CB, Yangon - Ratusan anggota kelompok
Budha garis keras, termasuk biksu, memprotes rencana pemerintah Myanmar
untuk memulangkan ratusan ribu warga etnis minoritas Rohingya ke negara itu dari tempat pengungsian di Bangladesh.
Lebih dari 580.000 orang dari komunitas Muslim minoritas dan sekitar 30.000 orang non-Muslim telah menyelamatkan diri ke Bangladesh sejak Agustus. Ini terjadi karena militer Myanmar dan milisi Budha garis keras melakukan bumi hangus terhadap rumah dan desa tempat warga Rohingya tinggal di negara bagian Rakhine.
Kekerasan itu menyusul serangan gerilyawan Muslim terhadap pos polisi Myanmar, yang mayoritas beragama Buddha dan dulu dikenal sebagai Birma.
Pemimpin negara Aung San Suu Kyi mengatakan pemerintahnya sedang mengadakan pembicaraan dengan pemerintah Bangladesh untuk repatriasi pengungsi warga minoritas Rohingya.
Mereka perlu membuktikan mereka adalah warga Myanmar, namun hanya sedikit yang dianggap memiliki dokumen yang relevan.
Protes oleh umat Budha terjadi di ibukota negara bagian, Sittwe, di mana banyak orang Rohingya tinggal sebelum mereka terpaksa melarikan diri dari kekerasan militer Myanmar. Para aktivis itu mendesak pemerintah untuk tidak memulangkan warga minoritas Rohingya.
Aung Htay, penyelenggara demonstrasi, mengatakan: "Jika orang-orang ini tidak memiliki hak untuk menjadi warga negara, rencana pemerintah untuk membuat zona bebas konflik tidak akan pernah terlaksana."
Pejabat lokal mengatakan warga Rohingya tidak mungkin bisa kembali ke tanah mereka, dan mungkin mendapati pertanian mereka telah dipanen dan dijual oleh pemerintah.
Myanmar tidak mengakui etnis minoritas Rohingya sebagai kelompok etnis dan menegaskan bahwa mereka adalah migran Bengali dari Bangladesh yang hidup secara ilegal. Padahal banyak keluargaRohingya telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.
Rohingya dikeluarkan dari 135 kelompok etnis resmi di negara itudan pemerintah Myanmar telah menolak memberi mereka kewarganegaraan.
Sementara itu, ribuan orang berkumpul pada Minggu, 22 Oktober 2017 di ibukota Myanmar, untuk menunjukkan dukungan bagi Suu Kyi dan penanganan pemerintah atas krisis Rohingya.
Banyak orang mengenakan kaos dengan foto Suu Kyi dan beberapa bingkai foto Suu Kyi dan bendera partai Liga Nasional untuk Demokrasi, ikut dalam demonstrasi tersebut.
Citra global Suu Kyi, peraih Nobel Perdamaian, telah dirusak oleh tindak kekerasan militer Myanmar terhaap warga minoritas etnis Rohingya di Rakhine, yang telah memicu krisis pengungsi terbesar di Asia dalam beberapa dasawarsa terakhir.
Lebih dari 580.000 orang dari komunitas Muslim minoritas dan sekitar 30.000 orang non-Muslim telah menyelamatkan diri ke Bangladesh sejak Agustus. Ini terjadi karena militer Myanmar dan milisi Budha garis keras melakukan bumi hangus terhadap rumah dan desa tempat warga Rohingya tinggal di negara bagian Rakhine.
Min Aung Hlaing dan Aung Suu Kyi. REUTERS
Pengungsi
Rohingya mengatakan sejumlah keluarga dan tetangga desa mereka telah
dibunuh dan diperkosa. PBB menggambarkan tindakan militer Myanmar dan
milisi Budha ini sebagai contoh jelas tentang pembersihan etnis.
Kekerasan itu menyusul serangan gerilyawan Muslim terhadap pos polisi Myanmar, yang mayoritas beragama Buddha dan dulu dikenal sebagai Birma.
Pemimpin negara Aung San Suu Kyi mengatakan pemerintahnya sedang mengadakan pembicaraan dengan pemerintah Bangladesh untuk repatriasi pengungsi warga minoritas Rohingya.
Mereka perlu membuktikan mereka adalah warga Myanmar, namun hanya sedikit yang dianggap memiliki dokumen yang relevan.
Protes oleh umat Budha terjadi di ibukota negara bagian, Sittwe, di mana banyak orang Rohingya tinggal sebelum mereka terpaksa melarikan diri dari kekerasan militer Myanmar. Para aktivis itu mendesak pemerintah untuk tidak memulangkan warga minoritas Rohingya.
Aung Htay, penyelenggara demonstrasi, mengatakan: "Jika orang-orang ini tidak memiliki hak untuk menjadi warga negara, rencana pemerintah untuk membuat zona bebas konflik tidak akan pernah terlaksana."
Pejabat lokal mengatakan warga Rohingya tidak mungkin bisa kembali ke tanah mereka, dan mungkin mendapati pertanian mereka telah dipanen dan dijual oleh pemerintah.
Myanmar tidak mengakui etnis minoritas Rohingya sebagai kelompok etnis dan menegaskan bahwa mereka adalah migran Bengali dari Bangladesh yang hidup secara ilegal. Padahal banyak keluargaRohingya telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.
Rohingya dikeluarkan dari 135 kelompok etnis resmi di negara itudan pemerintah Myanmar telah menolak memberi mereka kewarganegaraan.
Sementara itu, ribuan orang berkumpul pada Minggu, 22 Oktober 2017 di ibukota Myanmar, untuk menunjukkan dukungan bagi Suu Kyi dan penanganan pemerintah atas krisis Rohingya.
Banyak orang mengenakan kaos dengan foto Suu Kyi dan beberapa bingkai foto Suu Kyi dan bendera partai Liga Nasional untuk Demokrasi, ikut dalam demonstrasi tersebut.
Citra global Suu Kyi, peraih Nobel Perdamaian, telah dirusak oleh tindak kekerasan militer Myanmar terhaap warga minoritas etnis Rohingya di Rakhine, yang telah memicu krisis pengungsi terbesar di Asia dalam beberapa dasawarsa terakhir.
Credit TEMPO.CO