PYONGYANG
- Pemerintah Korea Utara (Korut) menyatakan diri siap perang setelah
kapal induk Amerika Serikat (AS) USS Carl Vinson dan armada tempurnya
dikerahkan ke dekat perairan Korut di Semenanjung Korea. Dalam waktu
yang hampir bersamaan, Presiden Donald Trump, memerintahkan penasihat
militernya untuk mempersiapkan opsi rencana serangan terhadap Korut.
Kementerian Luar Negeri Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK)—nama resmi Korut—mengutuk manuver Angkatan Laut AS. ”Ini untuk membuktikan bahwa AS bergerak sembrono untuk menyerang DPRK dan telah mencapai tahap serius,” kata kementerian itu yang dilansir kantor berita negara Korut, KCNA, Selasa (11/4/2017).
”DPRK siap untuk bereaksi terhadap modus perang yang diinginkan oleh AS,” lanjut kementerian itu.
”Kami akan membuat AS sepenuhnya bertanggung jawab atas konsekuensi bencana yang akan diemban oleh tindakan keterlaluan,” imbuh kementerian itu.
Korut juga menyatakan siap untuk merespons aksi AS yang mereka sebut “provokator” dengan senjata yang kuat.
”Kami akan mengambil penetralan terberat terhadap provokator untuk membela diri dengan kekuatan yang kuat dari senjata,” sambung kementerian itu.
Kapal induk USS Carl Vinson yang membawa sekitar 60 jet tempur dan ribuan personel di dek-nya semula dijadwalkan untuk melakukan kunjungan sebuah pelabuhan di Australia. Tapi, kapal induk dan armada tempurnya—termasuk dua kapal perang—dialihkan ke perairan Korut pada Sabtu pekan lalu setelah situasi di Semenanjung Korea memanas.
Sebelumnya, salah satu penasihat militer Presiden Trump, Letnan Jenderal H.R. McMaster, mengonfirmasi perintah untuk menyiapkan opsi rencana serangan terhadap Korut. Salah satu opsi yang kemungkinan diambil militer AS adalah mengombinasikan aksi penggerebekan pasukan khusus dan serangan rudal pre-emptive.
Namun, salah satu masalah yang dihadapi dalam operasi militer yang dipimpin Amerika untuk menghantam pemimpin Pyongyang Kim Jong-Un adalah jaringan terowongan yang rumit di bawah Ibu Kota Pyongyang.
Para perencana perang AS dilaporkan mengalami kesulitan memetakan kompleks bawah tanah rezim Korut. Mereka percaya ada ratusan situs artileri dan pesawat di bawah tanah.
Berbicara kepada Fox News, McMaster mengatakan; “Ini bijaksana untuk melakukannya, bukan?”.
Kementerian Luar Negeri Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK)—nama resmi Korut—mengutuk manuver Angkatan Laut AS. ”Ini untuk membuktikan bahwa AS bergerak sembrono untuk menyerang DPRK dan telah mencapai tahap serius,” kata kementerian itu yang dilansir kantor berita negara Korut, KCNA, Selasa (11/4/2017).
”DPRK siap untuk bereaksi terhadap modus perang yang diinginkan oleh AS,” lanjut kementerian itu.
”Kami akan membuat AS sepenuhnya bertanggung jawab atas konsekuensi bencana yang akan diemban oleh tindakan keterlaluan,” imbuh kementerian itu.
Korut juga menyatakan siap untuk merespons aksi AS yang mereka sebut “provokator” dengan senjata yang kuat.
”Kami akan mengambil penetralan terberat terhadap provokator untuk membela diri dengan kekuatan yang kuat dari senjata,” sambung kementerian itu.
Kapal induk USS Carl Vinson yang membawa sekitar 60 jet tempur dan ribuan personel di dek-nya semula dijadwalkan untuk melakukan kunjungan sebuah pelabuhan di Australia. Tapi, kapal induk dan armada tempurnya—termasuk dua kapal perang—dialihkan ke perairan Korut pada Sabtu pekan lalu setelah situasi di Semenanjung Korea memanas.
Sebelumnya, salah satu penasihat militer Presiden Trump, Letnan Jenderal H.R. McMaster, mengonfirmasi perintah untuk menyiapkan opsi rencana serangan terhadap Korut. Salah satu opsi yang kemungkinan diambil militer AS adalah mengombinasikan aksi penggerebekan pasukan khusus dan serangan rudal pre-emptive.
Namun, salah satu masalah yang dihadapi dalam operasi militer yang dipimpin Amerika untuk menghantam pemimpin Pyongyang Kim Jong-Un adalah jaringan terowongan yang rumit di bawah Ibu Kota Pyongyang.
Para perencana perang AS dilaporkan mengalami kesulitan memetakan kompleks bawah tanah rezim Korut. Mereka percaya ada ratusan situs artileri dan pesawat di bawah tanah.
Berbicara kepada Fox News, McMaster mengatakan; “Ini bijaksana untuk melakukannya, bukan?”.
”Presiden sebelumnya dan Presiden Trump sepakat bahwa ini tidak dapat diterima, bahwa apa yang harus terjadi adalah denuklirisasi semenanjung (Korea),” ujar McMaster.
”Presiden telah meminta (kami) harus siap untuk memberikan berbagai macam pilihan untuk menghapus ancaman (nuklir) itu,” katanya.
Credit sindonews.com