Marawi. Pengepungan itu telah berlangsung hampir lima bulan dan menewaskan lebih dari 1.000 orang, kebanyakan pemberontak.
Beberapa ahli mengatakan bahwa dia bisa menjadi "emir" Negara Islam di Asia Tenggara setelah kematian dari Isnilon Hapilon, kepala aliansi militan yang mengepung Marawi.
Hapilon, pemimpin faksi kelompok Abu Sayyaf dan yang dicari oleh FBI, tewas dini hari Senin bersama Omarkhayam Maute, salah satu dari dua pemimpin klan militan Maute. Mereka bekerja sama untuk mencoba mengumumkan sebuah Negara Islam "Wilaya" di Filipina selatan.
Aliansi ini diperkuat oleh para pejuang dari Indonesia, Malaysia, Singapura dan Timur Tengah, di antara negara-negara lain, dan Mahmud, seorang mantan dosen universitas berusia 39 tahun, diyakini telah berperan penting dalam menarik dana untuk membiayai operasi tersebut.
Dia terlihat dalam sebuah video bersama Hapilon dan dua bersaudara Maute yang merencanakan pengepungan Marawi. Pakar keamanan mengatakan bahwa dia belajar di Pakistan sebelum pergi ke Afghanistan di mana dia belajar membuat bom di sebuah kamp al Qaeda. Dia meninggalkan Malaysia pada 2014.
Brawner mengulangi bahwa militer tidak yakin akan kematian Mahmud dan masih berusaha menentukan berapa banyak pejuang yang tersisa.
"Resistensi masih ada. Sebenarnya, kita bisa dengar dari latar belakang, pertempuran sedang berlangsung," katanya, saat baku tembak sebentar-sebentar terdengar.
Credit sindonews.com