Setelah ia menyerang Kuwait pada 1990, sebuah koalisi pimpinan AS menyerbu Irak pada 1991, tetapi gagal menyingkirkan Saddam dari kursi kekuasaannya. Sepanjang 1990-an, Saddam menghadapi sanksi ekonomi dan serangan udara AS yang ditujukan untuk melumpuhkan kemampuannya memproduksi senjata kimia, biologi, dan nuklir.
Irak terus menghadapi tuduhan penjualan minyak ilegal dan pengembangan senjata kimia. AS lagi-lagi menyerbu negara itu pada Maret 2003. Kali ini dengan tujuan untuk menggulingkan Saddam dan rezimnya.
"Tidak diragukan bahwa umat beriman akan menang melawan agresi," ujar Saddam saat itu.
Meski demikian, selama invasi AS, Saddam bersembunyi dan berbicara kepada rakyatnya hanya melalui rekaman audio sesekali. Setelah mengumumkan bahwa Saddam merupakan orang yang paling dicari dari daftar 55 anggota di rezimnya, AS memulai pencarian intens.
Pada 22 Juli 2003, putra-putra Saddam, Uday dan Qusay, terbunuh ketika tentara AS menyerbu sebuah vila tempat mereka tinggal di Kota Mosul, Irak utara. Lima bulan kemudian, pada 13 Desember 2003, tentara AS menemukan Saddam Hussein bersembunyi di lubang sedalam enam sampai delapan kaki, sejauh sembilan mil di luar kota kelahirannya di Tikrit.
Pria yang pernah terobsesi dengan kebersihan itu ternyata ditemukan tidak terawat, dengan janggut lebat dan rambut kusut. Dia tidak melawan dan tidak terluka selama penangkapan. Seorang tentara di lokasi menggambarkannya sebagai seorang pria yang pasrah akan nasibnya.
Saddam kemudian dijebloskan ke penjara Irak dengan penjagaan tentara AS. Ia segera menghadapi persidangan di depan pengadilan khusus terkait beberapa kasus kriminal yang mendakwanya.
Persidangan pertama dimulai pada Oktober 2005. Pada 5 November tahun berikutnya, dia dinyatakan bersalah atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung.
Setelah gagal mengajukan banding, dia dieksekusi pada 30 Desember 2006. Meskipun telah dilakukan pencarian yang panjang, senjata pemusnah massal tidak pernah ditemukan di Irak.
Credit republika.co.id