ilustrasi: serangan gas beracun membuat warga sulit bernapas. (AFP PHOTO / THAER MOHAMMED)
Jakarta, CB --
Gedung Putih menyalahkan terjadinya serangan senjata
kimia mematikan di provinsi Idlib, Suriah pada pemerintahan Presiden
Bashar al-Assad. Pihak gedung putih juga menyebut insiden itu sebagai
tragedi tercela dan tak bisa diabaikan oleh dunia yang beradab.
"Tindakan keji yang dilakukan oleh rezim Bashar al-Assad adalah konsekuensi dari keraguan dan kelemahan administrasi di masa lalu," kata juru bicara Gedung Putih Sean Spicer dikutip dari Reuters.
"Presiden Obama pad 2012 pernah berkata bahwa dia akan menetapkan garis merah terhadap penggunaan senjata kimia tapi kemudian tak melakukan apapun."
Spicer menolak mengatakan tindakan apa yang akan dilakukan pemerintah AS terhadap masalah ini. Namun dia mengungkapkan kalau Presiden Donald Trump sudah bicara dengan tim keamanan nasionalnya tentang masalah tersebut pada Selasa (4/4).
"Saya belum siap bicara tentang langkah selanjutnya, tapi kami akan sampai di sana secepatnya."
Serangan dengan menggunakan gas kimia beracun ini diduga menewaskan puluhan orang, termasuk anak-anak. Militer Suriah sendiri membantah bertanggung jawab atas tragedi tersebut dan mengatakan kalau mereka tak menggunakan senjata kimia.
Pemerintah AS juga percaya bahwa bahan kimia yang digunakan adalah sarin. Gas sarin ini 'hampir dipastikan' dibawa oleh pasukan yang setia pada Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
"Tindakan keji yang dilakukan oleh rezim Bashar al-Assad adalah konsekuensi dari keraguan dan kelemahan administrasi di masa lalu," kata juru bicara Gedung Putih Sean Spicer dikutip dari Reuters.
"Presiden Obama pad 2012 pernah berkata bahwa dia akan menetapkan garis merah terhadap penggunaan senjata kimia tapi kemudian tak melakukan apapun."
|
Spicer menolak mengatakan tindakan apa yang akan dilakukan pemerintah AS terhadap masalah ini. Namun dia mengungkapkan kalau Presiden Donald Trump sudah bicara dengan tim keamanan nasionalnya tentang masalah tersebut pada Selasa (4/4).
"Saya belum siap bicara tentang langkah selanjutnya, tapi kami akan sampai di sana secepatnya."
Serangan dengan menggunakan gas kimia beracun ini diduga menewaskan puluhan orang, termasuk anak-anak. Militer Suriah sendiri membantah bertanggung jawab atas tragedi tersebut dan mengatakan kalau mereka tak menggunakan senjata kimia.
Pemerintah AS juga percaya bahwa bahan kimia yang digunakan adalah sarin. Gas sarin ini 'hampir dipastikan' dibawa oleh pasukan yang setia pada Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
Credit CNN Indonesia
Serangan Gas Beracun di Suriah, 35 Orang Tewas
Meskipun sudah menandatangani Konvensi
Senjata Kimia, pemerintah Suriah masih kerap dituding menggunakan
senjata kimia. (AFP Photo/Thaer Mohammed)
Jakarta, CB --
Setidaknya 35 orang tewas akibat serangan udara yang
membawa gas beracun di salah satu daerah kekuasaan pemberontak di
Suriah, Khan Sheikhun, pada Selasa (4/4).
Syrian Observatory for Human Rights melaporkan bahwa kebanyakan korban tewas dan terluka adalah warga sipil. Puluhan orang lain juga dikabarkan mengidap gangguan pernapasan akibat serangan ini.
Kelompok pemonitor yang berbasis di Inggris itu belum dapat memastikan kandungan di dalam gas itu. Sejumlah sumber medis di lapangan mengatakan, para korban mengalami gejala seperti pingsan, muntah-muntah, hingga mulut berbusa.
Mereka juga belum bisa mengetahui pesawat kubu mana yang melakukan serangan, kelompok pemberontak atau pasukan pemerintah dan Rusia.
Kini, Syrian Observatory for Human Rights mengatakan bahwa sejumlah pihak mulai menyelidiki kubu penyerang melalui tipe, lokasi, pola serangan, dan amunisi yang digunakan.
Diberitakan AFP, Khan Sheikhun terletak di Provinsi Idlib. Sebagian besar provinsi itu dikuasai oleh sejumlah pemberontak, termasuk mantan sekutu Al Qaidah, Front Fateh al-Sham.
Provinsi itu pun menjadi salah satu target utama bagi pasukan rezim yang dibantu oleh Rusia. Daerah itu juga menjadi sasaran serangan udara koalisi pimpinan Amerika Serikat.
Pemerintah Suriah sendiri sudah menyepakati Konvensi Senjata Kimia dan diwajibkan menyerahkan senjata kimianya pada 2013.
Namun, mereka kerap kali dituding menggunakan senjata kimia. Investigasi Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan bahwa rezim Suriah melakukan setidaknya tiga serangan gas klorin pada 2014-2015.
Pemerintah selalu membantah tudingan tersebut. Mereka malah balik menuding bahwa para kelompok pemberontak lah sebenarnya yang menyerang menggunakan senjata kimia.
Syrian Observatory for Human Rights melaporkan bahwa kebanyakan korban tewas dan terluka adalah warga sipil. Puluhan orang lain juga dikabarkan mengidap gangguan pernapasan akibat serangan ini.
Kelompok pemonitor yang berbasis di Inggris itu belum dapat memastikan kandungan di dalam gas itu. Sejumlah sumber medis di lapangan mengatakan, para korban mengalami gejala seperti pingsan, muntah-muntah, hingga mulut berbusa.
Mereka juga belum bisa mengetahui pesawat kubu mana yang melakukan serangan, kelompok pemberontak atau pasukan pemerintah dan Rusia.
Kini, Syrian Observatory for Human Rights mengatakan bahwa sejumlah pihak mulai menyelidiki kubu penyerang melalui tipe, lokasi, pola serangan, dan amunisi yang digunakan.
Diberitakan AFP, Khan Sheikhun terletak di Provinsi Idlib. Sebagian besar provinsi itu dikuasai oleh sejumlah pemberontak, termasuk mantan sekutu Al Qaidah, Front Fateh al-Sham.
Provinsi itu pun menjadi salah satu target utama bagi pasukan rezim yang dibantu oleh Rusia. Daerah itu juga menjadi sasaran serangan udara koalisi pimpinan Amerika Serikat.
Pemerintah Suriah sendiri sudah menyepakati Konvensi Senjata Kimia dan diwajibkan menyerahkan senjata kimianya pada 2013.
Namun, mereka kerap kali dituding menggunakan senjata kimia. Investigasi Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan bahwa rezim Suriah melakukan setidaknya tiga serangan gas klorin pada 2014-2015.
Pemerintah selalu membantah tudingan tersebut. Mereka malah balik menuding bahwa para kelompok pemberontak lah sebenarnya yang menyerang menggunakan senjata kimia.
Credit CNN Indonesia