Senin, 02 Oktober 2017

Turki buka pangkalan militer di Mogadishu untuk latih tentara Somalia


Turki buka pangkalan militer di Mogadishu untuk latih tentara Somalia
Ilustrasi - Tentara wanita pemerintah Somalia. (REUTERS/James Akena)



Ankara/Mogadishu (CB) - Turki membuka pangkalan militer terbesarnya di luar negeri pada Sabtu di ibu kota Somalia, memperkuat hubungannya dengan negara Muslim yang bergejolak itu dan berusaha menunjukkan kehadirannya di Afrika Timur.

Lebih dari 10.000 tentara Somalia akan dilatih oleh perwira Turki di pangkalan tersebut, kata seorang pejabat tinggi Turki menjelang sebuah upacara di Mogadishu yang dihadiri oleh kepala staf militer Turki Hulusi Akar.

Menurut Reuters, pembukaan pangkalan militer senilai 50 juta dolar AS itu mempererat hubungan antara Turki dan Somalia. Hubungan Turki dengan Tanduk Afrika terjalin pada Kekaisaran Ottoman, namun pemerintahan Presiden Tayyip Erdogan menjadi sekutu dekat pemerintah Somalia dalam beberapa tahun belakangan.

Saat upacara pembukaan yang berlangsung pada Sabtu, Perdana Menteri Somalia Hassan Ali Khaire mengucapkan terima kasihnya kepada pemerintah Turki karena telah membuka tempat pelatihan dan berencana akan membantu pemerintah "membangun kembali" kekuatan nasionalnya.

Dia mencatat bahwa pangkalan militer tersebut adalah yang terbesar di luar negara Turki. Sarana ini dapat melatih dan menampung 1.000 tentara sekaligus dan memiliki lapangan olah raga dan jalur lari.

Erdogan, yang berakar pada politik Islam, adalah seorang pembela Muslim, terutama mereka yang membutuhkan bantuan kemanusiaan, seperti pengungsi Suriah dan Rohingya, Myanmar.




Credit  antaranews.com





Krisis Rohingya, Program Pangan Dunia Butuh Dana Rp1 Triliun Lebih



Krisis Rohingya, Program Pangan Dunia Butuh Dana Rp1 Triliun Lebih
Pengungsi Rohingya antri untuk bantuan di Cox's Bazar, Bangladesh. Foto/REUTERS



COXS BAZAR - Program Pangan Dunia (WFP) meminta Rp 1 triliun untuk bantuan darurat selama enam bulan ke depan guna membantu meringankan penderitaan Muslim Rohingya. Etnis Muslim Rohingya terpaksa melarikan diri ke Bangladesh dari Myanmar akibat aksi kekerasan yang dilakukan oleh militer.

Sejak 25 Agustus, ratusan ribu Muslim Rohingya telah meninggalkan rumah mereka di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha menyebrang ke Bangladesh.

"Garis bawah? Ini adalah situasi yang menyedihkan. Ini adalah seburuk-buruknya situasi yang didapat. Kami membutuhkan Rp 1 triliun lebih untuk enam bulan ke depan," ujar Direktur Eksekutif WFP, David Beasley, setelah mengunjungi kamp-kamp pengungsi di Bangladesh di dekat perbatasan Myanmar seperti dikutip dari Reuters, Senin (2/10/2017).

"Saya katakan kita bisa mengakhiri kelaparan dunia dengan beberapa miliar dolar. Saya memberi tahu donor, jika Anda tidak dapat memberi kami uang, hentikan perang," tambah Beasley, dari lembaga bantuan PBB yang memerangi kelaparan di seluruh dunia.

Perserikatan Bangsa-Bangsa saat ini tengah mencari USD200 juta dari para donor untuk membantu mengatasi krisis di kalangan Muslim Rohingya.

Lebih dari 400 ribu Muslim Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine. Aksi kekerasan militer meletus di wilayah itu setelah serangan gerilyawan oleh kelompok minoritas terhadap pasukan keamanan.

Pecahnya kekerasan di Rohingya terjadi setelah puluhan tahun mengalami penganiayaan dari orang-orang di Myanmar. Mereka tidak diizinkan untuk bergerak bebas dan ditolak kewarganegaraannya. Namun pihak berwenang mengklaim mereka penduduk asli negara tetangga Bangladesh yang secara ilegal menetap di Birma.

Lebih dari 1.000 orang tewas di tengah eksodus massal Rohingya dari negara bagian Rakhine, kata badan bantuan, melarikan diri dari militer yang dilaporkan membakar mereka dari desa mereka.





Credit  sindonews.com






Solusi krisis Rohingya menurut Rohingya


Solusi krisis Rohingya menurut Rohingya
Seorang wanita pengungsi Rohingya bersama anaknya berdiri di Kamp Pengungsian Ukhia, Cox Bazar, Bangladesh, Kamis (28/9/2017). PBB menyatakan jumlah pengungsi Rohinya telah mencapai 480.000 orang sejak konflik di Rakhine berlangsung pada 25 Agustus 2017. (ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)




Cox's Bazar, Bangladesh (CB) - Selagi Antara asyik berbicara dengan seorang pria Bangladesh yang berada di sekitar pengungsi Rohingya di kamp pengungsi Ukhia, Cox's Bazar, dalam Bahasa Inggris seadanya, Hafez Ullah antusias menyimak apa pun isi perbincangan kami.

Pria kurus kering itu sesekali tersenyum, terlihat jelas ingin mengutarakan sesuatu.

Begitu Antara mengakhiri perbincangan dengan si pria Bangladesh, Hafez langsung mendekat untuk menumpahkan banyak hal mengenai Rohingya, Rakhine, Myanmar dan Aung San Suu Kyi.

"Saya belum pernah bertemu dan berbicara dengan orang asing sebelum ini," kata dia setelah Antara menanyainya soal nama dan asalnya, Kamis menjelang malam 28 September kemarin.

Hafez adalah orang Rohingya. Tidak seperti umumnya pengungsi-pengungsi Rohingya lainnya, dia dapat berbicara dalam Bahasa Inggris.

Juga tidak seperti umumnya pengungsi Rohingya yang lain, Hafez termasuk pengungsi terdidik.

Memperkenalkan diri sebagai sarjana filsafat jebolan Universitas Rakhine State, Myanmar, Hafez mengaku berasal dari Maungdaw Myo. Ini adalah daerah yang menjadi episentrum konflik di Rakhine belakangan ini.

Di daerah inilah, ratusan orang yang disebut teroris oleh Myanmar tetapi patriot oleh sebagian orang Rohingya, melancarkan serangan terkoordinasi ke beberapa pos polisi dan sebuah pangkalan militer Myanmar.

Fatal bagi mereka, tentara Myanmar membalas jauh lebih fatal dari serangan mereka, sampai akhirnya memaksa lebih dari separuh penduduk Rakhine lari tunggang langgang ke daerah-daerah yang dianggap aman, terutama melintasi Sungai Naf untuk mencapai Bangladesh.  Dan Hafez adalah salah satu dari mereka.

"Saya lari ke Bangladesh bersama istri dan kedua anak saya dengan berjalan kaki berhari-hari. Tiba di sini (Ukhia) sebelum Idul Adha lalu," kata Hafez.

Dia kini bergabung dengan puluhan ribu orang Rohingya lainnya di Ukhia di dekat perbatasan Bangladesh-Myanmar.


Mengembalikan martabat

Hidup di kamp pengungsian tidak lebih memedihkan dari hidup di Maungdaw.  "Tetapi martabat kami di sana (Myanmar) lebih rendah ketimbang jadi pengungsi di sini (Bangladesh)," kata Hafez.

Hafez tidak tahu kapan dia dan ratusan ribu pengungsi Rohingya lainnya bisa kembali ke Myanmar. Bagi dia, Rakhine, Arakan atau apa pun nama tempat ini disebut, adalah tanah airnya, tak ada yang bisa menggantikan itu.

Pada 20 September, pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, mengutarakan rangkaian janji kepada dunia dan komunitas yang hanya disebutnya dengan  nama "muslim Rakhine". Salah satu janji dia adalah merepatriasi pengungsi Rohingya ke Myanmar.

"Yang dia katakan itu bohong," kata Hafez.

Hafez skeptis janji itu diwujudkan oleh pemimpin Myanmar peraih Hadiah Nobel Perdamaian tersebut.

Sembilan hari lalu Suu Kyi berkata, "Kami sudah siap untuk memulai proses verifikasi (untuk repatriasi Rohingya), kapan pun itu."

Tetapi seperti umumnya pengungsi Rohingya, Hafez menilai janji itu kosong belaka. Dia menganggap apa yang dijanjikan Suu Kyi itu dilakukan di bawah aturan yang sebelumnya juga pernah dilakukan, dan terbukti tidak berdampak apa-apa.

"Saya mengakui dia (Suu Kyi) punya niat untuk menyelesaikan masalah Rohingya, tapi sayang dia bukan penentu utama kebijakan," kata Hafez.

Bagi Hafez, penguasa nyata di Myanmar, termasuk untuk semua hal yang berkaitan dengan Rakhine dan Rohingya, adalah "tatmadaw" atau militer, yang saat ini dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing.

"Min Aung-lah yang penguasa sesungguhnya di Myanmar," kata Hafez.

Pria satu istri dua anak ini melihat Suu Kyi terborgol oleh militer. Di mata Hafez, Suu Kyi hanya suar Myanmar kepada dunia, yang sebenarnya tak punya banyak kekuasaan, apalagi sampai tingkat paling praktikal.

Oleh karena itu Hafez pesimistis dengan rencana repatriasi yang digagas Aung San Suu Kyi.

"Masalah Rohingya tidak sebatas memberikan kartu identitas penduduk, lalu dianggap selesai. Tidak! Masalah kami di Myanmar adalah soal mengembalikan martabat yang terinjak-injak," kata Hafez meninggikan intonasi bicaranya untuk menegaskan artikulasi pesannya kepada Myanmar dan dunia.

"Kunci mengatasi masalah Rohingya adalah bagaimana Myanmar mengembalikan dan menumbuhkan harga diri orang Rohingya," ulang Hafez.


Sumpah anak Rohingya

Harga diri memang menjadi hal prinsip bagi sebagian besar orang Rohingya, apalagi setelah mereka menyeberang ke Bangladesh dunia menjadi tahu betapa terinjak-injaknya harga diri dan martabat mereka.

Terlalu banyak cerita mengenai wanita-wanita yang diperkosa, anak-anak yang terpaksa menyaksikan orang tua mereka dibunuh di depan mata mereka sendiri.

"Sampai-sampai ada seorang anak usia 12 tahun, baru 12 tahun!...yang bersumpah di depan saya bahwa suatu saat dia akan membalaskan dendam atas kematian orang tuanya," kata Aiman Ul Alam yang menjadi pemandu sekaligus penerjemah untuk misi-misi kemanusiaan Indonesia di Cox's Bazar.

Setiap hari Aiman mengantar orang asing, termasuk wartawan-wartawan luar negeri, untuk menemui para pengungsi Rohingya, sampai jauh ke pedalaman perbatasan Myanmar-Bangladesh.  Dari sinilah Aiman mendapatkan begitu banyak cerita mengenaskan soal Rohingya.

Dan itu tak dipungkiri oleh Hafez Ullah, kendati dia mengakui hidup di tempat pengungsian juga sangat menyulitkan.

"Tapi di sini kami punya tempat berteduh, tidak ada orang yang diperkosa, tidak ada orang yang dibunuh," kata Hafez.

Sulit untuk memverifikasi pengakuan Hafez dan umumnya pengungsi Rohingya, karena pemerintah Myanmar menutup rapat-rapat Rakhine seolah ingin mencegah dunia tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana.

Tetapi ribuan pengakuan dan testimoni dari pengungsi terdokumentasi di mana-mana, baik di dalam maupun luar negeri.

Selama sekitar satu setengah jam berada di kamp pengungsian bersama tim Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar, Antara juga beberapa kali menjadi sasaran curhat pengungsi, tanpa tahu apa yang mereka omongkan.

Seorang di antaranya adalah perempuan berwajah teramat susah, dan tergoncang, yang terus berbicara dalam Bahasa Bengali-Rohingya.

Setelah memanggil Aiman, diketahui perempuan ini punya nama Hashina Ulfa.

"Sudah sepuluh hari di kamp ini. Suami saya dibunuh di depan mata saya sendiri dan kedua anak kami," kata Hashina. "Tolonglah kami."

Tolong, selain kata lapar, adalah yang kerap terlontar dari mulut para pengungsi Rohingya.

"Tolong, kabarkan keadaan kami ini kepada dunia, kepada negaramu, Indonesia," kata Hafez. 





Credit  antaranews.com





Thailand siap beri bantuan krisis Myanmar


Thailand siap beri bantuan krisis Myanmar
Arus Pengungsi Masih Terus Terjadi Pengungsi rohingya menaiki perahu usai melintasi perbatasan Myanmar-Bangladesh di Teknaf, Cox Bazar, Bangladesh, Jumat (29/9/2017). Setiap hari ribuan pengungsi Rohingya terus berdatangan ke Bangladesh. (ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)



Bangkok (CB) - Kementerian Luar Negeri Thailand, dalam satu pernyataan yang jarang dikeluarkan mengenai krisis di negara bagian Rakhine, Myanmar, mengatakan Sabtu malam bahwa pihaknya "mengikuti dengan seksama situasi itu".

Thailand juga akan menyediakan bantuan bagi pemerintah Myanmar dan Bangladesh, demikian pernyataan tersebut.

Kekerasan pecah di Rakhine bulan lalu ketika para militan Rohingya menyerang pos-pos keamanan, memicu penumpasan oleh tentara Myanmar.

sejak itu lebih setengah juta etnis Rohingya -- minoritas yang sebagian besar Muslim DAN ditolak kewarganegaraannya oleh Myanmar - telah menyelamatkan diri ke Bangladesh.

Mereka yang menyelamatkan diri menuduh tentara Myanmar, didukung warga masyarakat Buddha, melakukan pembunuhan brutal. PBB melukiskannya sebagai pembersihan etnis dengan melancarkan aksi di sebelah utara negara bagian itu sebagai balasan terhadap serangan-serangan militan.

"Thailand mengikuti dengan seksama situasi di negara bagian Rakhine dan mengkhawatirkan perkembangannya," kata kementerian itu. "Pemerintahan kerajaan Thailand selalu menaruh betapa sangat penting memberikan kepedulian dan perlindungan kepada orang-orang Myanmar yang mengungsi," tambahnya, menunjuk kepada sebanyak 100.000 pengungsi dari Myanmar yang tinggal di sembilan kamp sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar.

Tetapi banyak di antara mereka yang tinggal di kamp-kamp itu adalah warga yang telah lama bermukim di sana. Mereka menyelamatkan diri dari konflik yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Tak ada pengungsi dari etnis Rohingya, menurut lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang bekerja di sana.

Kementerian itu mengatakan pernyataannya menanggapi pandangan-pandangan kelompok-kelompok HAM terkait sikap Thailand mengenai kekerasan di Rakhine.

Amnesty International bulan lalu mengatakan Thailand jangan "mendesak balik" Rohingya yang menyelamatkan diri dari kekerasan dan negara itu seharusnya menyediakan bagi pengungsi status sah dan formal dan perlindungan.

Thailand tidak mengenal status tiap pengungsi atau mengenal Rohingya sebagai pekerja migran yang sah.

Thailand menyatakan pihaknya mendukung sebuah pernyataan mengenai isu itu yang dikeluarkan ASEAN.

Dalam pernyataannya, para menlu ASEAN mengutuk serangan-serangan atas pasukan keamanan Myanmar dan "semua tindakan kekerasan yang merenggut jiwa warga sipil".

ASEAN beranggota 10 negara. Malaysia sebagai salah satu anggota, memiliki pandangan berbeda dari pernyataan itu dengan menyatakan isu-isu terkait eksodus ratusan ribu orang Rohingya disalahtafsirkan.

Sejauh ini, "tak seorang dari korban kekerasan pada Agustus di negara Rakhine telah ditemukan di Thailand," demikian Kemenlu Malaysia.




Credit  antaranews.com






Kritik Rohingya Meluas, Oxford Turunkan Potret Aung San Suu Kyi




Kritik Rohingya Meluas, Oxford Turunkan Potret Aung San Suu Kyi
Lukisan Aung San Suu Kyi . Foto: Chen Yanning/ St Hugh's College, Oxford University)

CB, London – Salah satu sekolah tinggi di Universitas Oxford, yang merupakan kampus tempat Aung San Suu Kyi menyelesaikan kuliahnya, telah menurunkan potret pemimpin Myanmar itu. Keputusan itu diambil ditengah meluasnya kritik terhadap sikap pemimpin de facto Myanmar itu dalam menangani krisis kemanusiaan Rohingya.
Potret Suu Kyi, yang tadinya mejeng di pintu masuk utama sekolah tinggi St Hugh College, itu kini tersimpan dan diganti dengan lukisan baru pada Kamis, 28 September 2017.Lukisan baru ini merupakan sumbangan dari seniman Jepang, Yoshihiro Takada.

Peraih Nobel Perdamaian Suu Kyi belajar di St Hugh's dan lulus dalam bidang filsafat, politik dan ekonomi pada 1967. Dia kemudian menyelesaikan gelar master di bidang politik pada 1968.
"Kami menerima lukisan baru awal bulan ini yang akan dipamerkan di pintu masuk utama untuk sementara waktu," demikian pernyataan pihak Oxford, seperti yang dilansir Channel News Asia pada 30 September 2017.

Pihak Oxford menambahkan lukisan Aung San Suu Kyi telah dipindahkan ke lokasi yang aman.
Pengelola universitas ini tidak menjelaskan apakah pemindahan itu terkait dengan krisis yang sedang berlangsung di negara bagian Rakhine, Myanmar barat, ketika sekitar setengah juta warga etnis Rohingya menyelamatkan diri dari serangan bumi hangus militer Myanmar.
Sebelum ini, pemerintah Inggris telah menyatakan menghentikan berbagai kegiatan bersama dengan pemerintah dan militer Myanmar. Pemeirntah Inggris juga mendesak agar pemerintah Myanmar, Aung San Suu Kyi, bersikap tegas dalam menghentikan kekerasan terhadap warga etnis Rohingya dan mengembalikan mereka ke desanya masing-masing. Inggris menyebut tragedi kemanusiaan yang menimpa warga etnis Rohingya tidak dapat diterima.
Kekerasan komunal telah mencabik-cabik negara itu sejak gerilyawan minoritas Muslim Rohingya melakukan serangan mematikan ke sejumlah pos polisi pada 25 Agustus 2017.
Militer Myanmar membalas serangan ini dengan menyerang pemukiman warga desa Rohingya dan membakar rumah mereka. Ratusan warga sipil, yang mayoritas merupakan etnis Rohingya, tewas akibat serangan ini. Tindakan militer Myanmar ini memaksa sekitar setengah juta etnis Rohingya melarikan diri dari negara, yang mayoritas beragama Budha, ke negara tetangga berpenduduk muslim Bangladesh.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menggambarkan tindakan militer Myanmar dan milisi Budha sebagai "pembersihan etnis yang nyata".
Penurunan lukisan potret yang dibuat 1997 oleh seniman Cina, Chen Yanning, dilakukan beberapa hari sebelum mahasiswa baru tiba di perguruan tinggi ini memulai perkuliahan.
Potret itu milik suami Aung San Suu Kyi, seorang akademisi di Oxford yang bernama Michael Aris, dan diwariskan ke perguruan tinggi ini setelah kematiannya pada 1999. Sekolah tinggi St Hugh ini juga merupakan tempat Perdana Menteri Inggris, Theresa May, menjalani kuliah.



Credit  tempo.co











Krisis Korut Memanas, Australia Ikut-ikutan Kirim Kapal Perang



Krisis Korut Memanas, Australia Ikut-ikutan Kirim Kapal Perang
Australia mengirim dua kapal perang, salah satunya HMAS Melbourne ke perairan Korea untuk latihan militer gabungan pertengahan bulan ini. Foto/ABC/John Donegan



CANBERRA - Australia ikut-ikutan mengirim dua kapal perang untuk latihan militer gabungan dengan Angkatan Laut Korea Selatan (Korsel) pada pertengahan bulan ini di tengah memanasnya krisis Korea Utara (Korut). Langkah Canberra ini mengikuti Amerika Serikat (AS) yang sedang mengerahkan kapal induk bertenaga nuklir dan armada tempurnya untuk misi serupa.

Kapal perang HMAS Melbourne dan HMAS Parramatta milik Australia dijadwalkan tiba di perairan dekat Semenanjung Korea dalam beberapa pekan ini. Kedua kapal itu akan ambil bagian dalam latihan militer selama seminggu yang dikenal dengan ”Haedoli Wallaby”.

Kedua kapal perang Canberra itu kemungkinan akan terlibat dalam latihan militer gabungan pada 15 Oktober nanti bersama kapal induk AS, USS Ronald Reagan. Kapal induk bertenaga nuklir itu pada hari Sabtu sudah melintasi kawasan Laut China Selatan dan dijadwalkan tiba di perairan dekat Semenanjung Korea dalam beberapa pekan ini.



Pada bulan Agustus lalu personel militer Australia telah mengambil bagian dalam latihan militer gabungan AS-Korsel yang disusul dengan pertemuan 2+2 di Seoul yang melibatkan Menteri Luar Negeri Julie Bishop dan Menteri Pertahanan Marise Payne bersama rekan-rekannya dari Korsel.

Euan Graham dari Lowy Institute percaya bahwa Australia sangat penting untuk menjalin hubungan keamanan lebih dekat dengan Korea Selatan.

”Australia telah berusaha untuk memberi energi pada hubungan keamanan bilateral untuk beberapa waktu. Kunjungan Frigat dan latihan dengan Korea Selatan harus dilihat dalam sorot itu,” katanya mengacu pada pengiriman dua kapal perang dan latihan militer gabungan di perairan Korea, seperti dikutip ABC.net.au, Senin (2/10/2017).

”Perdana Menteri (Malcolm) Turnbull baru-baru ini berjanji untuk memintakan perjanjian ANZUS jika Korea Utara menyerang Amerika Serikat, dan Australia mungkin merupakan salah satu yang pertama yang diminta untuk memberikan kontribusi pasukan pada tingkat tertentu jika ketegangan saat ini dengan Korea Utara meningkat secara signifikan,” ujar Graham.

Sementara itu, di markas besar Angkatan Laut Korea Selatan, kapal perang terus siaga untuk mengantisipasi serangan dari Korea Utara.

”Kami siap bertarung dan jika kami bertarung kami akan menang,” kata Han Woong Song, seorang letnan muda Korea Selatan.

Kapal-kapal perang Armada Kedua, yang berbasis di Pyeontaek di pantai barat, telah menghadapi beberapa serangan dari Korea Utara selama dua dekade terakhir, yang mengakibatkan hilangnya banyak nyawa di kedua pihak. 







Credit  sindonews.com




Usir Duta Besar Korea Utara, Italia: Ini Isolasi




Usir Duta Besar Korea Utara, Italia: Ini Isolasi
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un (kanan) mengunjungi Pertanian No. 1116 dari KPA Unit 810 dalam foto yang dikeluarkan oleh Kantor Berita Pusat Korea Utara KCNA di Pyongyang, 29 September 2017. KCNA/REUTERS

CB, Jakarta - Menteri Luar Negeri Italia Angelino Alfano mengatakan duta besar Korea Utara di negara itu akan diusir sebagai bentuk protes atas uji coba bom nuklir dan rudal balistik negara komunis tersebut pada awal September lalu.
Meski begitu, pemerintah Italia akan tetap mempertahankan jalur komunikasi yang ada. “Kalau duta besarnya harus meninggalkan Italia,” kata Alfano kepada media La Repubblica seperti dilansir Reuters, Ahad, 1 Oktober 2017.

“Kami ingin memberikan pesan yang kuat kepada pemerintah Pyongyang bahwa isolasi akan terjadi jika negara itu tidak segera mengubah perilakunya,” kata Alfano.
Dia juga menambahkan, tekanan kuat kepada Korea Utara telah berlangsung. Dia mencontohkan, kebijakan pemerintah Spanyol yang telah menyatakan duta besar Korea Utara di Madrid sebagai “persona non grata” atau orang yang tidak diinginkan keberadaannya.

Sikap serupa juga dilakukan Portugal dengan memutus semua hubungan diplomatik dengan Pyongyang. Sebelumnya, Meksiko, Peru, dan Kuwait juga telah mengusir duta besar Korea Utara atas alasan serupa.
Media AS, Washington Post, melaporkan bahwa Presiden Donald Trump memerintahkan semua diplomat untuk mempengaruhi koleganya dari negara lain untuk memutus hubungan diplomatik dengan Korea Utara. Perintah ini dikeluarkan sejak awal dia menjabat posisi presiden, yaitu menjelang akhir 2016.
Upaya ini dinilai berhasil setelah sejumlah negara mulai mengusir duta besar Korea Utara. “Instruksi Trump ini termasuk memerintahkan semua diplomat dan pejabat untuk mengangkat isu Korea Utara dalam setiap percakapan mereka dengan rekan dari negara lain. Sekaligus meminta mereka memutus hubungan diplomatik dan semuanya dengan rezim Korea Utara,” kata seorang pejabat senior pemerintah Amerika kepada Washington Post, Ahad, 1 Oktober.
Ini adalah bagian dari instruksi presiden yang menjabarkan secara detail strategi untuk menekan Korea Utara dengan melibatkan semua lembaga pemerintahan. Dengan menerapkan tekanan massal terhadap Korea Utara ini, Amerika mulai melihat ada hasilnya. Pejabat ini mencontohkan, tekanan massal ini begitu luas sehingga membuat sejumlah pemerintah pontang-panting.
Ini terjadi dalam kunjungan Wakil Presiden Mike Pence ke sebuah negara baru-baru ini. Pence meminta negara, yang tidak disebutkan namanya itu, untuk menghentikan semua kegiatan bisnis dengan Korea Utara.
Pemerintah negara itu menjawab bahwa mereka tidak memiliki hubungan bisnis apa pun. Lalu, Pence menyebutkan bahwa negara itu memiliki hubungan bisnis sekitar US$ 2 juta atau sekitar Rp 27 miliar dengan Korea Utara.




Credit  tempo.co







Amerika Serikat dan Korea Utara Mulai Berdialog Langsung




Amerika Serikat dan Korea Utara Mulai Berdialog Langsung
Rex Tillerson. REUTERS/Kevin Lamarque

CB, Jakarta - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson mengatakan pemerintahnya sedang menjajaki pembicaraan langsung dengan pemerintah Korea Utara soal rudal dan uji coba bom nuklir. Ini merupakan pengakuan pertama kali dari pemerintah Amerika bahwa kedua negara mulai berdialog.

“Kami memiliki tiga saluran komunikasi dengan Pyongyang. Kami tidak dalam keadaan gelap-gelapan (a black out). Kami bisa bicara dengan mereka (Korea Utara). Kami memang sedang bicara dengan mereka,” kata Rex kepada media dalam kunjungannya ke Beijing, Cina, Sabtu, 30 September 2017.

Lebih lanjut, Rex mengatakan pemerintah Amerika bertanya kepada Korea Utara. ”Apakah Anda ingin bicara dengan kami? Kami sedang mulai mencari tahu, jadi harap tunggu,” kata Rex saat ditanya wartawan soal cara yang digunakan pemerintah Amerika untuk berbicara dengan Korea Utara.
Selama sekitar dua pekan terakhir, pemerintah Amerika dan Korea Utara saling melontarkan ancaman dan kecaman secara terbuka. Ini diawali dengan pidato Presiden Donald Trump di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika.
Trump menyebut Kim Jong-un sebagai “Manusia Roket” (rocket man) dan sedang melakukan misi bunuh diri dengan perilakunya mengancam keamanan Amerika dan negara-negara sekutunya. Trump berjanji akan menghancurkan Korea Utara jika berani menyerang.
Sebaliknya, Kim Jong-un juga menyebut Trump melakukan bunuh diri dan menamainya orang tua pikun. Kim mengancam akan menyerang Amerika dengan rudal sebagai hukuman berat.
Militer Amerika Serikat kemudian mengirimkan sepasukan pesawat pengebom yang dikawal pesawat jet tempur. Sedangkan Korea Utara terdeteksi memindahkan rudalnya ke daerah pesisir timur tempat pesawat pengebom Amerika melakukan manuver.




Credit  tempo.co









Kapal Induk AS Intai Militer China sebelum Pamer Kekuatan pada Korut



Kapal Induk AS Intai Militer China sebelum Pamer Kekuatan pada Korut
Pesawat jet tempur F/A-18 Super Hornet saat akan mendarat di dek kapal induk USS Ronald Reagan di Laut China Selatan, Sabtu (30/9/2017). Foto/REUTERS/Bobby Yip



WASHINGTON - Kapal induk bertenaga nuklir Amerika Serikat (AS), USS Ronald Reagan, mengintai aktivitas militer China di Laut China Selatan. Operasi pengawasan ini terjadi sebelum armada kapal raksasa itu pamer kekuatan kepada Korea Utara (Korut) 15 Oktober nanti.

Pada hari Sabtu, pesawat jet tempur F-18 Super Hornet mengaum dari geladak kapal induk USS Ronald Reagan selama latihan rutin di perairan internasional di Laut China Selatan. Dua kapal selam China tetap mempertahankan posisinya berjejer terus-menerus.

Petugas di kapal USS Ronald Reagan yang berbasis di Jepang menggambarkan pengawasan dilakukan di dekat kuartal kedua dari kapal-kapal Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China di perairan internasional.

Terkadang, kata para petugas, kapal-kapal China juga mendekat untuk memeriksa kapal induk AS dalam perjalanan ke destinasi lain. Di lain waktu, kapal selam China bertahan berlama-lama dalam pengawasan kapal-kapal dan pesawat AS yang melindungi kapal induk USS Ronald Reagan.



Untuk memastikan perjalanan yang aman, awak kapal Washington akan mengingatkan kru kapal China jika USS Ronald Reagan mengubah arah dengan tajam.

”Kami tidak memiliki masalah, mereka sangat profesional,” kata Laksamana Muda Marc Dalton, komandan armada penyerang USS Ronald Reagan, serta pemimpin pasukan tempur Armada Ketujuh AS. ”Kami melihat mereka secara teratur,” lanjut dia, seperti dikutip Reuters, Minggu (1/10/2017).

Kementerian pertahanan Korea Selatan telah mengumumkan bahwa kapal induk raksasa Washington itu akan melakukan latihan gabungan dengan Angkatan Laut Seoul pada pertengahan Oktober. Latihan yang direncanakan akan berlangsung di perairan dekat Semenanjung Korea yang mencakup latihan mendeteksi, melacak dan mencegat rudal Korut.

Dalton mengakui ada tantangan tingkat tinggi, namun dia menegaskan bahwa satuan tugasnya telah lama digunakan untuk menjaga kesiapannya sepenuhnya.

”Sebagai kekuatan yang dikerahkan ke depan, kami sudah tahu di mana kami harus menjalankan misi kami sepanjang waktu,” katanya.

Dia tidak merinci setiap kemungkinan kontigensi Korut  tertentu, namun dia menggambarkan uji coba rudal Pyongyang dan program nuklirnya sebagai bahaya yang tumbuh. ”AS sangat jelas terkait penggunaan semua opsi agar Korut dapat mengubah jalurnya,” katanya.




Credit  sindonews.com









Apa Instruksi Presiden Trump ke Tim Siber terhadap Korea Utara?




Apa Instruksi Presiden Trump ke Tim Siber terhadap Korea Utara?
Presiden Korea Utara Kim Jong un dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. latimes.com

CB, Jakarta - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memerintahkan Komando Siber Amerika Serikat (US Cyber Command) untuk menyerang para peretas komputer di jaringan intelejen militer Korea Utara yaitu di Biro Umum Penyadapan (Reconnaissance General Bureau).
Ini dilakukan dengan menyerang server komputer mereka dengan traffic yang membuat akses internet Korea Utara menjadi macet.

“Instruksi Trump ini termasuk memerintahkan semua diplomat adan pejabat untuk mengangkat isu Korea Utara dalam setiap percakapan mereka dengan rekan dari negara lain. Sekaligus meminta mereka memutus hubungan diplomatik dan semuanya dengan rezim Korea Utara,” kata seorang pejabat senior pemerintah AS kepada Washington Post, Ahad, 1 Oktober 2017.

Ini adalah bagian dari instruksi Presiden yang menjabarkan secara detil strategi untuk menekan Korea Utara dengan melibatkan semua lemabaga pemerintahan. Dengan menerapkan tekanan massal terhadap Korea Utara ini, AS mulai melihat ada hasilnya. Pejabat ini mencontohkan, tekanan massal ini begitu luas sehingga membuat sejumlah pemerintah pontang-panting.

Ini terjadi dalam kunjungan Wakil Presiden Mike Pence ke sebuah negara baru-baru ini. Pence meminta negara, yang tidak disebutkan namanya itu, untuk menghentika semua kegiatan bisnis dengan Korea Utara.
Negara itu menjawab bahwa mereka tidak memiliki hubungan bisnis apapun. Lalu, Pence menyebutkan bahwa negara itu memiliki hubungan bisnis sekitar $2 juta atau sekitar Rp27 miliar.
Instruksi Presiden yang diteken Trump ini juga mencantumkan sanksi bagi setiap individu dan lembaga baik dari Korea Utara ataupun negara lain yang bekerja sama. Pada Maret lalu, instruksi ini dikaji ulang dan sengaja tidak diungkapkan ke publik.
“Ini sengaja untuk memberikan kesempatan bagi pemerintahan Trump dengan Korea Utara agar bisa duduk dan bernegosiasi dan mencoba jalur solusi baru,” kata pejabat ini.
Menurut pejabat ini, sikap pemerintah AS sejak awal terbuka untuk berdialog dengan rezim Kim Jong Un. Tapi, rezim komunis Korea Utara itu terus menerus meluncurkan rudal, dan menculik warga AS sebagai sandera.




Credit  tempo.co









Korut Ancam Tembak Pesawat AS yang Memasuki Wilayah Udaranya



Korut Ancam Tembak Pesawat AS yang Memasuki Wilayah Udaranya
Pesawat pembom B-1B Lancer dan dua jet tempur AS bermanuver di atas Semenanjung Korea. Foto/Istimewa



PYONGYANG - Korea Utara (Korut) mengeluarkan ancaman akan menembak pesawat Amerika Serikat (AS) yang memasuki wilayah udaranya. Peringatan ini adalah tanggapan pertama setelah Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) terbang melewati zona demiliterisasi seminggu lalu.

Berbicara melalui Uriminzokkiri, sebuah media yang dikelola oleh negara, Korut merilis sebuah editorial yang berjudul "Perilaku Provokatif yang Membebaskan Jutaan Orang untuk Balas Dendam," sebagai sebuah kritik terhadap langkah terbaru AS.

Komentar tersebut dimulai dengan menyatakan bahwa langkah agresif tersebut tidak akan ditolerir oleh rezim Pyongyang.

"AS menerbangkan skuadron pengebom strategis B-1B Lancer di perairan internasional di Laut Timur adalah tindakan yang sangat berbahaya dan sembrono yang bermaksud mendorong situasi di Semenanjung Korea ke titik ekstrem dan provokasi anti-Korea Utara tidak dapat diabaikan," tulis artikel tersebut seperti dikutip dari Sputnik, Sabtu (30/9/2017).

"Demonstrasi Amerika Serikat, keberanian terlalu dini agak menghendaki pembalasan di antara puluhan juta tentara dan warga sipil kita," sambung artikel tersebut.

"Militer kami sangat termotivasi dengan tekad untuk menembak jatuh pesawat AS yang berusaha melakukan pelanggaran di langit teritorial kami," demikian ancaman yang dituliskan dalam artikel tersebut.

Menurut Pentagon, aksi itu adalah bagian dari demonstrasi oleh pemerintahan Trump. Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Presiden AS Donald Trump memiliki banyak pilihan militer untuk mengalahkan ancaman apapun.

"Ini adalah demonstrasi tekad AS. Program senjata Korea Utara merupakan ancaman serius bagi kawasan Asia Pasifik dan seluruh masyarakat internasional," kata Dana White, seorang juru bicara Pentagon, dalam sebuah pernyataan setelah aksi itu.

"Kami siap untuk menggunakan seluruh kemampuan militer guna mempertahankan tanah air AS dan sekutu kami," pernyataan tersebut menambahkan.

Pyongyang gagal bertindak saat penerbangan terjadi pada 23 September. Menurut The Korea Times, pejabat di badan mata-mata Korea Selatan (Korsel) mencurigai kemampuan pertahanan udara Korut tidak cukup mahir dalam mendeteksi penerbangan untuk memerhatikan mereka.

Tapi ada beberapa keraguan tentang teori ini. Dalam artikel yang sama, publikasi tersebut mencatat telah mendeteksi beberapa penerbangan lainnya, namun tidak menyebutkan penerbangan hari Sabtu. 

"Tahun ini saja, AS mengirim pembom strategis B1-B-nya selama 19 kali di Semenanjung Korea dan mereka dilakukan dalam bentuk latihan gabungan dengan boneka Korsel. Tapi kali ini, ini dilakukan sebagai unilateral. Bergerak tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan wayangnya," tulis artikel tersebut.

Meskipun ada klaim surat kabar tersebut, Presiden Korsel Moon Jae-in diberitahu dan memberikan persetujuannya sebelum penerbangan tersebut terjadi, lapor The Times.

Aksi penerbangan akhir pekan ini juga termasuk pendamping jet tempur F-15C Eagle Angkatan Udara AS dari Pangkalan Udara Kadena di Okinawa. Pasukan tersebut terbang di wilayah udara internasional di atas perairan timur Korut, Business Insider melaporkan.



Credit  sindonews.com





Yakin Jadi Kekuatan Nuklir, Media Korut Ledek Sanksi AS



Yakin Jadi Kekuatan Nuklir, Media Korut Ledek Sanksi AS
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un bersama para pejabat Pyongyang. Foto/KCNA via REUTERS



PYONGYANG - Rezim Korea Utara (Korut) melalui salah satu medianya, meledek sanksi dari Amerika Serikat (AS) serta sanksi dari Dewan Keamanan PBB. Bagi Pyongyang, sanksi Washington sebagai langkah bodoh karena tidak akan menghalangi Korut menjadi negara kekuatan nuklir.

“AS cukup bodoh untuk mengatakan bahwa DPRK (Korut) tidak akan tahan terhadap sanksi tersebut,” tulis media pemerintah rezim Kim Jong-un, Uriminzokkiri, dalam artikelnya yang diterbitkan Minggu (1/10/2017).

“Mereka mengklaim bahwa resolusi sanksi PBB yang baru akan efektif dalam meningkatkan tekanan pada DPRK dan bahwa hal itu akan menderita rasa sakit yang kuat.”

“Sanksi AS terhadap DPRK telah terbukti sia-sia. Pemerintahan AS berturut-turut telah menggunakan sanksi anti-DPRK hanya untuk dipermalukan di hadapan dunia,” sambung artikel media Pyongyang.

Ledekan dari media Korut itu muncul setelah Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson bertemu Presiden China Xi Jinping dan para diplomat Beijing untuk membahas krisis nuklir Korea Utara.

Tillerson selama ini menjadi pendukung “tekanan damai”, dengan menggunakan sanksi AS dan PBB serta bekerja sama dengan China untuk membuat rezim Kim Jong-un menyerah. Namun, usaha Tillerson telah dibayangi oleh perang kata-kata yang luar biasa dari Presiden AS Donald Trump, termasuk menghina pemimpin Korut Kim Jong-un dengan sebutan “manusia roket”.

”Kami bertanya; Mau bicara?,” kata Tillerson, mengacu pada upaya dialog dengan Korut.”Kami tidak dalam situasi yang gelap, blackout. Kami memiliki dua,  tiga saluran terbuka untuk Pyongyang,” lanjut diplomat top Washington ini di Beijing, seperti dikutip Reuters.
Di Washington, Departemen Luar Negeri AS membenarkan bahwa saluran komunikasi dengan Pyongyang memang ada. Hanya saja, Korut tidak menunjukkan minat untuk dialog tentang perlucutan senjata nuklirnya.

”Meskipun ada jaminan bahwa AS tidak tertarik untuk mempromosikan runtuhnya rezim saat ini, mengejar perubahan rezim, mempercepat penyatuan kembali semenanjung atau memobilisasi pasukan di utara zona DMZ (zona de-militerisasi), pejabat Korut tidak menunjukkan indikasi bahwa mereka tertarik atau siap untuk melakukan pembicaraan mengenai de-nuklirisasi,” kata juru bicara departemen tersebut, Heather Nauert, dalam sebuah pernyataan. 





Credit  sindonews.com






Korea Utara Pindahkan Rudalnya dari Pyongyang, Siap Diluncurkan?




Korea Utara Pindahkan Rudalnya dari Pyongyang, Siap Diluncurkan?
Sebuah rudal Korea Utara bernama Taepodong saat diarak dalam defile militer di Pyongyang. Diduga ini merupakan rudal jarak jauh balistik yang diandalkan Korea Utara. REUTERS/Jason Lee

CB, Jakarta - Korea Utara terlihat memindahkan rudal balistiknya dari tempat penyimpanannya di Fasilitas Penelitian dan Pengembangan Rudal Korea Utara di Sanum-dong, bagian utara Pyongyang. Kantor berita Korea Selatan, KBS, melaporkan pemindahan rudal milik Korea Utara itu pada Jumat malam, 29 September 2017.
Informasi pemindahan rudal itu terjadi di tengah spekulasi Korea Utara sedang mempersiapkan aksi provokasi.


Selain Korea Selatan, pejabat intelijen Amerika Serikat mendeteksi pemindahan sejumlah rudal. Namun laporan itu tidak menjelaskan kapan dan ke mana rudal-rudal itu dipindahkan.
Rudal yang dipindahkan itu diduga rudal jarak menengah Hwasong-12 atau rudal balistik antarbenua Hwasong 14. Adapun Fasilitas Penelitian dan Pengembangan Rudal Korea Utara selama ini digunakan untuk memproduksi rudal balistik antarbenua.


Sejumlah pejabat Korea Selatan telah menyuarakan kekhawatiran mereka bahwa Korea Utara akan membuat aksi provokasinya saat memperingati lahirnya Partai Komunis pada 10 Oktober atau saat Cina mengadakan Kongres Partai Komunis pada 18 Oktober mendatang.
Di tengah memanasnya situasi di Semenanjung Korea, Amerika Serikat dan Korea Selatan kembali akan menggelar latihan perang selama beberapa bulan. Latihan tersebut untuk lebih mengenal kemampuan masing-masing. Korea Utara menilai kedua negara sekutu ini tengah melakukan provokasi di semenanjung tersebut. 


Credit  TEMPO.CO









Iran, Irak akan latihan bersama amankan perbatasan


Iran, Irak akan latihan bersama amankan perbatasan
Dokumentasi Warga mengikuti sebuah unjuk rasa mendukung referendum kemerdekaan Kurdi Irak di depan Palais des Nations di Jenewa, Swiss, Minggu (10/9/2017). (REUTERS/Pierre Albouy)



Dubai (CB) - Pasukan pemerintah Iran dan Irak akan melakukan latihan militer bersama di dekat perbatasan, menurut laporan televisi pemerintah Iran, Sabtu.

Latihan merupakan bagian dari upaya Teheran untuk mendukung Baghdad setelah pelaksanaan referendum kemerdekaan Kurdi, lapor Reuters.

Televisi mengutip seorang juru bicara militer, yang mengatakan bahwa keputusan untuk menggelar latihan perang dalam beberapa hari mendatang itu diambil dalam pertemuan para komandan militer Iran.

Pertemuan itu juga menyepakati langkah-langkah untuk mengamankan perbatasan serta menerima pasukan Irak yang akan ditempatkan di pos-pos perbatasan.

"Pertemuan ini sejalan dengan kebijakan yang telah dinyatakan Iran soal penghormatan terhadap integritas serta pelestarian integritas wilayah Irak, juga atas permintaan pemerintah Irak agar Iran bekerja sama dalam membentuk otoritas pemerintahan pusat di terminal-terminal perbatasan Iran-Irak," tambah juru bicara.

Pemerintah Regional Kurdistan (KRG) menolak menyerahkan kendali soal penyeberangan perbatasan kepada pemerintah Irak, seperti yang diminta Irak, Iran, dan Turki sebagai balasan atas referendum kemerdekaan.

Kementerian Pertahanan Irak mengatakan pihaknya telah berencana mengambil kendali perbatasan "di bawah koordinasi" dengan Iran dan Turki. Kementerian tidak menyiratkan apakah pasukan Irak akan diarahkan ke pos-pos perbatasan luar yang dikendalikan KRG dari sisi Iran dan Turki.

Pihak Kurdi Irak mendukung kemerdekaan dalam referendum Senin. Dukungan Kurdi bertentangan dengan sikap negara-negara tetangga, yang khawatir bahwa jajak pendapat tersebut bisa menimbulkan konflik baru di kawasan.

Iran, yang mengecam referendum itu sebagai langkah ilegal, pada Jumat melarang transportasi pengangkut produk minyak suling perusahan Iran untuk masuk dan keluar dari wilayah Kurdi Irak. 




Credit  antaranews.com






Irak berencana ambil kendali daerah perbatasan Kurdi


Erbil (CB) - Irak berencana mengambil kendali batas wilayah mandiri Kurdistan "dalam koordinasi" dengan Iran dan Turki, kata Kementerian Pertahanan Irak pada Jumat.

Pernyataan tersebut tidak memberikan rincian atau penjelasan lebih lanjut, terkait rencana pasukan Irak merebut pos perbatasan yang dikendalikan oleh Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG) dari sisi wilayah Iran dan Turki.

Langkah untuk merebut pos perbatasan merupakan tindakan tanggapan terhadap penyelenggaraan Referendum Kurdi pada Senin lalu, yang hasilnya dikuasai oleh suara mendukung pemisahan diri dari Irak.

Setelah pemungutan suara, Irak, Iran dan Turki menuntut agar KRG menyerahkan kendali atas daerah perbatasan luarnya dengan Turki, Iran dan Suriah.

Didukung oleh Ankara dan Teheran, pemerintah Irak menuntut agar pimpinan Kurdi membatalkan hasil referendum atau mereka akan menghadapi sanksi, pengucilan internasional dan kemungkinan adanya campur tangan militer.

Sebelumnya pada Jumat, sebuah larangan diberlakukan oleh pemerintah pusat Irak terhadap penerbangan internasional menuju Kurdistan sebagai imbas dari penolakan KRG atas permintaan untuk menyerahkan kendali bandar udara internasionalnya di Erbil dan Sulaimaniya.

KRG juga menolak untuk menyerahkan kendali atas daerah perbatasannya, menurut laporan sebuah stasiun televisi yang bermarkas di Erbil, Rudaw, pada Jumat, mengutip pernyataan resmi pihak pemerintah Kurdi.

"Pelaksanaan keputusan pemerintah pusat untuk mengambil alih pengelolaan semua pos perbatasan dan bandar udara berjalan sesuai rencana dalam koordinasi dengan otoritas terkait dan negara tetangga, tidak ada penundaan dalam prosedur," ujar Kementerian Pertahanan Irak.

Televisi pemerintah Irak melaporkan bahwa utusan militer Irak mengunjungi perbatasan Kurdistan dari sisi Iran. Pasukan Irak juga dikerahkan di sisi perbatasan dengan Turki sebagai bagian dari latihan gabungan dengan tentara Turki, demikia seperti dilaporkan Reuters.







Credit  antaranews.com



Presiden Prancis undang PM Irak bahas referendum Kurdi


Presiden Prancis undang PM Irak bahas referendum Kurdi
Presiden Prancis Emmanuel Macron (ka) dan istrinya Brigitte Macron menunggu para tamu sebelum upacara di Elysee Palace untuk merayakan penetapan kota Paris sebagai penyelenggara Olimpiade Musim Panas 2024, di Prancis, Jumat (15/9/2017). (REUTERS/Charles Platiau/cfo/17)



Paris (CB) - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengundang Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi untuk mengunjungi negerinya pada 5 Oktober guna membahas referendum kemerdekaan Kurdi, menawarkan bantuan Prancis untuk meredakan ketegangan terkait pemungutan suara itu.

Dalam sebuah pernyataan, kantor kepresidenan menyatakan Prancis ingin "membantu Irak mencegah terjadinya ketegangan" setelah pemungutan suara referendum kemerdekaan yang menimbulkan perpecahan pada Senin menyaksikan mayoritas Kurdi Irak mendukung suksesi.

"Emmanuel Macron menekankan pentingnya menjaga kesatuan dan integritas Irak dengan tetap mengakui hak-hak warga Kurdi. Setiap eskalasi harus dihindari," kata kantor kepresidenan dalam pernyataannya pada Jumat malam waktu Paris.

"Dihadapkan dengan prioritas memerangi Daesh (ISIS) dan stabilisasi Irak, warga Irak harus tetap bersatu," kata pernyataan kantor kepresidenan Prancis yang dikutip kantor berita AFP.

Pemungutan suara kemerdekaan Kurdi tidak mengikat, namun membawa ketegangan di negara dan kawasan.

Pemerintah Irak merespons pemungutan suara itu dengan memutuskan hubungan udara langsung Kurdistan dengan dunia luar, mengisolasi sebagian wilayah utaranya.

Turki dan Iran, yang juga memiliki minoritas Kurdi, mengecam referendum itu, sementara Amerika Serikat menyebutnya sebagai tindakan "sepihak" dan kurang legitimasi.





Credit  antaranews.com







AS tidak akui referendum kemerdekaan Kurdi Irak


AS tidak akui referendum kemerdekaan Kurdi Irak
Dokumentasi warga mengikuti sebuah unjuk rasa mendukung referendum kemerdekaan Kurdi Irak di depan Palais des Nations di Jenewa, Swiss, Minggu (10/9/2017). (REUTERS/Pierre Albouy)



Washington (CB) - Amerika Serikat "tidak mengakui" referendum kemerdekaan "sepihak" Kurdi Irak dan meminta semua pihak tidak menggunakan kekerasan dan melakukan dialog, kata Menteri Luar Negeri Rex Tillerson, Jumat (29/9).

"Amerika Serikat tidak mengakui referendum sepihak Pemerintah Daerah Kurdistan yang diadakan pada Senin," kata dia dalam sebuah pernyataan.

"Pemilihan dan hasil tersebut tidak sah dan kami akan terus mendukung Irak yang bersatu, federal, demokratis dan sejahtera. Amerika Serikat meminta semua pihak, termasuk para tetangga Irak, tidak melakukan tindakan sepihak dan tidak menggunakan kekerasan," imbuhnya.

Tillerson mengatakan Washington "cemas dengan kemungkinan dampak negatif dari langkah sepihak ini."

"Kami mendesak pihak berwenang Kurdi Irak untuk menghormati peran pemerintah pusat yang diamanatkan secara konstitusional dan kami menyerukan pemerintah pusat untuk tidak menebarkan ancaman atau bahkan mengisyaratkan kemungkinan penggunaan kekuatan," kata Tillerson, mendesak semua pihak untuk tetap fokus pada perang melawan kelompok ISIS.

Washington sebelumnya telah memperingatkan bahwa pemungutan suara di wilayah otonom Kurdi di Irak utara dan beberapa daerah bersengketa akan "meningkatkan ketidakstabilan", demikian seperti dikutip dari AFP.





Credit  antaranews.com





Erdogan: Ada Campur Tangan Israel di Balik Referendum Kurdi


Erdogan: Ada Campur Tangan Israel di Balik Referendum Kurdi 
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (Foto: AFP PHOTO / ADEM ALTAN)


Jakarta, CB -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mensinyalir ada campur tangan intelijen Israel di balik referendum kemerdekaan Kurdi. Buktinya, kata dia, adanya pengibaran bendera Israel saat warga di Kurdistan merayakan referendum yang dimenangkan pendukung kemerdekaan.

“Pertunjukan ini memperlihatkan satu hal, bahwa pemerintahan itu memiliki sejarah dengan Mossad, mereka itu bergandengan tangan,” tutur Erdogan dalam sebuah pidato di televisi, seperti dikutip kantor berita AFP, Sabtu (30/9). Dia mengatakan Turki sedih melihat warga Kurdi merayakan hasil referendum dengan bendera Israel.

Turki menolak hasil referendum itu dan mengancam menjatuhkan sanksi terhadap Kurdistan Irak. Mereka akan menutup perbatasan Turki-Kurdistan dan menghentikan transit minyak dari Kurdistan ke pelabuhan Ceyhan di selatan Turki.


Pada Jumat (29/9) kemarin, maskapai Turki: Turkish Airlines, Atlas, dan Pegasus telah menghentikan penerbangan mereka ke Kurdistan Irak sampai waktu yang tak ditentukan. “Warga Kurdi Irak akan membayar harga untuk referendum yang tak bisa diterima itu,” kata Erdogan.


Begitu pun Iran dan pemerintah pusat Irak. Mereka meningkatkan kewaspadaannya dan sama-sama menolak validitas referendum itu.

Iran dan Irak bahkan akan melakukan latihan militer bersama di dekat perbatasan, seperti dilansir Reuters dari televisi pemerintahan Iran, Sabtu (30/9). Latihan merupakan bagian dari upaya Teheran untuk mendukung Baghdad setelah pelaksanaan referendum kemerdekaan Kurdistan.


Televisi mengutip seorang juru bicara militer, yang mengatakan bahwa keputusan untuk menggelar latihan perang dalam beberapa hari mendatang itu diambil dalam pertemuan para komandan militer Iran.

Pertemuan itu juga menyepakati langkah-langkah untuk mengamankan perbatasan serta menerima pasukan Irak yang akan ditempatkan di pos-pos perbatasan.

Pemerintah Regional Kurdistan (KRG) sendiri telah menolak menyerahkan kendali soal penyeberangan perbatasan kepada pemerintah Irak, seperti yang diminta Irak, Iran, dan Turki sebagai balasan atas referendum kemerdekaan.

Israel adalah satu-satunya negara yang secara terbuka mendukung negara Kurdi merdeka. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan mendukung upaya rakyat Kurdi untuk memiliki negaranya sendiri.






Credit  cnnindonesia.com




Referendum Catalonia Berujung Bentrok, Pemimpin Eropa Kutuk Spanyol



Referendum Catalonia Berujung Bentrok, Pemimpin Eropa Kutuk Spanyol
Sejumlah pemimpin Eropa mengutukan tindakan kekerasan polisi Spanyol terhadap para pemilih referendum Catalonia. Foto/Istimewa



LONDON - Sejumlah pemimpin Eropa mengutuk tindakan kekerasan pasukan keamanan Spanyol terhadap pemilih referendum Catalonia. Setidaknya lebih dari 760 orang terluka, beberapa diantaranya mengalami luka serius, akibat tindakan kekerasan polisi Spanyol.

Polisi anti huru hara Spanyol memasuki lokasi pemungutan suara di Catalonia pada hari Minggu. Mereka menyita kotak suara dan surat suara untuk mencegah referendum kemerdekaan .

Polisi memukul orang-orang dengan tongkat, menembakkan peluru karet ke orang banyak dan secara paksa memindahkan calon pemilih dari tempat pemungutan suara.

Tindakan represif polisi Spanyol pun menuai kecaman dari sejumlah pemimpin Eropa.

"Saya tidak ingin mengganggu masalah domestik Spanyol tapi saya benar-benar mengutuk apa yang terjadi hari ini di Catalonia," kata kepala parlemen EU Brexit, Guy Verhofstadt, seperti dikutip Sputnik dari The Guardian, Senin (2/10/2017).

"Terlepas dari pandangan tentang kemerdekaan, kita semua harus mengutuk pemandangan yang disaksikan dan meminta Spanyol untuk mengubah arah sebelum seseorang terluka parah," menurut pemimpin Skotlandia Nicola Sturgeon.

"Referendum adalah masalah bagi pemerintah dan masyarakat Spanyol," Kementerian Luar Negeri Inggris dengan hati-hati mengomentari situasi di Catalonia.

"Kami ingin melihat undang-undang Spanyol dan konstitusi Spanyol dihormati dan peraturan hukum dijunjung tinggi," imbuh pernyataan itu.

"Kekerasan tidak akan pernah menjadi jawabannya! Kami mengutuk semua bentuk kekerasan dan menegaskan kembali seruan kami untuk dialog politik," kata Perdana Menteri Belgia Charles Michel.

"Posisi kami jelas dan berprinsip, Spanyol adalah salah satu teman terhebat Serbia. Madrid berada pada posisi yang sama dalam masalah integritas teritorial Serbia," kata Menteri Luar Negeri Serbia Ivica Dacic

Menteri Perekonomian Perancis, Bruno Le Maire, mengatakan, "Spanyol adalah negara yang ramah, orang yang angkuh. Jelas saya berharap bahwa perdamaian sipil akan memerintah di Spanyol." 




Credit  sindonews.com


Negara Eropa Keluarkan Travel Advice ke Catalonia



Negara Eropa Keluarkan Travel Advice ke Catalonia
Sejumlah negara Eropa mengeluarkan travel advice ke Catalonia mengingat wilayah itu akan menggelar referendum pada akhir pekan ini. Foto/Istimewa



BERLIN - Beberapa negara Eropa mendesak warganya di Catalonia untuk berhati-hati. Catalonia dijadwalkan akan menggelar referendum kemerdekaan pada akhir pekan ini meski dilarang oleh pemerintah pusat di Madrid.

Dalam sebuah Travel Advice terbaru untuk Spanyol yang diposting di situsnya, kementerian luar negeri Jerman mengatakan kepada para pelancong bahwa demonstrasi besar diprediksi bakal terjadi pada akhir pekan, terutama di ibukota regional Barcelona.

"Sebuah eskalasi tidak dapat dikesampingkan," bunyi pesan tersebut seperti dikutip dari France24, Minggu (1/10/2017).

Kementerian tersebut mengatakan bahwa pihaknya menyarankan untuk mengikuti laporan media lokal, menghindari kerumunan orang-orang dan benar-benar mematuhi instruksi dari pasukan keamanan.

Sementara kementerian luar negeri Belanda memperingatkan demonstrasi dan aksi protes. "Hindari aksi protes. Waspadalah," bunyi peringatan yang dikeluarkan, menyusul sebuah saran serupa yang dikeluarkan di Prancis pada hari Kamis lalu.

"Demonstrasi dapat berlanjut di hari-hari yang akan datang dan mengganggu transportasi," kata kementerian luar negeri di Paris, meminta warga negara Prancis untuk memperhatikan saran yang diberikan oleh pihak berwenang Spanyol.

Sementara itu Warsawa mengatakan bahwa orang-orang Polandia harus menghindar, sebelum referendum, pada hari pemungutan suara dan segera setelah itu, pertemuan publik bersifat politis.

Polisi Spanyol telah berhari-hari memeriksa perangkat referendum seperti surat suara. Mereka menjalankan perintah pengadilan untuk menghentikan referendum Catalonia karena dianggap inkonstitusional.

Jajak pendapat menunjukkan bahwa warga Catalan terbagi atas masalah kemerdekaan, namun sebagian besar ingin memberikan suara dalam sebuah referendum yang sah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dan eksekutif separatis Catalonia telah berjanji untuk terus maju meski ada larangan Madrid. 





Credit  sindonews.com














PM Spanyol Tidak Mengakui Referendum Kemerdekaan Catalonia



PM Spanyol Tidak Mengakui Referendum Kemerdekaan Catalonia
PM Spanyol Mariano Rajoy memberikan pidato menanggapi referendum Catalonia. Foto/Istimewa



MADRID - Perdana Menteri Spanyol, Mariano Rajoy, bersikeras mengatakan tidak ada referendum kemerdekaan yang telah dilakukan di Catalonia. Ia mengatakan bahwa penyelenggara referendum telah menentang peraturan hukum.

Ia mengatakan hal tersebut setelah lebih dari 760 orang terluka dalam bentrokan antara polisi dan pemilih dalam sebuah referendum yang dikatakan Madrid sebagai tindakan ilegal.

"Orang-orang Catalonia telah ditipu untuk mengambil bagian dalam pemilihan yang dilarang," kata Rajoy seperti dikutip dari Reuters, Senin (2/10/2017).

"Referendum adalah sebuah strategi oleh pemerintah daerah terhadap legalitas dan keharmonisan demokratis dan merupakan jalan yang mengarah ke ketidakjelasan," imbuhnya.

Rajoy juga mengucapkan terima kasih kepada aparat keamanan untuk menegakkan hukum dan melakukan tugas mereka.

Dia juga menyerukan pertemuan dengan semua partai politik Spanyol untuk membahas masa depan negara itu setelah referendum tersebut.

Wilayah timur laut Spanyol Catalonia menyelenggarakan referendum pada Minggu (1/10/2017) kemarin ditengah tentangan pemerintah pusat. Referendum tersebut, yang dinyatakan ilegal oleh pemerintah pusat Spanyol karena dianggap inkonstitusional.

Penyelenggaraan referendum yang berujung pada bentrok ini telah membuat Spanyol memasuki krisis konstitusional terburuk dalam beberapa dasawarsa dan memperdalam keretakan antara Madrid dan Barcelona selama berabad-abad. 



Credit  sindonews.com



Menlu Spanyol Sebut Referendum Catalan Olok-olok Demokrasi



Menlu Spanyol Sebut Referendum Catalan Olok-olok Demokrasi
Menteri Luar Negeri Spanyol, Alfonso Dastis, menyebut referendum Catalan sebagai sebuah olok-olok demokrasi. Foto/Istimewa



MADRID - Rencana pemerintah daerah Catalan untuk mengadakan referendum kemerdekaan adalah olok-olok demokrasi. Hal itu dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Spanyol, Alfonso Dastis.

Dalam sebuah wawancara dengan Associated Press, Dastis menuduh pemerintah Catalan mencoba mempromosikan sistem eksklusif yang bertentangan dengan tujuan dan cita-cita Uni Eropa.

Dia mengatakan bahwa referendum tidak dapat disamakan dengan demokrasi, dengan mengatakan bahwa seringkali mereka adalah "instrumen pilihan para diktator."

Pemerintah Spanyol mengatakan referendum kemerdekaan untuk wilayah timur laut tidak konstitusional. Mahkamah Konstitusi negara tersebut telah menangguhkan pemungutan suara sehingga dapat mempertimbangkan masalah tersebut. Pejabat Catalan mengatakan bahwa mereka berencana mengadakan referendum pada hari ini, Minggu (1/10/2017).

"Apa yang mereka dorong bukanlah demokrasi, ini adalah sebuah olok-olok demokrasi, sebuah parodi demokrasi," kata Dastis.

"Orang-orang Catalan, yang merupakan bagian dari Spanyol, tidak dapat memutuskan sendiri untuk seluruh negara," imbuhnya seperti disitat dari Fox News.

Dastis pun membela keputusan pemerintah Spanyol untuk menyebarkan ribuan polisi bala bantuan ke Catalonia untuk mencegah pemungutan suara.

"Itu benar-benar dibenarkan," katanya, mengingat betapa telatnya Presiden Amerika Serikat (AS) John F. Kennedy "menggunakan tangan panjang undang-undang tersebut untuk menghentikan segregasi.

Dia mengatakan jika ada gangguan pada hari Minggu itu pasti akan berada di pihak mereka yang menganjurkan referendum.

Dastis mengatakan partai radikal CUP yang menopang pemerintahan Catalonia mempunyai pikiran separatis. Partai itu disebutnya mengadopsi sikap seperti Nazi dengan menunjuk pada orang-orang yag menentang referendum tersebut dan mendorong orang lain untuk melecehkan mereka.

Dia mengatakan bahwa CUP telah mengeluarkan poster dengan wajah walikota yang tidak mendukung referendum. Dastis lantas membandingkannya dengan penggunaan poster dan tanda Nazi untuk memilih rumah orang-orang Yahudi.  


Dastis juga mengkritik penggunaan anak-anak akhir pekan ini untuk menduduki sekolah di Catalonia sehingga bisa dijadikan tempat pemungutan suara dalam pemilihan kemerdekaan hari Minggu. Orangtua dan murid menduduki sekolah sehingga polisi tidak dapat membongkar tempat pemungutan suara di sana.






Credit  sindonews.com






Referendum Kemerdekaan Catalonia Rusuh, Polisi Spanyol Rebut Kotak Suara



Referendum Kemerdekaan Catalonia Rusuh, Polisi Spanyol Rebut Kotak Suara
Polisi Spanyol bentrok dengan para pemilih referendum kemerdekaan Catalonia di Sant de Julia Ramis, Minggu (1/10/2017). Foto/REUTERS/Juan Medina



BARCELONA - Proses pemungutan suara referendum kemerdekaan Catalonia (Catalan) diwarnai bentrokan antara polisi anti-huru-hara dengan para pemilih. Para polisi Spanyol yang dikerahkan merebut kotak dan surat suara.

Seorang saksi mata kepada Reuters, Minggu (1/10/2017), mengatakan bentrok pecah di luar stasiun pemungutan suara di Barcelona. Beberapa orang dilaporkan terluka dan diangkut dengan ambulans.

Para pemilih beteriak di hadapan polisi Spanyol; ”Kami adalah orang-orang yang damai. Kami tidak takut.”

Di tempat lain di wilayah timur laut, beberapa stasiun pemungutan suara dibuka pada pukul 09.00 waktu setempat. Orang-orang telah memberikan hak suara.

Pemerintah Spanyol telah melarang referendum kemerdekaan digelar. Perangkat IT pemungutan suara telah ditutup.

Namun, juru bicara pemerintah daerah Catalonia, Jordi Turull, mengatakan bahwa pemilih diberi kemudahan. Mereka bisa menggunakan kertas suara referendum di rumah dan akan diterima sebagai hasil sahih.

Pemungutan suara sedianya digelar di 2.300 sekolah, namun polisi Spanyol bertindak keras dengan menutup gedung-gedung tempat pemungutan suara tersebut.

Data dari pemerintah Catalonia, ada 5,3 juta pemilih yang berhak untuk memberikan suara pada hari Minggu.

Polisi anti-huru-hara Spanyol dilaporkan berhasil masuk ke sebuah tempat pemungutan suara di Sant Julia de Ramis, dekat Kota Catalan, Girona, di mana Presiden Catalan Carles Puigdemont diharapkan untuk memilih.

Petugas Garda Sipil beperisai menggunakan palu untuk menghancurkan kaca pintu depan tempat pemungutan suara. Sebuah video di situs surat kabar El Pais menunjukkan polisi tidak dikenal terlibat bentrok dengan sekelompok pemilih yang marah di salah satu sekolah di Barcelona. Para pemilih mengepalkan tangan dan berteriak; “keluar”.

”Pemerintah saat ini berada dalam posisi untuk menegaskan bahwa kita dapat merayakan referendum penentuan nasib sendiri, tidak seperti yang kita inginkan, tapi (akan ada jaminan demokratis),” ujar Turull. 



Credit  sindonews.com


Referendum Catalonia Berujung Bentrok, 460 Lebih Cedera



Referendum Catalonia Berujung Bentrok, 460 Lebih Cedera
Lebih dari 460 orang terluka setelah terjadi bentrokan antara polisi Spanyol dengan warga Catalan yang ingin memberikan suara dalam referendum kemerdekaan. Foto/Istimewa



BARCELONA - Walikota Barcelona mengatakan lebih dari 460 orang telah terluka dalam kerusuhan di Catalonia. Kerusuhan dipicu bentrokan antara polisi huru hara dengan orang-orang yang telah berkumpul untuk referendum.

"Sebagai walikota Barcelona, saya menuntut segera keputusan polisi terhadap penduduk yang tidak berdaya," kata Ada Colau dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Reuters, Minggu (1/10/2017).

Dalam sebuah pernyataan terpisah, dinas kesehatan Catalan mengatakan bahwa 465 telah terluka, dengan dua orang dalam kondisi serius di rumah sakit.

Sebelumnya, pemerintah Spanyol telah melarang pelaksanaan referendum kemerdekaan Catalonia. Pemerintah Spanyol mengatakan referendum kemerdekaan untuk wilayah timur laut tidak konstitusional. Mahkamah Konstitusi negara tersebut telah menangguhkan pemungutan suara sehingga dapat mempertimbangkan masalah tersebut.

Polisi Spanyol telah berhari-hari memeriksa perangkat referendum seperti surat suara. Mereka menjalankan perintah pengadilan untuk menghentikan referendum Catalonia karena dianggap inkonstitusional.

Pemungutan suara sedianya digelar di 2.300 sekolah, namun polisi Spanyol bertindak keras dengan menutup gedung-gedung tempat pemungutan suara tersebut. Data dari pemerintah Catalonia, ada 5,3 juta pemilih yang berhak untuk memberikan suara pada hari Minggu. 




Credit  sindonews.com


Korban Bentrok Referendum Catalonia Melonjak Jadi 760



Korban Bentrok Referendum Catalonia Melonjak Jadi 760
Lebih dari 760 orang terluka dalam bentrokan dengan polisi di Catalonia. Foto/Istimewa



BARCELONA - Lebih dari 760 orang terluka dalam bentrokan di Catalonia terkait penyelenggaraan referendum kemerdekaan di wilayah timur Spanyol itu. Bentrokan melibatkan polisi anti huru hara dengan orang-orang yang telah berkumpul untuk memberikan suaranya dalam referendum yang dilarang pemerintah Spanyol.

Polisi anti huru hara Spanyol memasuki lokasi pemungutan suara di Catalonia pada hari Minggu. Mereka menyita kotak suara dan surat suara untuk mencegah referendum kemerdekaan seperti dikutip dari Euractiv, Senin (2/10/2017).

Polisi memukul orang-orang dengan tongkat, menembakkan peluru karet ke orang banyak dan secara paksa memindahkan calon pemilih dari tempat pemungutan suara.

Di banyak tempat, orang tidak bisa mengakses kotak suara. Di sebuah kota di provinsi Girona dimana pemimpin Catalan Carles Puigdemont dijadwalkan untuk memilih, polisi Garda Sipil menghancurkan panel kaca untuk membuka pintu dan mencari kotak suara.

Puigdemont memilih di kota yang berbeda di provinsi ini. Dia menuduh Spanyol melakukan kekerasan yang tidak adil dalam menghentikan pemungutan suara dan mengatakan bahwa hal itu menciptakan citra Spanyol yang mengerikan.

Tindakan polisi Spanyol ini dikutuk oleh dunia internasional, namun digambarkan oleh pemerintah sebagai tindakan proporsional.

Referendum tersebut, yang dinyatakan ilegal oleh pemerintah pusat Spanyol, telah membuat negara ini memasuki krisis konstitusional terdalam dalam beberapa dasawarsa dan memperdalam keretakan antara Madrid dan Barcelona selama berabad-abad.

Terlepas dari tindakan polisi, ratusan antrian orang terbentuk di kota-kota dan desa-desa di seluruh wilayah untuk memberikan suara mereka.

"Saya sangat senang karena terlepas dari semua rintangan yang mereka hadapi, saya telah berhasil memberikan suara," kata Teresa, seorang pensiunan berusia 72 tahun di Barcelona yang telah antre selama enam jam untuk memilih.

"Jam operasional tempat pemungutan suara tidak akan diperpanjang," kata juru bicara pemerintah daerah, namun semua yang masih mengantri akan diizinkan untuk memilih.

"Masih belum diketahui kapan hasilnya akan diumumkan," katanya, menambahkan hari itu sudah sangat panjang dan ini akan menjadi penghitungan yang panjang. 

Pemimpin Catalan Carles Puigdemont awalnya mengatakan bahwa jika pemungutan suara "ya" atau mendukung kemerdekaan menang, pemerintah Catalan akan mendeklarasikan kemerdekaan dalam waktu 48 jam. Namun para pemimpin regional membenarkan tindakan keras Madrid telah menggerogoti pemungutan suara.




Credit  sindonews.com





Referendum, Catalonia Klaim 90% Pemilih Pilih Merdeka dari Spanyol



Referendum, Catalonia Klaim 90% Pemilih Pilih Merdeka dari Spanyol
Para warga Catalonia pro-kemerdekaan dari Spanyol menyambut referendum yang digelar Minggu (1/10/2017) di Barcelona. Foto/REUTERS/Susana Vera



BARCELONA - Pemerintah wilayah Catalonia mengumumkan 90,9 persen pemilih dalam referendum kemerdekaan memilih “ya” untuk merdeka dari Spanyol. Jajak pendapat yang diwarnai kerusuhan antara pemilih dan polisi Spanyol ini mengakibatkan 844 orang terluka.

Referendum yang digelar pada hari Minggu kemarin ditentang keras oleh pemerintah pusat di Madrid. Para polisi anti-huru-hara yang dikerahkan tak hanya bentrok dengan para pemilih, tapi juga merebut surat dan kotak suara.

Menurut pemerintah Catalonia atau Catalan, sekitar 2,26 juta orang telah memberikan suara dalam jajak pendapat. Dari jumlah itu, 90,9 persen memilih untuk merdeka. Sedangkan yang memilih “tidak” hanya 7,87 persen atau 176.565 pemilih.

Awalnya, total jumlah pemilih terdata sebanyak 5,34 juta. Namun, larangan keras dari otoritas pusat Madri membuat jumlah pemilih susut menjadi 2,26 juta.

“Dari 2.262.424 surat suara yang tidak disita, 2.020.144 adalah suara ‘Ya’, 176.566 memberikan suara ‘Tidak’, 45.586 kosong dan 20.129 suara nol,” bunyi pengumumann pemerintah Catalonia di Twitter melalui akun @catalangov, yang dikutip Senin (2/10/2017).

Wakil Presiden Catalonia dari kubu sayap kiri, Oriol Junqueras, mengecam tindakan keras aparat pemerintah pusat Madrid. ”Demokrasi macam apa yang mencuri kotak suara?,” tanya dia yang berdiri di samping perwakilan pemerintah Catalan, Raul Romeva dan Jordi Turull.

”Kami akan konsisten dengan amanat demokrasi yang diberikan warga negara saat ini,” ujar dia.”Catalonia telah memenangkan haknya sebagai Republik baru, jika ini yang diputuskan oleh Parlemen,” imbuh dia.

Romeva mencatat bahwa selama kejadian hari Minggu, di mana kekerasan membuat pemerintah pusat Spanyol harus malu. Sebaliknya, kata dia, rakyat Catalan memiliki demokrasi dan martabat.

”Semua represi benar-benar berada di pihak pemerintah (Perdana Menteri Mariano) Rajoy dan pasukan polisi yang dibawa untuk tujuan ini,” kata Romeva, yang dilansir La Vanguardia.

Pemimpin atau Presiden Catalan, Carles Puigdemont, memuji keberanian jutaan orang Catalan yang nekat memberikan suaranya dalam jajak pendapat meski mengalami tindakan keras polisi Spanyol.

Setelah tempat pemungutan suara di Catalonia ditutup, PM Rajoy mengumumkan bahwa pihaknya tidak mengakui adanya referendum kemerdekaan Catalan. ”Tidak ada referendum yang terjadi,” katanya. 


Dia mengklaim mayoritas warga Catalan mematuhi hukum dan tidak ingin berpartisipasi dalam jajak pendapat yang oleh Madrid dianggap sebagai tindakan ilegal.

Rajoy memuji para perwira polisi yang menjalankan tugasnya.  Pemerintah Rajoy menyebut respons polisi proporsional.












Credit  sindonews.com











Jumat, 29 September 2017

Lokasi Paling Rahasia di Australia Ini Dianggap Jadi Target Empuk Nuklir Korut


Jangkauan rudal balistik Korut. (Foto: BBC)

Jangkauan rudal balistik Korut. (Foto: BBC)


CANBERRA - Australia diperingatkan untuk hati-hati karena juga berpotensi jadi target serangan peluru kendali (rudal) dengan hulu ledak nuklir Korea Utara (Korut). Pine Gap, area penting di Australia, dianggap jadi target empuk rudal Korut selain Guam dan Okinawa, pangkalan militer AS di Pasifik dan Jepang.

Peringatan itu muncul dari mantan pejabat Pentagon Dr Brad Roberts kepada ABC, Jumat (29/9/2017). Menurutnya, Australia perlu mengembangkan sistem pertahanan rudal yang lebih besar untuk mengantisipasi serangan rudal rezim Kim Jong-un yang berkuasa di Korut.

Roberts, yang bertugas sebagai asisten menteri pertahanan AS untuk kebijakan pertahanan nuklir dan rudal antara tahun 2009 hingga 2013, mengatakan bahwa Canberra tidak bisa menebak keputusan Kim Jong-un.


”Sayangnya, Australia tidak benar-benar bisa memilih apakah (target) ancaman Korut atau, ini adalah pilihan pemimpin Korut,” ujar Roberts. ”Tujuannya adalah membuat kita takut sehingga pemimpin kita tidak tahan menghadapi ancaman dan paksaannya.”

Juru bicara perlucutan senjata nuklir dari kelompok Friends of the Earth, John Hallam menilai, serangan rudal nuklir Pyongyang terhadap Australia adalah hal yang mungkin dan mengerikan.

Menurut Hallam, bukan Ibu Kota Australia yang jadi target potensial serangan militer Pyongyang, tapi basis mata-mata Pine Gap. ”Pine Gap harus menjadi salah satu target nuklir dengan prioritas tertinggi di dunia karena melakukan fungsi komando dan kontrol nuklir di antara banyak hal lainnya,” kata Hallam.


”Ini adalah stasiun penghentian satelit dari mana setiap peluncuran (rudal) Korut akan dikirim ke AS,” lanjut dia. 

Aktivis anti-nuklir ini mengecam komentar Perdana Menteri Malcolm Turnbull yang terang-terangan mendukung AS jika berperang dengan rezim Kim Jong-un. ”Komentar Malcolm Turnbull itu bodoh,” kesal Hallam.

”Komentar seperti ini membuat kita menjadi target. Ini mengundang masalah. Ini melukis target di bagian belakang kita,” lanjut Hallam. ”Pemerintah harus melakukan yang terbaik untuk menjaga kota-kota Australia dari peta kematian Kim.”


Bukan rahasia lagi bahwa Korea Utara telah menggenjot teknologi rudalnya dalam beberapa tahun terakhir dan rudalnya kini mampu menjangkau jarak yang lebih jauh dari sebelumnya.

Pyongyang memiliki rudal balistik antarbenua (ICBM), meski para ahli meyakini baru tahap pengembangan. Beberapa ICBM Korut itu antara lain, rudal Musudan yang memiliki jarak tempuh 3.500 km, dan rudal KN-17 memiliki jangkauan 5.500km.                                                  

Selanjutnya, rudal KN14, yang diuji pada bulan Juli tahun ini, memiliki jarak tempuh 6700km. Kemudian rudal rudal KN-08—yang belum diuji coba—diklaim memiliki jarak tempuh 11.500 km.

Sekadar diketahui, jarak pangkalan militer AS di Guam adalah 3.402 km dari Pyongyang. Sedangkan jarak Pyongyang ke Darwin adalah 5.747km, ke Sydney 8.515km, ke Melbourne 8.763km, ke Alice Springs 7.023km, ke Brisbane 7.914km, ke Perth 7.955km, ke Adelaide 8.325km dan ke Hobart 9.359km.

Profesor Studi Keamanan dan Intelijen Internasional John Blaxland mengatakan kepada news.com.au bahwa skenario “mimpi buruk” serangan Korut terhadap Australia adalah hal yang mungkin. ”Semakin jelas bahwa rudal Korea Utara bisa menyerang sebagian wilayah Australia, terutama Australia Utara,” ujarnya.




Credit  okezone.com







Paranoid! Curiga Diserang Korut pada 10 Oktober, Menhan Jepang: Kita Harus Siap Siaga


Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera. (Foto: Reuters)
Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera. (Foto: Reuters)

TOKYO - Menteri Pertahanan (Menhan) Jepang Itsunori Onodera mengimbau masyarakat Jepang agar berhati-hati karena diperkirakan mereka akan mendapatkan lebih banyak provokasi dari Korea Utara (Korut) pada 10 Oktober. Peringatan ini disampaikan Onodera ketika dimulainya kampanye pemilihan majelis rendah di Jepang bertepatan dengan salah satu peringatan utama Korut.
Ketegangan meningkat di Semenanjung Korea sejak Korut melakukan uji coba nuklir keenam dan paling kuat pada 3 September. Akibat langkah ini, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjatuhkan sanksi baru kepada Korut.

Sekadar informasi, Korut juga sering menandai peristiwa penting dalam penanggalannya dengan melakukan tes senjata, seperti uji coba nuklir kelima pada 9 September 2016, yaitu tepat pada peringatan hari jadinya. Menhan Onodera mengatakan bahwa 10 Oktober merupakan hari penting bagi Korut karena bertepatan pada hari berdirinya partai komunis Korut.
Pada 10 Oktober juga kebetulan bertepatan dimulainya kampanye di Jepang untuk pemilihan majelis parlemen setelah Perdana Menteri (PM) Shinzo Abe membubarkan majelis pada Kamis 28 September.
"Saya mengerti ini merupakan peringatan penting bagi Korut. Kami ingin mempertahankan urgensi," kata Onodera kepada wartawan, dilansir dari Reuters, Jumat (29/9/2017).

Sekadar diketahui, Korut telah melakukan serangkaian peluncuran rudal balistik tahun ini, termasuk dua peluncuran di Jepang dalam beberapa pekan terakhir, yang menimbulkan tekanan internasional. Korut kembali menembakkan rudal balistiknya ke arah Jepang pada pagi Jumat 15 September pagi waktu setempat.
Rudal tersebut kali ini ditembakkan dari Ibu Kota Pyongyang. Mengutip dari The Guardian, rudal tersebut kembali melintas di wilayah udara Hokkaido, Jepang, sebelum mendarat di Samudera Pasifik, sekira 2.000 kilometer (km) sebelah timur Negeri Matahari Terbit.


Peluncuran dilakukan setelah Pyongyang mengancam akan menenggelamkan Jepang dan menghancurkan AS hingga menjadi debu dan diliputi kegelapan. Korut menuduh kedua negara mendukung resolusi Dewan Keamanan PBB yang dijatuhkan usai uji coba nuklir pada 3 September 2017.
China, sekutu utama Korut yang juga merupakan mitra dagang, menyatakan bahwa dialog adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan krisis, walaupun Jepang cenderung mendukung cara AS yang lebih kuat. Namun PM Abe mengatakan sekarang adalah saatnya untuk melancarkan tekanan terhadap Korut daripada dialog, agar Korut segera mengakhiri program nuklir dan misilnya.




Credit  okezone.com






PM Abe Bubarkan Parlemen, Anggota DPR Jepang: Banzai!


Foto momen ketika Parlemen Jepang resmi dibubarkan (Foto: AP)
Foto momen ketika Parlemen Jepang resmi dibubarkan (Foto: AP)




TOKYO – Perdana Menteri (PM) Jepang, Shinzo Abe, secara resmi telah membubarkan parlemen sehingga memulai kampanye nasionalnya. Namun usahanya agar terpilih lagi tampaknya akan dihadapkan oleh tantangan dalam bentuk sebuah partai baru bentukan Gubernur Tokyo.
Sebagaimana dikutip dari AFP, Jumat (29/9/2017) ketika ketua Parlemen Jepang membacakan surat resmi pembubaran, para anggota Majelis Rendah mengangkat tangan dan berteriak “Banzai”. Sekadar informasi, penggunaan kata banzai di Jepang acap kali untuk menyuarakan penyemangat serta panjang umur.

Bila sesuai jadwal maka pemilu di Jepang akan diadakan pada 22 Oktober 2017. Saat ini PM Jepang terus berusaha meraup pundi-pundi suara agar ia terpilih lagi dengan pendiriannya yang keras terhadap Korea Utara.

“Pertempuran sulit dimulai pada hari ini. Pemilu ini adalah mengenai bagaimana melindungi kehidupan para warga. Kita harus bekerjasama dengan masyarakat internasional ketika kita dihadapkan ancaman dari Korea Utara,” ujar Abe.
Ia meminta dukungan warga Jepang agar dapat menunjukkan diplomasi yang keras terhadap Korut. Sebab rezim Pemerintah Korea Utara tidak memperlihatkan keinginannya untuk mengakhiri program senjatanya yang hingga saat ini terus membahayakan Jepang.
Sang PM Jepang berjanji untuk melindungi warganya jika ia terpilih lagi. “Kita perlu berjuang untuk masa depan anak-anak kita,” tegas Abe.

Pengumuman pembubaran parlemen dan diadakannya pemilu dadakan oleh Abe sebenarnya mengejutkan banyak pihak di Jepang. Pengamat memandang bahwa hal ini dilakukannya demi memanfaatkan momentum ancaman Korea Utara sehingga meningkatkan dukungan terhadap Abe yang memiliki kebijakan keras terhadap Pyongyang.
Sayangnya langkah Abe dijegal oleh Gubernur Tokyo, Yuriko Koike, yang menjadi sorotan publik dan media Jepang beberapa hari terakhir. Pasalnya, ia mengumumkan membentuk partai baru bernama “Harapan”.
Tanpa diduga, banyak para anggota parlemen yang secara perlahan memberikan dukungannya terhadap partai baru tersebut. Mereka memandang Partai Harapan memberikan kesempatan untuk para warga Jepang mendapatkan alternatif baru di dalam perpolitikan.
Partai oposisi Pemerintahan Abe, Partai Demokrat, disebut memilih tidak mengajukan kandidatnya untuk pemilu pada Oktober. Namun mereka memilih untuk menggabungkan kekuatannya dengan partai Koike.                                                    


Credit  okezone.com