“Pelanggaran udara itu di sini sebenarnya ada banyak macam. Kita kategorikan, yang pertama itu pesawat berawak dan pesawat non-berawak. Yang paling banyak melanggar itu tentu saja pesawat militer dan pesawat non-schadule dimiliki oleh negara lain,” terang Komandan Filghtlat Skadron Udara 11, Mayor Pnb Setyo Budi ‘Locust’ Pulungan kepada Angkasa, Rabu (29/3/2017) lalu.
“Karena mungkin ada blank area, kemudian ada juga yang ter-cover radar sipil tetapi fungsinya tidak bisa 100% seperti radar militer,” jelas Setyo.
Setyo juga menuturkan, bahwa kadang pesawat-pesawat yang melakukan pelanggaran itu masuk ke wilayah udara Indonesia dengan menggunakan satu squak number, tapi ketika sudah ter-detect di radar militer, pesawat-pesawat itu biasanya sudah banyak squak number-nya. “Itu hanya bisa di-detect oleh radar militer saja,” tegasnya.
“Kita memiliki dua induk oraganisasi di Angkatan Udara. Pertama kita berada di bawah Komando Operasi TNI Angkatan Udara II (Koopsau II), kita memiliki operasi ALKI, operasi perbatasan pengamanan pulau terluar. Kemudian kalau kita berinduk di Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas), kita memiliki operasi Ambalat, pengamanan perbatasan di pulau terluar juga ada,” papar Setyo.
“Kita daerah operasinya banyak, yang paling sering kita laksanakan adalah kita operasi di Kupang , kemudian di Jayapura. Terakhir kali kemarin kita pergi ke Tarakan, kita melaksanakan pengamanan di Ambalat,” pungkasnya.
Credit angkasa.grid.id