Ilustrasi Dewan Perwakilan Amerika Serikat saat bersidang. (REUTERS/Jonathan Ernst)
Jakarta, CB -- Dewan Perwakilan Amerika Serikatmendesak pemerintah Myanmarmembebaskan dua wartawan kantor berita Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo yang divonis satu tahun lalu. Mereka juga menyatakan melalui resolusi kalau angkatan bersenjata Myanmar melakukan genosida terhadap etnis Rohingya.
Wa Lone dan Soe Oo dihukum tujuh tahun penjara, karena memberitakan pembantaian yang dilakukan aparat setempat terhadap sepuluh pria Muslim Rohingya tahun lalu. Mereka ditangkap pada 12 Desember 2017. Pengacara kedua wartawan ini akan mengajukan banding yang dijadwalkan pada 24 Desember.
Mengutip Reuters, Jumat (14/12), ini merupakan pertama kalinya pemerintah AS mengungkapkan pendapatnya secara terbuka terkait kasus Rohingya.
Pernyataan tersebut disampaikan setelah Dewan Perwakilan melakukan pemungutan suara untuk mengesahkan resolusi, dengan hasil 394-1 untuk mendesak pembebasan Wa Lone dan Soe Oo dan mengakui genosida atas etnis Rohingya.
Hanya satu anggota dewan yang menolak resolusi tersebut, yakni Andy Biggs dari Partai Republik yang berasal dari Arizona.
Ketika diminta mengomentari pemungutan suara Biggs, Ketua Dewan Perwakilan Daniel Stefanski tidak secara langsung menjawab pertanyaan tersebut.
"Penindasan berkelanjutan Rohingya di Myanmar adalah tidak manusiawi," tuturnya.
Ia juga mendesak Presiden Donald Trump untuk menggunakan tekanan diplomatik sekuat mungkin untuk mengakhiri pembantaian di Myanmar dan menuntut pembebasan dua jurnalis.
Dewan Perwakilan AS juga menyatakan pembantaian yang dilakukan oleh pasukan Myanmar terhadap Muslim Rohingya merupakan genosida.
"Amerika Serikat memiliki kewajiban moral untuk menyebut kejahatan ini sebagai genosida. Kegagalan untuk menyebutkan fakta ini membuat para pelaku terhindar dari tanggung jawab mereka ke pengadilan. Dengan resolusi ini, Dewan Perwakilan telah memenuhi tugasnya," kata Ketua Komite Urusan Luar Negeri Dewan Perwakilan, Ed Royce dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dariCNN.
Dalam laporan pada 27 Agustus, para penyelidik AS mengatakan militer Myanmar melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap sejumlah etnis Rohingya.
PBB telah menuding para jenderal angkatan bersenjata Myanmar membiarkan aksi genosida sejak September lalu. Sayang Kedutaan Myanmar di Washington masih belum menanggapi pernyataan tersebut. Begitu pula dengan Gedung Putih.
Credit CNN INDONESIA