WASHINGTON
- Sanksi terhadap Myanmar dan pemotongan bantuan Amerika Serikat perlu
diambil untuk menekan pemerintah negara itu agar menghentikan serangan
terhadap minoritas muslim Rohingya. Wacana penjatuhan sanksi itu
disampaikan Wakil Asisten Menteri Luar Negeri AS Patrick Murphy.
”Kami tidak ingin mengambil tindakan yang memperburuk penderitaan mereka. Ada risiko di lingkungan yang rumit ini,” kata Murphy dalam sidang Komite Hubungan Luar Negeri Parlemen AS, pada hari Kamis waktu setempat.
Kekerasan terbaru pecah di negara bagian Rakhine sejak 25 Agustus 2017. Awalnya, kelompok militan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) menyerang puluhan pos polisi yang menewaskan 12 petugas. Serangan itu memicu operasi militer terhadap banyak desa yang dihuni etnis Rohingya di Rakhie.
Lebih dari 300 orang tewas sepanjang operasi militer. Pihak militer mengklaim ratusan orang yang tewas itu merupakan anggota militan ARSA.
Namun, para korban selamat menuduh operasi militer di Rakhine brutal karena membunuh warga sipil Rohingya yang tidak bersalah. Krisis di Rakhine juga menyebabkan ratusan warga eksodus ke Bangladesh untuk menghindari kekerasan.
Banyak anggota parlemen AS mendesak pemerintah Presiden Donald Trump untuk memberi tanggapan yang keras terhadap krisis Rohingya. Para politisi parlemen Washington itu juga mengecam pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, peraih Nobel perdamaian yang pernah sangat populer di Washington, karena gagal berbuat lebih banyak.
Ed Royce, Ketua Urusan Luar Negeri Partai Republik mengkritik pernyataan Myanmar baru-baru ini yang mengatakan bahwa militernya tidak melakukan pembersihan etnis. ”Mereka yang bertanggung jawab atas kekejaman ini harus diadili. Dia (Suu Kyi) dan jenderal militer harus menghadapi tantangan ini," katanya, seperti dilansir Reuters, Jumat (6/10/2017).
Eliot Engel, anggota perlemen dari Partai Demokrat mengatakan bahwa Washington harus mempertimbangkan kembali keputusannya terkait penjatuhan sanksi terhadap pemerintah dan militer Myanmar.
AS telah meminta Myanmar untuk mengizinkan masuk akses inspektur internasional ke Negara Bagian Rakhine.
”Kami duduk di sini dengan kaos putih dan pakaian kami dan orang-orang ini dipenggal dan dibuang dari negara mereka,” ujar anggota Partai Republik, Scott Perry. ”Seseorang perlu mengambil tindakan,” ujarnya.
”Kami tidak ingin mengambil tindakan yang memperburuk penderitaan mereka. Ada risiko di lingkungan yang rumit ini,” kata Murphy dalam sidang Komite Hubungan Luar Negeri Parlemen AS, pada hari Kamis waktu setempat.
Kekerasan terbaru pecah di negara bagian Rakhine sejak 25 Agustus 2017. Awalnya, kelompok militan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) menyerang puluhan pos polisi yang menewaskan 12 petugas. Serangan itu memicu operasi militer terhadap banyak desa yang dihuni etnis Rohingya di Rakhie.
Lebih dari 300 orang tewas sepanjang operasi militer. Pihak militer mengklaim ratusan orang yang tewas itu merupakan anggota militan ARSA.
Namun, para korban selamat menuduh operasi militer di Rakhine brutal karena membunuh warga sipil Rohingya yang tidak bersalah. Krisis di Rakhine juga menyebabkan ratusan warga eksodus ke Bangladesh untuk menghindari kekerasan.
Banyak anggota parlemen AS mendesak pemerintah Presiden Donald Trump untuk memberi tanggapan yang keras terhadap krisis Rohingya. Para politisi parlemen Washington itu juga mengecam pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, peraih Nobel perdamaian yang pernah sangat populer di Washington, karena gagal berbuat lebih banyak.
Ed Royce, Ketua Urusan Luar Negeri Partai Republik mengkritik pernyataan Myanmar baru-baru ini yang mengatakan bahwa militernya tidak melakukan pembersihan etnis. ”Mereka yang bertanggung jawab atas kekejaman ini harus diadili. Dia (Suu Kyi) dan jenderal militer harus menghadapi tantangan ini," katanya, seperti dilansir Reuters, Jumat (6/10/2017).
Eliot Engel, anggota perlemen dari Partai Demokrat mengatakan bahwa Washington harus mempertimbangkan kembali keputusannya terkait penjatuhan sanksi terhadap pemerintah dan militer Myanmar.
AS telah meminta Myanmar untuk mengizinkan masuk akses inspektur internasional ke Negara Bagian Rakhine.
”Kami duduk di sini dengan kaos putih dan pakaian kami dan orang-orang ini dipenggal dan dibuang dari negara mereka,” ujar anggota Partai Republik, Scott Perry. ”Seseorang perlu mengambil tindakan,” ujarnya.
Credit sindonews.com