"Kami sangat prihatin dengan pola hukuman mati yang terus berlanjut ..."
Jenewa (CB) - Pemerintah Mesir harus menghentikan eksekusi
sampai meninjau semua hukuman mati dan mengulangi setiap vonis dalam
persidangan yang dinilai tidak adil, demikian laporan lima pakar
independen hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
"Kami mengajukan beberapa perkara khas dengan pihak berwenang Mesir dan terus menerima lebih banyak. Dengan tuduhan serius terus-menerus itu, kami mendesak Pemerintah Mesir menghentikan semua eksekusi, yang tertunda," catat para pakar HAM PBB, Jumat (26/1).
Wakil Tetap Mesir untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa sejauh ini menanggapi seruan tersebut, namun jaksa dan sumber pengadilan Mesir menolak kritik tersebut.
Pakar independen HAM PBB juga mencatat,"Pihak berwenang harus memastikan bahwa semua hukuman mati ditinjau, dan jika hukuman didasarkan atas pengadilan tidak adil, maka pastikan dilakukan pemeriksaan ulang agar kewajiban hak asasi manusia di Mesir dihormati sepenuhnya."
Sementara itu, pemberontakan ISIS di Sinai Utara telah meluas, termasuk pada target sipil pada tahun lalu, dan Mesir bulan ini memperpanjang keadaan daruratnya selama tiga bulan lagi, sehingga kewenangan pihak berwenang dapat menindak keras semua pihak yang disebut sebagai musuh negara.
Kelima pakar independen, yang bertugas selaku pelapor khusus ke Dewan HAM PBB, juga menilai bahwa hukuman mati harus digunakan hanya untuk kejahatan yang paling serius dan setelah sebuah proses dengan semua perlindungan hukum.
Para ahli itu adalah Jos Antonio Guevara Bermadez, Agnes Callamard, Bernard Duhaime, Nils Melzer dan Fionnuala D. Na Aolain.
Mereka juga mencatat adanya penahanan sewenang-wenang, eksekusi di luar hukum, penghilangan paksa, penyiksaan dan terabaikannya perlindungan HAM saat Pemerintah Mesir melawan terorisme.
"Kami sangat prihatin dengan pola hukuman mati yang terus berlanjut yang diberikan berdasarkan bukti yang diperoleh melalui penyiksaan atau perlakuan buruk, seringkali selama masa penghilangan paksa," demikian salah satu catatan mereka, layaknya dikurip Reuters.
Jaksa penuntut umum dan sumber peradilan Mesir mengatakan vonis dalam semua kasus didasarkan pada bukti dari penyelidikan, pengakuan dan bukti forensik, namun pengadilan tidak bergantung pada pengakuan yang mereka percaya sebagai hasil penyiksaan atau pemaksaan.
Saat berbicara kepada Reuters dengan syarat anonim, sumber tersebut mengatakan bahwa pernyataan pakar HAM PBB tersebut merupakan campur tangan dengan urusan peradilan Mesir, dan mengatakan hukuman mati hanya dilakukan setelah proses pengadilan yang adil di mana hak dan pembelaan terhadap terdakwa dijamin sesuai dengan hukum.
Sumber itu juga mengatakan bahwa mereka yang dihukum karena melakukan kejahatan, yang mengakibatkan kematian orang tidak bersalah dan mengancam stabilitas dan keamanan nasional, yang menjadi pelanggaran berat di Mesir.
"Kami mengajukan beberapa perkara khas dengan pihak berwenang Mesir dan terus menerima lebih banyak. Dengan tuduhan serius terus-menerus itu, kami mendesak Pemerintah Mesir menghentikan semua eksekusi, yang tertunda," catat para pakar HAM PBB, Jumat (26/1).
Wakil Tetap Mesir untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa sejauh ini menanggapi seruan tersebut, namun jaksa dan sumber pengadilan Mesir menolak kritik tersebut.
Pakar independen HAM PBB juga mencatat,"Pihak berwenang harus memastikan bahwa semua hukuman mati ditinjau, dan jika hukuman didasarkan atas pengadilan tidak adil, maka pastikan dilakukan pemeriksaan ulang agar kewajiban hak asasi manusia di Mesir dihormati sepenuhnya."
Sementara itu, pemberontakan ISIS di Sinai Utara telah meluas, termasuk pada target sipil pada tahun lalu, dan Mesir bulan ini memperpanjang keadaan daruratnya selama tiga bulan lagi, sehingga kewenangan pihak berwenang dapat menindak keras semua pihak yang disebut sebagai musuh negara.
Kelima pakar independen, yang bertugas selaku pelapor khusus ke Dewan HAM PBB, juga menilai bahwa hukuman mati harus digunakan hanya untuk kejahatan yang paling serius dan setelah sebuah proses dengan semua perlindungan hukum.
Para ahli itu adalah Jos Antonio Guevara Bermadez, Agnes Callamard, Bernard Duhaime, Nils Melzer dan Fionnuala D. Na Aolain.
Mereka juga mencatat adanya penahanan sewenang-wenang, eksekusi di luar hukum, penghilangan paksa, penyiksaan dan terabaikannya perlindungan HAM saat Pemerintah Mesir melawan terorisme.
"Kami sangat prihatin dengan pola hukuman mati yang terus berlanjut yang diberikan berdasarkan bukti yang diperoleh melalui penyiksaan atau perlakuan buruk, seringkali selama masa penghilangan paksa," demikian salah satu catatan mereka, layaknya dikurip Reuters.
Jaksa penuntut umum dan sumber peradilan Mesir mengatakan vonis dalam semua kasus didasarkan pada bukti dari penyelidikan, pengakuan dan bukti forensik, namun pengadilan tidak bergantung pada pengakuan yang mereka percaya sebagai hasil penyiksaan atau pemaksaan.
Saat berbicara kepada Reuters dengan syarat anonim, sumber tersebut mengatakan bahwa pernyataan pakar HAM PBB tersebut merupakan campur tangan dengan urusan peradilan Mesir, dan mengatakan hukuman mati hanya dilakukan setelah proses pengadilan yang adil di mana hak dan pembelaan terhadap terdakwa dijamin sesuai dengan hukum.
Sumber itu juga mengatakan bahwa mereka yang dihukum karena melakukan kejahatan, yang mengakibatkan kematian orang tidak bersalah dan mengancam stabilitas dan keamanan nasional, yang menjadi pelanggaran berat di Mesir.
Credit antaranews.com