
Jet tempur Gripen buatan Saab Swedia. (Wikimedia/Ernst Vikne)
Jakarta, CB
--
Perusahaan pembuat alat pertahanan militer asal
Swedia, Svenska Aeroplan Aktiebolag (Saab), yakin dapat mengalahkan
produsen pesawat tempur asal Rusia, Sukhoi, pada tender yang digelar
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
Kepala Perwakilan Saab
di Indonesia, Peter Carlqvist, mengatakan perusahaannya memiliki
segudang alasan untuk menarik perhatian pemerintah Indonesia. Saab
menawarkan harga jual pesawat tempur dan biaya perawatan yang rendah,
proses alih teknologi, hingga jaminan pemberian kredit ekspor dari
pemerintah Swedia.
Di kediaman Duta Besar Swedia untuk Indonesia di Jakarta, Peter
mengatakan komparasi biaya yang ditanggung suatu negara untuk membeli
pesawat tempur, ongkos operasional, serta perawatannya adalah satu
berbanding empat.
Saat membeli jet tempur, kata Peter,
pemerintah suatu negara sesungguhnya hanya mengeluarkan dana sebanyak 20
persen dari total pengeluaran yang harus mereka bayar sepanjang usia
pesawat.
Pada konteks ini Saab tidak cuma menawarkan strategi
pertahanan, melainkan juga strategi manajemen keuangan untuk program
pembangunan. Peter mengklaim, jet tempur JAS 39 Gripen keluaran Saab
memiliki biaya operasional terendah dibanding pesawat tempur keluaran
pabrikan lain.
Mengutip penelitian perusahaan penyedia data kemiliteran dan transportasi asal Inggris,
Jane's Information Group, dalam satu jam terbang, biaya yang harus dikeluarkan untuk JAS 39 Gripen berada pada kisaran US$4.700.
F-16
buatan Lockheed Martin, Amerika Serikat, berada pada peringkat
selanjutnya dengan ongkos US$7.000. Sementara jet-jet tempur keluaran
Sukhoi, ujar Peter, menyerap ongkos operasional tertinggi dibandingkan
seluruh pesawat tempur generasi paling muktahir.
“Ini bukan hanya persoalan strategi pertahanan. Alokasi keuangan negara dapat diarahkan ke sektor-sektor lainnya,” ucap Peter.
Selain urusan biaya dan tekonologi, Saab mengajukan sistem nilai yang
biasa diterapkan perusahaan-perusahaan asal Swedia. Peter menuturkan,
perusahaannya menawarkan proses jual-beli jet tempur yang transparan dan
bebas dari kongkalikong.
Sebagai bukti, Peter menunjukkan kecenderungan Swedia yang selalu masuk lima besar Indeks Persepsi Korupsi yang dirilis
Transparency International.
Tahun lalu, Swedia berada di peringkat keempat, di bawah Denmark,
Selandia Baru dan Finlandia, sedangkan Indonesia duduk di peringkat
ke-107.
Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Johanna Brismar Skoog,
pada kesempatan yang sama menyatakan pemerintah negaranya tak pernah
memberikan dukungan kepada perusahaan yang memiliki rekam jejak buruk.
Pemerintah
Swedia, kata Johanna, mempercayai Saab seperti perusahaan-perusahaan
lain yang telah lebih dulu masuk ke Indonesia, yakni Ericsson, Volvo,
Electrolux hingga Ikea.
Sebut Rusia bad boy
Meski
Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu dalam sejumlah kesempatan
mengatakan pemerintah Indonesia kemungkinan besar akan memilih Sukhoi
Su-35 dibanding JAS 39 Gripen produksi Saab atau F-16 Viper keluaran
Lockheed Martin, Peter mengatakan perusahaannya tidak akan patah arang
sampai keputusan benar-benar dibuat oleh pemerintah RI.
Alasan lain yang membuat Saab percaya diri adalah kecenderungan politik
internasional belakangan ini, di mana Rusia memutuskan untuk
menganeksasi Crimea dan menyerang basis pertahanan ISIS di Suriah –yang
berujung pada tudingan Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik
Utara (NATO) bahwa Rusia menggunakan jet tempur Sukhoi untuk menyasar
tak hanya ISIS, tapi juga kelompok pemberontak yang melawan Presiden
Suriah.
“Saat ini Rusia berstatus sebagai
bad boy di dunia internasional. Keputusan politik global dapat mempengaruhi kompetisi antara Saab dan Sukhoi,” ujar Peter.
Tahun
2013, Brasil sepakat membeli 36 jet tempur Gripen buatan Saab senilai
kurang lebih US$5,44 miliar. Kemudian pekan lalu, Presiden Brasil Dilma
Rousseff terbang ke Swedia untuk menemui Perdana Menteri Swedia, Stefan
Lofven, dan berkata proyek pengadaan 36 jet tempur itu sebagai salah
satu program penting pemerintahannya.
Sebelum memilih Gripen,
Brasil memiliki dua opsi tawaran lainnya, yakni F/A-18E/F Super Hornet
keluaran Lockheed Martin dan pesawat tempur Rafale buatan pabrikan asal
Perancis, Dassault.
Brasil kini menjadi negara keenam yang
mengoperasikan Gripen. Lima negara lainnya adalah Swedia sendiri, Afrika
Selatan, Hungaria, Republik Ceko, dan Thailand.
Khusus untuk
Thailand, Peter menyebut Negara Gajah Putih itu merupakan satu-satunya
negara di kawasan Asia Pasifik yang memiliki kedaulatan penuh atas ruang
udaranya.
Dengan membeli jet tempur Gripen, kata Peter berupaya meyakinkan, suatu
negara tak hanya membeli pesawat, tapi juga sistem pertahanan udara yang
independen.
Peter mengklaim, bekerja sama dengan Saab berarti
menghindar dari ketergantungan terhadap negara-negara tradisional di
jajaran industri militer global.
Berdasarkan penelusuran,
Thailand tahun 2007 membeli enam Gripen senilai US$1,1 miliar. Serupa
dengan Indonesia, pengadaan jet tempur itu digelar untuk menggantikan
jet tempur Northrop F-5 yang telah uzur.
Tiga tahun sesudah pemesanan pertama itu, Thailand kembali memesan 12 Gripen dari Saab.
Peter
mengatakan, perusahaannya juga bersaing dengan Sukhoi pada proyek
pengadaan jet tempur di Thailand itu. Kini Saab pun akan mengulangi hal
yang sama di Indonesia.
Credit
CNN Indonesia