Tampilkan postingan dengan label QATAR. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label QATAR. Tampilkan semua postingan

Rabu, 07 November 2018

Qatar Berharap Perselisihan di Kawasan Teluk Segera Berakhir



Qatar Berharap Perselisihan di Kawasan Teluk Segera Berakhir
Qatar menyuarakan harapan bahwa perselisihan antara negara Teluk segera berakhir. Foto/Istimewa

DOHA - Qatar menyuarakan harapan bahwa perselisihan antara negara Teluk segera berakhir. Doha mengatakan konflik itu telah merusak keamanan regional dengan melemahkan blok Teluk Arab.

Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain dan Mesir menghentikan hubungan transportasi dan perdagangan dengan Qatar pada Juni 2017, menuduh negara itu mendukung terorisme dan musuh mereka, Iran. Doha membantah tuduhan tersebut dan mengatakan boikot bertujuan untuk merusak kedaulatannya.

"Sejarah mengajarkan kita bahwa krisis berlalu, tetapi jika mereka ditangani dengan buruk maka ini mungkin meninggalkan jejak yang bertahan untuk waktu yang lama," kata Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, seperti dilansir Reuters pada Selasa (6/11).

"Sangat disesalkan bahwa berlanjutnya krisis Teluk mengekspos kegagalan Dewan Kerjasama Teluk (GCC), yang telah melemahkan kemampuannya untuk menghadapi tantangan dan ancaman dan memarginalkan perannya di kawasan itu," sambungnya, kemudian mendesak blok untuk mengadopsi mekanisme penyelesaian sengketa.

Amerika Serikat, sekutu dari negara-negara GCC, melihat keretakan sebagai ancaman terhadap upaya untuk menahan Iran dan telah mendorong negara Teluk yang bersatu.

audi dan UEA telah berulang kali mengatakan perselisihan itu bukan prioritas utama dan meyakinkan Washington itu tidak akan mempengaruhi kerja sama pertahanan.

Riyadh sendiri baru-baru ini tampaknya memperlunak nadanya terhadap Qatar karena kerajaan menghadapi krisis politik terburuk dalam beberapa dasawarsa atas pembunuhan jurnalis Jamal Kashoggi di konsulatnya di Istanbul, yang telah menekan hubungan Saudi dengan Barat. 





Credit  sindonews.com



Jumat, 02 November 2018

Setelah AS, Giliran Qatar Serukan Gencatan Senjata di Yaman


Setelah AS, Giliran Qatar Serukan Gencatan Senjata di Yaman
Qatar menyerukan Arab Saudi untuk melakukan gencatan senjata dan kembali ke meja perundingan.

DOHA - Qatar mengatakan menyambut seruan Amerika Serikat (AS) untuk gencatan senjata di Yaman. Qatar juga menyerukan kembali ke pembicaraan damai dukungan PBB yang ditujukan untuk mengakhiri perang tiga setengah tahun.

Sebelumnya pemerintahan Donald Trump mengatakan bahwa iklim telah tepat untuk melanjutkan pembicaraan damai, menyusul komentar seruap dari Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan Menteri Pertahanan Jim Mattis minggu ini.

"Seruan AS adalah langkah menggembirakan menuju solusi politik dan mengakhiri penderitaan rakyat Yaman," bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Qatar seperti dikutip dari Reuters, Kamis (1/11/2018).

Yaman adalah salah satu negara Arab termiskin dan menghadapi krisis kemanusiaan yang luar biasa. Ini adalah sebuah konsekuensi dari perang yang terjadi antara pasukan Houthi yang diarahkan Iran dengan koalisi militer yang dipimpin Saudi, yang didukung oleh AS untuk memulihkan pemerintahan yang diakui secara internasional.

Kedua belah pihak dalam konflik telah dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Setidaknya sekitar 10.000 orang telah terbunuh dan negara miskin itu kini berada di ambang kelaparan yang mengancam jutaan orang. 




Credit  sindonews.com




Kamis, 23 Agustus 2018

Bahrain berhenti keluarkan visa bagi WN Qatar


Bahrain berhenti keluarkan visa bagi WN Qatar
Bendera Bahrain. (Wikimedia Commons)





Dubai CB - Kementerian Dalam Negeri Bahrain, Selasa, menyatakan pihaknya akan berhenti mengeluarkan visa baru bagi para warga negara Qatar.

Langkah itu merupakan peningkatan tindakan terhadap Qatar di tengah perselisihan diplomatik yang sudah berlangsung lebih dari setahun.

Pernyataan Kementerian Dalam Negeri Bahrain, yang dikutip dari Reuters, menyebutkan bahwa mahasiswa-mahasiswa Qatar yang sedang menempuh pendidikan di Bahrain dan para warga negara Qatar lainnya yang sudah mendapatkan visa tidak akan terkena dampak dari kebijakan baru tersebut.

Kementerian itu juga mengatakan langkah tersebut diambil sebagai tanggapan terhadap "tindakan bermusuhan" yang ditunjukkan pihak berwenang Qatar. Kementerian tidak menjelaskan lebih lanjut soal pernyataannya itu.

Bahrain, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Mesir pada Juni 2017 memutuskan hubungan diplomatik, transportasi dan perdagangan dengan Qatar.

Arab Saudi dan sekutunya itu menuduh Qatar mendanai terorisme. Doha membantah tudingan tersebut dan mengatakan boikot yang dilancarkan negara-negara itu merupakan upaya untuk mengekang dukungannya bagi reformasi.

Pada Oktober 2017, Bahrain mengatakan akan mengharuskan warga negara Qatar untuk memiliki visa sebagai langkah pengamanan jika ingin masuk ke negaranya.

Sementara itu, para warga enam negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) diperbolehkan untuk melakukan perjalanan di negara-negara GCC hanya dengan membawa kartu tanda penduduk.



Credit  antaranews.com





Kamis, 16 Agustus 2018

Terkait Lira, Qatar Janji Investasi Rp 221 Triliun kepada Erdogan



Emir Qatar, Sheik Tamim bin Hamad Al Thani (kiri) dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. AA via Daily Sabah
Emir Qatar, Sheik Tamim bin Hamad Al Thani (kiri) dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. AA via Daily Sabah

CB, Istanbul – Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani menjanjikan investasi senilai US$15 miliar atau sekitar Rp221 triliun kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus stabilitas nilai tukar mata uang Turki yaitu lira.


Ini terjadi setelah bank sentral Turki CBRT memperketat likuiditas likuditas lira di pasar uang luar negeri untuk mempersulit terjadinya transaksi spekulasi, yang melemahkan nilai tukar lira sejak akhir pekan lalu.
Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, mengatakan akan berdiri bersama saudara-saudara di Turki terkait isu ekonomi ini.

“Kami berdiri bersama saudara-saudara di Turki, yang telah membela isu-isu dunia Muslim dan Qatar,” kata Sheikh Tamim dalam cuitannya di Twitter seperti dilansir Al Jazeera, Kamis, 16 Agustus 2018.
Sheikh Tamim tiba di Ankara dan bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk membahas pelemahan mata uang negara itu.
“Sebagai bagian penting dari pembicaraan yang saya lakukan dengan Presiden Erdogan, kami mengumumkan paket deposito US$15 miliar dan proyek investasi di negara ini, yang memiliki produktivitas ekonomi solid dan kuat,” begitu lanjutan cuit dari Sheikh Tamim.
Juru bicara kepresidenan Turki, Ibrahim kalin, mengatakan kedua pemimpin juga membicarakan cara-cara meningkatkan kerja sama kedua negara.
“Kami menilai kedatangan Emir sebagai hal yang penting dan indikator Qatar bersama Turki,” kata Kalin dalam jumpa pers di Ankara.
Lira mengalami pelemahan sejak Jumat pekan lalu setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan menaikkan tarif impor baja dan alumunium hingga dua kali lipat menjadi masing-masing 50 persen dan 20 persen.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump berjabat tangan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dengan disaksikan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Brussels Belgia, 11 Juli 2018. (Presidency Press Service via AP, Pool)
Seperti dilansir Reuters, Trump juga memberi sanksi kepada dua orang menteri Turki terkait penahanan Pastor Andrew Brunson asal AS yang sedang ditahan di Turki terkait dugaan terlibat terorisme.

 Otoritas Turki menangkap Brunson pada 2016 terkait kegiatannya yang diduga membantu kelompok yang mencoba melakukan kudeta militer gagal terhadap Erdogan pada tahun itu. Ratusan orang yang terlibat ditangkap baik militer dan sipil dan telah dijatuhi hukuman penjara.
Nilai tukar mata uang Turki lira sempat melemah ke level 7,24 per dolar namun menguat kembali ke level sekitar 6 lira per dolar pasca kebijakan pengetatan lira untuk mempersulit terjadinya transaksi spekulasi di pasar uang dan komitmen investasi Qatar. Erdogan menyebut ada serangan terhadap perekonomian Turki.






Credit  tempo.co





Kamis, 02 Agustus 2018

Saudi dan UEA Nyaris Serang Qatar, tapi Dicegah Rex Tillerson


Saudi dan UEA Nyaris Serang Qatar, tapi Dicegah Rex Tillerson
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (kanan) saat bertemu Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson, Juli 2017. Saat ini, Tillerson dipecat dan digantikan Michael Pompeo. Foto/REUTERS/Bandar Algaloud/Courtesy of Saudi Royal Court

WASHINGTON - Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) nyaris meluncurkan operasi militer terhadap Qatar pada awal krisis diplomatik pecah pada Juni tahun lalu. Namun, rencana serangan itu dihentikan Rex Tillerson.

Rex Tillerson saat itu adalah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS). Tindakannya itu yang diduga membuatnya dipecat Presiden Donald Trump. Tillerson digantikan oleh Michael Pompeo yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Central Intelligence Agency (CIA).

Laporan perihal Saudi dan UEA yany nyaris membombardir Qatar merupakan laporan situs berita investigasi The Intercept. Rencana agresi itu melibatkan pasukan darat Arab Saudi melintasi perbatasan darat ke Qatar. Sedangkan militer dari UEA memberikan dukungan untuk merangsesk masuk 100 km ke wilayah Qatar dan merebut ibu kotanya, Doha.

Laporan The Intercept bersumber dari data komunitas intelijen AS dan dua mantan pejabat Departemen Luar Negeri. Sebagian besar rencana serangan itu dirancang oleh Arab Saudi dan Pangeran Mahkota UEA Mohammed bin Zayed (MbZ). "Kemungkinan beberapa minggu lagi dari itu hendak dilaksanakan," bunyi laporan tersebut mengacu pada waktu awal krisis diplomatik pecah.

Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, jadi salah satu target agresi militer kedua negara Arab tersebut. Rencana itu termasuk upaya pasukan Saudi "memperdayai" Pangkalan Udara Al Udeid yang merupakan rumah bagi Komando Pusat Angkatan Udara AS dan sekitar 10.000 pasukan Amerika, dan selanjutnya merebut Doha.

Namun, setelah Tillerson diberitahu tentang rencana agresi itu oleh pejabat intelijen Qatar, dia mendesak Raja Salman dari Arab Saudi untuk tidak melakukan serangan. Tillerson juga mendorong Menteri Pertahanan AS James Norman Mattis untuk menjelaskan bahaya dari invasi semacam itu kepada rekan-rekannya di Kerajaan Saudi.

Tekanan dari Tillerson menyebabkan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman, juga dikenal sebagai MbS, mengurungkan rencana agresi itu. MbS khawatir invasi terhadap negara kecil di Teluk itu akan merusak hubungan jangka panjang Arab Saudi dengan AS.

Persaingan Lama

Namun, intervensi Tillerson dilaporkan membuat MbZ sang Putra Mahkota UEA yang juga penguasa de facto UEA melobi Gedung Putih untuk pemecatan Tillerson.

MbZ telah memiliki persaingan jangka panjang dengan Qatar. MbZ pernah disebut mendukung upaya kudeta gagal terhadap pemerintah Qatar pada tahun 1996 ketika ia menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Bersenjata UEA.

The Intercept, dalam laporannya, mengatakan bahwa tidak ada pejabat saat ini atau mantan pejabat AS yang dalam wawancaranya mengetahui alasan sebenarnya mengapa Trump memecat Tillerson. Namun, seorang sumber mengatakan bahwa momen itu terjadi seminggu sebelum Putra Mahkota Saudi tiba di Washington untuk kunjungan yang banyak dipublikasikan.

Tillerson, mantan eksekutif perusahaan energi Exxon, telah berulang kali mengkritik negara-negara yang memblokade Qatar sebelum pemecatannya. Pada Oktober tahun lalu, dia menuduh negara-negara yang memblokade negara kecil yang kaya itu sebagai pengobar ketegangan.

"Tampaknya ada keengganan yang nyata dari pihak-pihak yang ingin terlibat," kata Tillerson pada saat itu. 

"Itu tergantung pada kepemimpinan kuartet ketika mereka ingin terlibat dengan Qatar karena Qatar sudah sangat jelas bahwa mereka siap untuk terlibat," imbuh Tillerson.

Pengaruh EUA terhadap Trump
Tillerson belum memberikan wawancara karena dia digantikan oleh Michael "Mike" Pompeo. Tapi, dia diyakini tidak setuju pada sejumlah masalah dengan Presiden Donald Trump, termasuk blokade Qatar oleh Arab Saudi dan para sekutu Arab-nya.

Tillerson pernah dilaporkan frustrasi dengan Trump karena Presiden Amerika itu mendukung blokade dan para pembantu Trump dicurigai berada dalam garis pidato presiden di mana Qatar dituduh mendanai terorisme pada "tingkat sangat tinggi" sebagaimana pernah ditulis oleh Duta Besar UEA Yousef al-Otaiba.

Otaiba adalah tokoh terkenal di lingkaran keamanan nasional AS. Menurut Politico, dia mempertahankan "kontak telepon dan email yang hampir konstan" dengan menantu Trump, Jared Kushner.

Intercept juga melaporkan bahwa empat sumber yang diwawancarai menunjukkan kampanye yang sedang berlangsung oleh UEA untuk mencoba memprovokasi Qatar guna meningkatkan krisis.

UEA telah membuatnya ilegal bagi orang-orang untuk mengekspresikan simpati dengan Qatar di media sosial, sementara para pejabat Emirat yang berhubungan dekat dengan pemimpinnya, berulang kali menghina perempuan Qatar.

Arab Saudi, Uni Emirat Arab, bersama dengan Mesir dan Bahrain memutuskan hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Qatar pada 5 Juni tahun lalu. Empat negara itu menuduh Doha mendukung "ekstremisme dan terorisme" dan mendakatkan diri ke Iran.

Namun, Qatar dengan keras membantah semua tuduhan itu. Menurut laporan yang dikutip Al Jazeera, Kamis (2/8/2018), keempat negara itu menginginkan Qatar untuk bergabung dengan aliansi regional melawan Iran dan menormalkan hubungan dengan Israel. Emir Qatar telah mengecam semua upaya untuk melanggar kedaulatan negaranya  dan menolak semua tuntutan empat negara Arab itu.




Credit  sindonews.com



Selasa, 31 Juli 2018

Qatar Dituduh Curangi Pemilihan Tuan Rumah Piala Dunia 2022



Piala Dunia 2022 di Qatar. Foto: quellipsis.com
Piala Dunia 2022 di Qatar. Foto: quellipsis.com

CB, Jakarta - Qatar dituduh melakukan kampanye negatif untuk memenangkan tawaran menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Tuduhan menyebut mantan agen CIA terlibat memenangkan Qatar melawan negara-negara pesaing seperti Australia dan Amerika Serikat.
Dilansir dari Russia Today, 30 Juli 2018, yang mengutip sebuah surat kabar Inggris Sunday Times yang melaporkan bahwa mereka telah memperoleh dokumen yang menunjukkan bahwa Qatar, negara Arab pertama yang pernah menjadi tuan rumah Piala Dunia, mengamankan layanan dari sebuah perusahaan Public Relation yang berbasis di Amerika Serikat, serta mantan agen CIA untuk memprovokasi kampanye negatif yang memancing reaksi publik terhadap negara pesaing.

Tujuan kampanye adalah untuk menciptakan narasi bahwa tawaran, termasuk dari Korea Selatan dan Jepang, tidak didukung secara memadai di dalam negeri. Akhirnya tawaran memilih Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 pada 2010.

Gambar desain Stadion Al Wakrah di Qatar, yang dirancang oleh mendiang Zaha Hadid. Stadion megah ini akan digunakan pada ajang Piala Dunia 2022. REUTERS
Qatar menolak tuduhan ini dan jika benar ada kampanye negatif, maka Qatar akan melanggar aturan penawaran FIFA, yang melarang "pernyataan tertulis atau lisan apa pun, apakah merugikan atau sebaliknya, tentang tawaran atau pencalonan anggota asosiasi lain."

Dilansir dari Daily Star, laporan menyebut kampanye negatif termasuk mempengaruhi keputusan kongres AS pada dampak buruk dari Piala Dunia jika diselenggarakan di Amerika, serta membayar seorang profesor AS senilai US$ 9.000 atau Rp 129 juta untuk menyusun laporan ilmiah tentang beban ekonomi dari Piala Dunia.FIFA telah menyelesaikan penyelidikan dua tahun terhadap korupsi terkait tawaran Piala Dunia Qatar. Setelah investigasi selesai, Qatar dinyatakan bersih, tetapi dokumen-dokumen ini tidak tersedia selama proses penyelidikan.

Sebuah proyek pembangunan stadion Internasional Khalifa di Doha, Qatar, 26 Maret 2016. Proyek pembangunan dan renovasi stadion Khalifa tersebut, guna menyambut perhelatan sepakbola terbesar di dunia, Piala Dunia 2022 di Qatar. REUTERS
Komite Tertinggi untuk Pengiriman dan Warisan Qatar mengatakan dalam sebuah pernyataan resmi menolak setiap tuduhan yang diajukan oleh Sunday Times.

"Kami telah diselidiki secara menyeluruh dan telah memberikan semua informasi yang terkait dengan tawaran kami, termasuk penyelidikan resmi yang dipimpin oleh pengacara AS Michael Garcia," katanya. "Kami telah secara ketat mematuhi semua aturan dan peraturan FIFA untuk Dunia 2018/2022 selama proses pemilihan tuan rumah Piala Dunia."Sementara FIFA menegaskan kembali bahwa tidak ada kesalahan ditemukan dalam penyelidikan korupsi yang dilakukan selama dua tahun.




Credit  tempo.co



Senin, 23 Juli 2018

Qatar Bakal Borong Sistem Senjata Rusia, untuk Apa?



Sistem prtahanan udara S-400 Triumph menggunakan radar yang dapat mendeteksi sasaran sejauh 600 km dan dilengkapi empat macam rudal yang berbeda jangkauannya, yaitu rudal 40N6 dengan jangkauan 400 km, rudal 48N6 dengan jangkauan 250 km, rudal 9M96E dan 9M96E2 dengan jangkauan 40 km dan 120 km. Vitaliy Nevar/TASS
Sistem prtahanan udara S-400 Triumph menggunakan radar yang dapat mendeteksi sasaran sejauh 600 km dan dilengkapi empat macam rudal yang berbeda jangkauannya, yaitu rudal 40N6 dengan jangkauan 400 km, rudal 48N6 dengan jangkauan 250 km, rudal 9M96E dan 9M96E2 dengan jangkauan 40 km dan 120 km. Vitaliy Nevar/TASS

CB, Moskow – Pemerintah Rusia dan Qatar sedang mendiskusikan rencana pembelian sistem anti-serangan udara S-400 kepada Doha.

Duta besar Rusia untuk Qatar, Nurmakhmad Kholov, membenarkan adanya rencana pembelian sejumlah sistem senjata Rusia oleh negara teluk itu. Ini seperti senjata kecil berupa senapan serbu Kalashnikov dan senjata anti-tank.
“Ada pembicaraan soal pembelian senjata sistem pertahanan udara S-400 dan sebagainya namun belum mencapai kesimpulan kongkrit,” kata Kholov seperti dilansir Reuters mengutip media TASS, Sabtu, 21 Juli 2018.
Rencana Qatar untuk membeli sejumlah sistem pertahanan buatan Rusia juga dilansir media Russia Today. Menurut media ini, Qatar juga menjajaki pembelian sistem peluncur granat, dan rudal anti-tank Kornet.
Pada awal tahun, Dubes Qatar untuk Rusia, Fahad bin Mohammed Al-Attiyah, mengatakan proses negosiasi pembelian senjata S-400, yang dikenal cukup akurat untuk mengejar pesawat tempur musuh, sedang berada pada tahapan maju.

Sistem rudal Kornet Anti-Tank, TOS-1 Peluncur roket, peluncur granat IGS-30 dan senapan mesin AK-103 Kalashnikov.
Qatar, menurut Fahad, menjalin kerja sama secara lebih luas dengan Rusia termasuk pelatihan pasukan dan membangun koneksi dengan jaringan intelijen.
Rencana pembelian S-400 ini mendapat tanggapan dari Arab Saudi. “Arab Saudi akan siap untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menghancurkan sistem pertahanan ini termasuk lewat aksi militer,” kata Raja Salman dalam surat yang ditujukan kepada Presiden Prancis, Emmanuel Macron, seperti dilansir media Le Monde beberapa waktu lalu.

Saudi dan Qatar sedang terlibat pertikaian politik terkait dukungan Doha terhadap Iran. Saudi dan Iran sedang berperang di Yaman dengan masing-masing mendukung pasukan Houthi dan pemerintah.
Menanggapi ini, kementerian Luar Negeri Qatar mengatakan Riyadh tidak dalam posisi untuk mendikte Doha. “Pembelian perlengkapan militer merupakan keputusan terkait kedaulatan yang tidak terkait negara lain,” kata Mohammed bin Abdulrahman al-Thani seperti dilansir Al Jazeera.
Sistem rudal canggih S-400, Menurut Russia Today, dijuluki ‘Growler’ oleh NATO. Sistem rudal anti-serangan udara ini mampu melacak dan mengejar serangan pesawat jet tempur dan rudal secara bersamaan hingga jarak 250 kilometer untuk target yang bergerak lambat dan 60 km untuk rudal balistik yang memiliki kecepatan hingga 4800 meter per detik. Sistem ini merupakan upgrade dari S-300. Namun, Rusia juga memiliki sistem S-500 yang tidak dijual ke negara lain.




Credit  tempo.co



Rabu, 18 Juli 2018

Qatar Bangun Megaproyek Piala Dunia 2022


Qatar Bangun Megaproyek Piala Dunia 2022
Qatar Bangun Megaproyek Piala Dunia 2022. (Koran SINDO).

DOHA - Qatar sejumlah megaproyek infrastruktur di seluruh wilayah sejak terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Negara Teluk itu menghabiskan total dana USD200 miliar (Rp2.880 triliun, kurs Rp14.400 per dolar AS) untuk mendirikan stadion, jalan raya, rel kereta api, rumah sakit, hotel, mal, kota, dan bandara baru.

Kepastian tersebut diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Qatar Ali Sahreef Al-Emadi. Menurutnya, seluruh megaproyek itu akan diselesaikan dalam beberapa tahap. Harapannya, semuanya sudah rampung pada 2021, setahun sebelum turnamen sepak bola terbesar di sejagat raya itu digelar. Proyek tersebut sudah dikerjakan sejak 2015 silam.

"Kami menggelontorkan dana hampir USD500 juta per pekan untuk merampungkan proyek ini. Semua pengerjaan akan selesai dalam waktu tiga atau empat tahun. Kami bekerja keras agar semua orang melihat bahwa kami sudah siap untuk menggelar Piala Dunia 2022," kata Ali Shareef Al-Emadi, dikutip aljazeera.com.

Dalam perjalanannya, Qatar menghadapi banyak tantangan. Selain harga minyak yang fluktuatif, Qatar juga mengalami ketegangan politik dengan Arab Saudi, Mesir, Bahrain, Uni Emirates Arab (UEA), Libya, Yaman, dan Maladewa. Qatar sempat kesulitan bergerak karena akses perbatasan darat, laut, dan udara di kawasan ditutup.

Sejumlah sektor penting Qatar seperti pangan, penerbangan, investasi, harga minyak, dan sepak bola juga tercabik dan lumpuh. Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) bergegas melakukan komunikasi dengan Komite Tertinggi Penyelenggara Piala Dunia 2022 untuk segera meninjau kondisi dan perkembangan persiapan Qatar.

Sebelumnya, Arab Saudi dan sekutunya, termasuk Amerika Serikat (AS) menuduh Qatar membiayai aksi terorisme di Timur Tengah, termasuk melindungi anggota kelompok teroris. Imbasnya, negara-negara Teluk meminta FIFA mencabut Qatar. Kekisruhan itu berdampak terhadap 1,4 juta buruh yang bekerja dalam proyek Piala Dunia 2022.

Federasi Sepak Bola Jerman (DFB) berkomunikasi dengan Badan Sepak Bola Eropa (UEFA) dan menilai sepak bola tidak bisa diselenggarakan di negara pendukung terorisme. Badan Sepak Bola Asia (AFC) juga turun ke lapangan untuk melakukan peninjauan. Mereka menyatakan Qatar merupakan negara paling berpengaruh.

Qatar merupakan salah satu negara yang netral. Menurut AFC, banyak pertandingan antar negara Asia yang digelar di Qatar akibat adanya konflik diplomatik seperti Iran, Libanon, Suriah, Irak, hingga Yaman. “Kami akan memantau situasi di sana dengan seksama dan ketat,” kata Sekjen AFC Windsor John dikutip Reuters.

Di samping itu, dengan suhu puncak mencapai 60 derajat celsius pada musim panas, banyak negara yang protes. Para pemain sepak bola dinilai akan cepat mengalami dehidrasi, sekalipun ada aturan baru untuk istirahat di tengah pertandingan. Sistem pendingian yang diajukan Qatar juga masih belum terbukti nyata.

Presiden FIFA Gianni Infantino mengatakan Piala Dunia 2022 tidak akan digelar pada musim panas, melainkan pada 21 November - 18 Desember. Pengumuman itu juga pernah dikeluarkan mantan Presiden FIFA Sepp Blatter pada 2015. Seluruh jadwal kompetisi juga akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Pada umumnya, Piala Dunia digelar pada bulan Juni-Juli.

"Tanggal untuk Piala Dunia sudah ditetapkan digelar di Qatar mulai 21 November hingga 18 Desember. Badan sepak bola di seluruh dunia sudah diberi informasi dan mereka harus menyesuaikan kalander liga mereka sebagai konsekuensinya," kata dia, dilansir espn.com.

“Saya kira Piala Dunia 2022 yang dihelat pada musim dingin bisa menjadi turnamen yang sangat luar biasa karena para pemain bakal lebih bugar,” ujar Wakil Presiden FIFA Jim Boyce.

Perjalanan Qatar untuk menjadi tuan rumah pesta sepakbola terbesar sejagad itu memang tidak selalu mulus. Dugaan aroma korupsi sempat mencuat dan diembuskan sejumlah media Barat. mereka menuduh Qatar melakukan tindak korupsi yang melibatkan FIFA dan QFA untuk menjadi tuan rumah. 


Qatar dituding menyuap para pemilik suara dan Konfederasi Sepak Bola Afrika (CAF) senilai USD1,5 juta selama voting berlangsung. Begitupun kepada petinggi Kondereasi Sepak Bola Amerika Utara Tengah dan Karibia (CONCACAF) dan FIFA. Namun, sejauh ini, tuduhan itu tidak dapat diverifikasi atau dibuktikan.

Selain masalah suap, Piala Dunia 2022 juga dihadapkan pada kasus kekerasan sekaligus perbudakan kepada para pekerja yang didatangkan dari luar Qatar, terbanyak dari India. Mereka bekerja 12 jam sehari selama enam hari per pekan. Di samping itu, isu kesehatan juga mendapat perhatian. Para pekerja dituding tidak mendapatkan fasilitas yang baik. Sanitasi di tempat kerja buruk di mana hanya ada lima toilet untuk 200 pekerja.

Selain itu, upah yang diterima para buruh dilaporkan berada di bawah standar, sebagian dari gaji mereka bahkan menunggak berbulan-bulan. Berbagai kontroversi itu mencoreng kredibilitas Qatar selaku tuan rumah, sekalipun fasilitas yang disuguhkan sangat megah, mewah, dan canggih. Emir Qatar Tamim bin Hamad al-Thani pun tetap optimistis. Dia mengatakan, penyelenggaraan Piala Dunia merupakan momen penting bagi kawasan Arab. Qatar merupakan negara Asia kedua yang menjadi tuan rumah Piala Dunia setelah Korea Selatan dan Jepang pada 2002.

"Saya yakin Qatar akan menjadi tuan rumah sukses seperti Rusia. Kami mengundang semua untuk datang ke Qatar," kata Infantino. Hal senada juga diungkapkan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Credit  sindonews.com





Kamis, 28 Juni 2018

Qatar: Krisis Teluk hancurkan kestabilan regional


Qatar: Krisis Teluk hancurkan kestabilan regional
Wakil Tetap Qatar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Alya Ahmed bin Saif Ath-Thani. (un.org)




Doha (CB) - Qatar kembali menyatakan bahwa krisis yang berkecamuk di kawasan Teluk, yang dipaksakan atas Doha oleh sejumlah negara tetangganya, merupakan kebijakan tak bertanggung-jawab dan menghancurkan kestabilan regional, demikian laporan Kantor Berita Qatar (QNA).

Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh Wakil Tetap Qatar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Alya Ahmed bin Saif Ath-Thani sebelum menghadiri pertemuan resmi Dewan Keamanan (DK) PBB, Selasa (26/6).

Utusan Qatar tersebut mengatakan pemblokiran negara tidak memperhitungkan pemeliharaan sistem Dewan Kerja Sama Teluk (GCC)., bahkan berlanjutnya krisis saat ini akan mengancam keamanan dan kestabilan Wilayah Timur Tengah.

Wanita diplomat itu menegaskan bahwa Qatar menyampaikan kembali seruannya bagi dialog antara semua pihak guna menyelesaikan pertikaian di kawasan Teluk, dan memuji upaya penengahan yang dipelopori oleh Kuwait.

Ia juga memperingatkan mengenai bahaya dari penggunaan dunia maya untuk mengancam keamanan dan kedaulatan negara, yang menjadi salah satu ancaman utama yang mengakibatkan meletusnya krisis di kawasan Teluk.

Pada 5 Juni 2017, empat negara di Wilayah Teluk, yakni Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Qatar, karena menuduh Qatar mendukung terorisme dan merusak kestabilan wilayah.

Namun, pihak Doha telah membantah tuduhan tersebut, dan menyebutnya "tidak dapat dibenarkan" dan "tanpa dasar", demikian laporan kantor berita Xinhua China.



Credit  antaranews.com






Kamis, 21 Juni 2018

Arab Saudi Bersiap Ubah Qatar Jadi Sebuah Pulau


Arab Saudi Bersiap Ubah Qatar Jadi Sebuah Pulau
Pemandangan matahari terbenam di atas pelabuhan Pearl-Qatar di Doha. Qatar terancam jadi sebuah pulau karena Arab Saudi akan membangun kanal raksasa. Foto/REUTERS/Fadi Al-Assaad


RIYADH - Arab Saudi bersiap membuka penawaran kepada perusahaan-perusahaan rekayasa asing untuk menggali kanal raksasa yang akan memisahkan negara itu dari Qatar. Penggalian kanal raksasa ini pada dasarnya untuk mengubah negara kecil di Teluk itu menjadi sebuah pulau.

Mengutip laporan laman Makkah Newspaper, Rabu (20/6/2018)  setidaknya lima perusahaan telah menyatakan keinginan untuk berpartisipasi dalam tender yang dijadwalkan akan berlangsung pada 25 Juni 2018. Pemenang tender akan diumumkan dalam waktu tiga bulan dan segera memulai proyek penggalian kanal raksasa tersebut.

Seperti diketahui, Riyadh telah berencana membangun Kandal Salwa dalam waktu satu tahun. Kanal ini untuk untuk menciptakan penghalang air antara Arab Saudi dan Qatar sebagai buntut dari krisis diplomatik yang terus memburuk.

Menurut sumber pemerintah yang dikutip surat kabar Saudi tersebut, jalur air baru di sepanjang perbatasan Qatar di timur Arab Saudi akan mencapai panjang 60 kilometer dan lebar 200 meter. Perkiraan biaya proyek adalah 2,8 miliar riyal Saudi (sekitar USD746 juta).

Media Saudi sebelumnya melaporkan bahwa Kanal Salwa akan dibangun pada jarak antara satu hingga lima kilometer dari perbatasan Saudi dengan Qatar, dengan sisa lahan yang akan dimanfaatkan untuk kegiatan militer dan penjaga perbatasan.

Hotel mewah dan vila pribadi dengan dermaga untuk yacht akan dibangun di pantai kawasan Kanal Salwa. Infrastruktur lain untuk rekreasi dan olahraga air juga akan dibangun. Kanal Salwa juga dirancang menjadi menjadi rumah bagi tiga pelabuhan laut, yang mampu menampung kapal pesiar besar.

Jika langkah itu dilaksanakan, Qatar, yang terletak di semenanjung dan hanya memiliki perbatasan darat dengan Arab Saudi, akan secara efektif berubah menjadi negara kepulauan.

Setahun yang lalu, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir menuduh Qatar mendukung terorisme, ikut campur terhadap urusan dalam negeri negara-negara lain di kawasan Teluk dan bersekutu dengan Iran. Empat negara itu lantas memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar dan memberlakukan blokade terhadap Doha.

Saudi dan sekutunya juga mengeluarkan ultimatum yang berisi ancaman untuk mempertahankan tekanan ekonomi sampai Qatar setuju untuk menutup media Al Jazeera, mengusir pasukan Turki dari wilayahnya, memutuskan hubungan dengan Iran dan mengekang hubungan dengan gerakan Ikhwanul Muslimin Mesir.

Namun, Doha menolak tuntutan itu sebagai tuntutan yang tidak realistis. Sebaliknya, Dohar terus menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Teheran dan Ankara. 





Credit  sindonews.com





Selasa, 12 Juni 2018

Lakukan Blokade, Qatar Seret UAE ke Mahkamah Internasional



Lakukan Blokade, Qatar Seret UAE ke Mahkamah Internasional
Pemerintah Qatar mengatakan telah membawa Uni Emirat Arab (UEA) ke Mahkamah Internasional terkait blokade yang dilakukan oleh negara itu. Foto/Istimewa


DOHA - Pemerintah Qatar mengatakan telah membawa Uni Emirat Arab (UEA) ke Mahkamah Internasional terkait blokade yang dilakukan oleh negara itu. Doha menggambarkan blokade itu sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

UEA, Arab Saudi, Bahrain dan Mesir memberlakukan boikot terhadap Qatar pada Juni 2017, memutus hubungan diplomatik dan transportasi dengan negara kecil yang kaya, menuduh negara itu mendukung terorisme. Doha membantahnya dan mengatakan bahwa tekanan ditujukan untuk menghapus kedaulatannya.

"Sebagaimana dinyatakan secara terperinci dalam penerapan Qatar ke Mahkamah Internasional, UAE memimpin tindakan-tindakan ini, yang telah memiliki dampak yang menghancurkan terhadap hak asasi manusia Qatar dan penduduk Qatar," kata pemerintah Qatar dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters pada Senin (11/6).

Doha mengatakan UEA memberlakukan serangkaian tindakan yang mendiskriminasi warga Qatar, termasuk mengusir mereka dari UEA, melarang mereka memasuki atau melewati UEA, memerintahkan warga negara UEA untuk meninggalkan Qatar, dan menutup wilayah udara UEA dan pelabuhan ke Qatar.

Qatar mengatakan pihaknya yakin tindakan itu melanggar Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (CERD), termasuk diskriminasi atas dasar kewarganegaraan, di mana UAE dan Qatar keduanya adalah negara penandatangan konvensi.

Tiga negara lain yakni Saudi, Bahrain dan Mesir tidak turut diseret oleh Qatar karena mereka bukan negara penandatangan konvensi CERD.

Qatar meminta agar pengadilan memerintahkan UAE untuk mengambil langkah-langkah untuk memenuhi kewajibannya di bawah CERD, menghentikan dan mencabut langkah-langkah dan memulihkan hak-hak orang Qatar.

"Kami juga meminta UEA membuat reparasi, termasuk kompensasi," tukasnya, tanpa memberikan rincian mengenai jumlah uang yang diminta.





Credit  sindonews.com





Kamis, 07 Juni 2018

Ambisi Qatar untuk Jadi Anggota NATO Pupus


Ambisi Qatar untuk Jadi Anggota NATO Pupus
NATO menolak keinginan Qatar untuk menjadi anggota. Foto/Istimewa


BRUSSELS - NATO menolak tawaran Qatar untuk bergabung dengan aliansi pertahanan militer Barat itu. NATO mengatakan keanggotaannya disediakan untuk Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Pernyataan itu menanggapi komentar Menteri Pertahanan Qatar pada hari Selasa bahwa "ambisi" jangka panjang negaranya adalah untuk bergabung dengan NATO.

"Menurut Pasal 10 dari Perjanjian Washington, hanya negara-negara Eropa yang dapat menjadi anggota NATO," kata seorang pejabat dari aliansi 29 negara itu.

"Qatar adalah mitra NATO yang berharga dan sudah lama," sambung pejabat itu seperti dikutip dari Channel News Asia, Kamis (7/6/2018).

Berbicara pada peringatan satu tahun perselisihan diplomatik pahit antara negara-negara Teluk yang telah melihat Qatar terisolasi dari mantan sekutu regionalnya, Menteri Pertahanan Khalid bin Mohamed al-Attiyah mengatakan Qatar ingin menjadi anggota penuh NATO.

"Qatar saat ini telah menjadi salah satu negara paling penting di kawasan itu dalam hal kualitas persenjataan," kata Attiyah kepada majalah resmi kementerian pertahanan Qatar, Altalaya.

"Mengenai keanggotaan, kami adalah sekutu utama dari luar NATO. Ambisinya adalah keanggotaan penuh jika kemitraan kami dengan NATO berkembang dan visi kami jelas," imbuhnya.

Pernyataannya itu datang pada saat yang sensitif secara politik di wilayah tersebut.

Pada 5 Juni 2017, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir secara tiba-tiba memutuskan hubungan dengan Qatar. Keempat negara itu menuduh Qatar mendukung terorisme dan Iran.

Keempat negara itu mengusir Qatar, dan satu-satunya perbatasan darat negara itu dengan Arab Saudi telah ditutup selama setahun terakhir.

Upaya-upaya diplomatik sejauh ini terbukti tidak membuahkan hasil terhadap tempat yang sebelumnya merupakan salah satu kawasan paling stabil di dunia Arab. 






Credit  sindonews.com





Rabu, 06 Juni 2018

Setahun Terkucil, Qatar Nyatakan Ingin Gabung NATO


Setahun Terkucil, Qatar Nyatakan Ingin Gabung NATO
Ilustrasi. (REUTERS/Thomas White)


Jakarta, CB -- Menteri Pertahanan Qatar mengatakan "ambisi" strategis jangka panjang negaranya adalah bergabung dengan aliansi militer Barat, Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO.

Bertepatan dengan setahun Qatar dikucilkan para sekutunya di kawasan Teluk, Khalid bin Mohamed al-Attiyah mengatakan negaranya ingin jadi anggota tetap aliansi 29 negara itu.

"Qatar hari ini menjadi salah satu negara paling penting di kawasan dalam hal kualitas persenjataan," kata Attiyah dalam laporan Altalaya yang dikutip AFP pada Rabu (6/6).



"Terkait keanggotaan, kami adalah sekutu utama dari luar NATO. Ambisi kami adalah keanggotaan penuh jika kemitraan kami dengan NATO berkembang dan visi kami jelas."

Dia juga mengatakan ada perkembangan hubungan baik antara Qatar dan aliansi tersebut. Menurutnya, Doha bisa menaungi "unit-unit NATO atau salah satu pusat terspesialisasinya."

Pernyataan itu dilontarkan di tengah keaadaan politik sensitif di kawasan.

Satu tahun lalu, 5 Juni 2017, sekelompok negara, termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir, tiba-tiba memutus hubungan dengan Qatar atas tudingan mendukung terorisme dan Iran.

Satu tahun terakhir, Doha diisolasi oleh negara-negara tetangganya itu. Satu-satunya perbatasan darat Qatar, yakni dengan Arab Saudi, ditutup sementara para warganya diusir.

Qatar mengklaim perselisihan ini merupakan serangan terhadap kedaulatan dan dilakukan karena Doha mencoba menerapkan kebijakan luar negeri yang independen.

Upaya diplomatik sejauh ini tak menghasilkan apa-apa dan krisi ini berisiko merusak salah satu negara paling stabil di dunia Arab.

Meski tidak ada konflik langsung, bayangan aksi militer semakin memperkeruh suasana.

Awal bulan ini, para pemimpin Saudi mengancam akan melakukan tindakan militer dan meminta Presiden Emmanuel Macron untuk mengintervensi pengajuan pembelian sistem pertahanan rudal S-400 dari Qatar kepada Rusia.






Credit  cnnindonesia.com




Qatar Abaikan Ancaman Saudi



Qatar Abaikan Ancaman Saudi
Qatar Abaikan Ancaman Saudi. (Koran SINDO).


DOHA - Qatar menuding Arab Saudi bersikap gegabah setelah Riyadh mengancam akan menyerang Doha hanya karena pembelian sistem pertahanan Rusia.

Menteri Luar Negeri (menlu) Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani tidak berpikir kalau ancaman Saudi itu merupakan hal serius. Dia menuding Riyadh menggunakan ancaman itu untuk menciptakan “kekacauan” di tengah ketegangan Doha dengan koalisi Saudi bersama Mesir, Uni Emirat Arab, Yaman, dan Bahrain.

Harian Prancis, Le Monde , pada Sabtu (2/6) melaporkan bahwa Raja Saudi Salman bin Abdulaziz al Saud mengirimkan surat ke Presiden Prancis Emmanuel Macron. Surat itu berisi kekhawatiran Arab Saudi mengenai perundingan antara Doha dan Moskow tentang pembelian sistem pertahanan Rusia S-400.

Raja Saudi dikabarkan mempertimbangkan segala pertimbangan, termasuk aksi militer. “Kita sedang mencari konfirmasi formal dari pemerintahan Prancis mengenai surat itu,” kata Menlu Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani kepada Al Jazeera, kemarin.

“Tidak ada ancaman militer serius dalam hal ini. Itu hanya untuk menciptakan kekisruhan di kawasan. Hal itu tidak bisa diterima,” ungkapnya. Thani menegaskan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari surat tersebut. Koalisi kuartet memutuskan hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Qatar setahun lalu.

Mereka menuding Doha mendukung terorisme, tapi Qatar membantah tuduhan tersebut dan menyatakan blokade itu sebagai upaya meng ganggu kedaulatannya. Melansir Reuters, kantor presiden Prancis dan kantor komunikasi pemerintahan Saudi tidak merespons konfirmasi dan komentar mengenai laporan Le Monde serta tanggapan Qatar.

Qatar dan Rusia menandatangani kesepakatan kerja sama teknis dan militer tahun lalu. Doha memang berunding untuk membeli sistem pertahanan misil S-400. Bagaimana jika Doha melanjutkan kesepakatan pembelian S-400? “Qatar terbuka dengan semua opsi untuk memperkuat pertahanan,” kata Thani.

Dia mengatakan Qatar mencari sistem pertahanan dengan kualitas terbaik. Bagi dia, keputusan membeli senjata adalah urusan kedaulatan suatu negara. “Ancaman yang dilakukan Saudi juga melanggar hukum internasional dan seluruh norma internasional,” kata Thani. “Pembelian peralatan militer itu keputusan kedaulatan dan tidak ada negara yang bisa mencampuri urusan tersebut,” katanya.

Namun, jika ancaman itu memang benar, Thani menegaskan, Qatar akan menempuh jalur hukum karena negaranya tidak melanggar hukum internasional. “Qatar juga menghadapi blokade ilegal. Kita akan mencari forum internasional untuk meyakinkan insiden seperti tidak terulang lagi,” katanya. Perpecahan antara Qatar dan Saudi memang tidak menguntungkan Washington.

Maklum, Amerika Serikat (AS) memiliki hubungan baik antara Doha dan Riyadh. Gedung Putih memandang perpecahan negara Sunni itu akan menguntungkan negara Syiah Iran. Setahun setelah blokade, Qatar justru semakin kuat. Kebijakan luar negeri Qatar semakin independen.

Tidak ada perpecahan politik di dalam negeri. Qatar justru tidak menghadapi krisis seperti yang dibayangkan sebelu mnya. “Qatar justru mampu menjadikan krisis sebagai kesempatan untuk memperbaiki ketahanan pangan, kohesi sosial, dan ekonomi berkelanjutan, serta mengadaptasi kebijakan fiskal yang solid untuk menghadapi blokade,” kata Sultan Barakat, profesor politik dari Universitas York.

Strategi manajemen krisis yang dijalankan Qatar sangat sukses. “Doha mampu membangun sistem ketahanan terhadap aliansi anti-Qatar,” ujar Barakat. Kemudian Qatar juga melawan dengan blokade yang dilakukan Arab Saudi. Doha melarang penjualan produk makanan dari Arab Saudi dan koalisi.

“Produk yang berasal dari negara yang memblokade Qatar dilarang dijual di toko dan pasar,” demikian keputusan Pemerintah Qatar. Emir Kuwait Sheikh Sabah al-Ahmad al-Jaber al-Sabah berulang kali mengirimkan surat kepada negara yang mem blokade untuk memediasi, tapi tidak ada respons positif.  

“Mediasi kita tidak mudah,” kata Duta Besar Kuwait untuk Inggris Khaled al-Duwaisan seperti dilansir kantor berita China, Xinhua . “Padahal ketegangan itu seharusnya bisa diselesaikan melalui negosiasi,” ujarnya.

Dalam pandangan Rory Miller, pakar hubungan internasional dari Universitas Georgetown di Qatar, tidak ada pihak yang memiliki alasan tepat membuat konsesi besar. “Krisis tersebut tetap berlangsung ketika kawasan Timur Tengah disibukkan dengan konflik yang lebih serius,” kata Miller.



Credit  sindonews.com


Selasa, 05 Juni 2018

Menhan Attiyah: Qatar Tak Akan Kobarkan Perang dengan Iran


Menhan Attiyah: Qatar Tak Akan Kobarkan Perang dengan Iran
Menteri Pertahanan Qatar Khalid bin Mohaammad al-Attiyah. Foto/REUTERS/File Photo


SINGAPURA - Menteri Pertahanan(Menhan) Qatar Khalid bin Mohaammad al-Attiyah mengatakan bahwa negaranya tidak akan terseret ke dalam konflik dengan Iran. Dia menegaskan bahwa Doha tidak akan mengobarkan perang dengan Teheran.

Penegasan Attiyah itu disampaikan dalam konferensi keamanan internasional di Singapura.

"Qatar memiliki banyak perbedaan dengan Iran, tetapi itu tidak berarti kita pergi dan mengobarkan perang di kawasan itu," ujar Attiyah yang juga menjawab sebagai Wakil Perdana Menteri Qatar tersebut.

"Apakah bijaksana untuk menyerukan Amerika Serikat dan menyerukan Israel untuk pergi dan memerangi Iran?," ujar dia.

"Apakah ada pihak ketiga yang mencoba untuk mendorong wilayah atau beberapa negara di wilayah tersebut untuk memulai perang di Iran, ini akan sangat berbahaya," imbuh Attiyah, yang dikutip Al Jazeera, semalam (3/6/2018).

Dalam pidatonya di konferensi itu, dia tidak menyebut negara atau pihak manapun. Namun, spekulasi mengarah pada Arab Saudi sebagai rival Iran.

Saudi merupakan satu dari empat negara Arab yang memblokade dan memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar sejak Juni tahun lalu. Negara kecil yang kaya rayak di Teluk itu dimusuhi Saudi dan para sekutunya atas tuduhan Doha mendukung  terorisme dan menolak untuk memutus hubungannya dengan Teheran. Qatar telah menolak tudingan telah mendukung terorisme.

"Iran adalah tetangga. Kita harus memanggil Iran, meletakkan semua file di atas meja dan mulai membahas untuk membawa kedamaian daripada perang," kata Attiyah dalam pidatonya.

Menanggapi pertanyaan apakah pangkalan udara Qatar dapat digunakan untuk meluncurkan serangan terhadap Iran, Attiyah mengatakan bahwa negaranya bukan penggemar perang dan mendukung dialog.

Sekadar diketahui, Qatar menampung 10.000 tentara AS yang ditempatkan di pangkalan udara Al-Udeid sebagai bagian dari kampanye melawan kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan perang di Afghanistan.





Credit  sindonews.com




Senin, 04 Juni 2018

Saudi Berkeberatan, Rusia Tetap Jual S-400 ke Qatar





Ini adalah sistem pertahanan udara rudal anti-rudal S-400 buatan Rusia.  Sputnik / Igor Zarembo
Ini adalah sistem pertahanan udara rudal anti-rudal S-400 buatan Rusia. Sputnik / Igor Zarembo

CB, Kremlin – Pemerintah Rusia bakal tetap menjual sistem pertahanan anti-rudal serangan udara S-400 kepada pemerintah Qatar meskipun pemerintah Arab Saudi berkeberatan.
Wakil Ketua Komite Senat bidang Pertahanan dan Keamanan Rusia, Aleksei Kondratyev, mengatakan Rusia memiliki tujuan sendiri dengan penjualan sistem pertahanan rudal darat ke udara itu.

“Rusia akan melanjutkan sesuai kepentingannya menyuplai S-400 kepada Qatar dan mendapat uang untuk anggaran negara. Posisi pemerintah Arab Saudi tidak ada kaitannya. Rencana Rusia tidak berubah,” kata Kondratyev seperti dilansir media Sputnik dan dikutip Al Jazeera, Ahad, 3 Juni 2018.
Menurut Kondratyev, Arab Saudi memiliki peran dominan di kawasan Timur Tengah. “Namun, Qatar mendapat keuntungan dengan meningkatkan kemampuan militer-nya lewat pembelian system anti-rudal S-400. Sehingga, keberatan Saudi bisa dimaklumi,” kata dia.

Menurut Kondratyev, pemerintah AS juga berkepentingan mencegah penjualan S-400 ini kepada Qatar karena bisa kehilangan pasar senjata regional yang menguntungkan.
Pernyataan politikus Rusia ini muncul setelah sehari sebelumnya, Raja Salman dari Arab Saudi dikabarkan berkirim surat kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Dalam surat itu, Salman mengatakan akan melakukan serangan militer jika Doha melanjutkan pembelian ini. Dia meminta Prancis mendesak Doha agar membatalkan rencana pembelian ini.
Seperti dilansir media Le Monde, Raja Salman merasa khawatir dengan keamanan Saudi jika Doha melanjutkan pembelian senjata ini.
Rencana pembelian S-400 ini, seperti dijelaskan duta besar Qatar untuk Rusia, sudah berada dalam tahapan maju. Ini didului penandatanganan kerja sama pelatihan teknis dan militer antara kedua negara pada Oktober 2017.




Credit  tempo.co




Raja Arab Ancam Aksi Militer atas Rencana Sistem Rudal Qatar


Raja Arab Ancam Aksi Militer atas Rencana Sistem Rudal Qatar
Lewat surat kepada Presiden Perancis Emmanuel Macron, Raja Arab Saudi disebut mengungkapkan kekhawatiran atas rencana Qatar membangun sistem pertahanan udara. (REUTERS/Tomohiro Ohsumi)


Jakarta, CB -- Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz Al Saud, disebutkan mengancam akan melakukan tindakan militer jika Qatar bersikeras tetap memasang sistem pertahanan udara dari Rusia.

Seperti dilansir Reuters, mengutip dari surat kabar Perancis, Le Monde, Salman telah mengirimkan surat kepada Presiden Perancis, Emmanuel Macron, soal hal tersebut.

"Kerajaan akan siap melakukan segala hal yang diperlukan untuk memastikan mengeliminasi sistem pertahanan ini, termasuk aksi militer," demikian kutipan surat Raja Salman kepada Macron yang dilansir Le Monde.




Tak ada kepastian spesifik apakah dalam surat tersebut, Salman pun meminta Macron untuk membantu pencegahan penjualan rudal demi menjamin kedamaianan di wilayah tersebut. Sementara itu, baik dari pemerintahan Perancis maupun kerajaan Arab Saudi belum ada yang merespon soal kutipan surat yang dimuat Le Monde tersebut.

Bukan hanya Arab Saudi, akibat upaya Qatar ingin membangun sistem pertahanan udara itu pun mendapatkan keberatan dari negara-negara di kawasan itu di antaranya Mesir, Bahrain, dan Uni Emirat Arab.

Upaya Qatar untuk membangun sistem pertahanan udara itu sudah berlangsung sejak tahun lalu lewat penandatanganan kesepakatan militer dan kerja sama teknik dengan Rusia. Kemudian, pada awal tahun ini, Duta Besar Qatar di RUsia menyatakan telah ada perbincangan untuk membeli sistem pertahanan udara, rudal S-400 dari Negara Beruang Merah tersebut.

Sistem pertahanan udara, rudal S-400 dari Rusia. (UMNICK via WIkimedia Commons)






Credit  cnnindonesia.com






Senin, 28 Mei 2018

Setahun Blokade, Qatar Larang Produk Empat Negara Teluk



Sejumlah warga mengantri di kasir saat membeli bahan makanan yang dibeli oleh warga di sebuah supermarket di Doha, Qatar, 5 Juni 2017. Arab Saudi membuat kejutan dengan memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Qatar. (@shalome05 via AP)
Sejumlah warga mengantri di kasir saat membeli bahan makanan yang dibeli oleh warga di sebuah supermarket di Doha, Qatar, 5 Juni 2017. Arab Saudi membuat kejutan dengan memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Qatar. (@shalome05 via AP)

CB, Jakarta - Qatar mengumumkan melarang produk-produk yang berasal dari Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Mesir dan Bahrain. Larangan impor ini menandai hampir setahun negara-negara itu memberlakukan embargo terhadap Qatar karena dituduh mendukung terorisme.
"Produk-produk yang berasal dari negara-negara yang memblokade, blokade yang menyebabkan barnag-barang tidak dapat melewati Wilayah Negara-negara teluk dan harus menjalani inspeksi impor barang sesuai dengan prosedur kepabeanan," isi pernyataan pemerintah pada Sabtu, seperti dilaporkan Reuters, 27 Mei 2018.

"Untuk melindungi keamanan konsumen di Negara Qatar dan untuk memerangi perdagangan barang yang tidak adil, pemerintah mengeluarkan peraturan untuk mencari pemasok barang impor baru untuk barang-barang yang terkena dampak blokade."

Sejumlah warga mengantri di kasir saat membeli bahan makanan yang dibeli oleh warga di sebua supermarket di Doha, Qatar, 5 Juni 2017. Sudah 7 memutus hubungan dengan negara kaya minyak itu, menyusul Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, Mesir, Libya dan Yaman. (Doha News via AP)
Surat kabar nasional Al Watan mengutip surat edaran dari Kementerian Ekonomi dan Perdagangan Qatar yang mengatakan kepada para pedagang dan toko-toko untuk berhenti menjual produk yang diimpor dari Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Mesir dan Bahrain.
Keempat negara itu memutuskan hubungan diplomatik dan transportasi Juni 2017. Qatar, yang memiliki banyak barang impor yang dikirim dari Uni Emirat Arab dan menerima sebagian besar makanan segar di perbatasan Saudi terkena imbas pemutusan hubungan.

Impor ke Qatar merosot sekitar 40 persen dari tahun sebelumnya pada minggu-minggu awal boikot, tetapi sejak itu sebagian besar kembali normal ketika Doha telah menemukan pemasok baru dari negara lain seperti Turki, dan mengembangkan rute pelayaran baru melalui Oman. Qatar juga telah meluncurkan program untuk memproduksi lebih banyak produk lokal, termasuk makanan.

Namun juru bicara pemerintah Qatar belum menanggapi soal berapa banyak volume barang yang akan terpengaruh oleh larangan impor ini dan apakah larangan akan mencakup semua produk yang dikirim melalui negara embargo selain barang yang diproduksi di sana.
Menteri Luar Negeri Bahrain Sheikh Khalid bin Ahmed al-Khalifa mengatakan kepada surat kabar Alsharq Alawsat pada hari Minggu dia melihat tidak adanya solusi terhadap krisis diplomatik Qatar dengan empat negara teluk.





Credit  tempo.co




Bahrain: Tidak Ada Tanda-tanda Perdamaian dengan Qatar



Bahrain: Tidak Ada Tanda-tanda Perdamaian dengan Qatar
Menlu Bahrain, Sheikh Khalid bin Ahmed al-Khalifa menuturkan, pihaknya belum melihat sinyal dari Qatar untuk menyelesaikan masalah dengan negara Teluk. Foto/Istimewa



MANAMA - Bahrain menuturkan, pihaknya belum melihat adanya sinyal dari Qatar untuk menyelesaikan masalah dengan negara Teluk. Qatar dan negara Teluk sudah terlibat ketegangan selama kurang lebih setahun terakhir.

"Informasi di tangan kami hari ini tidak menunjukkan secercah harapan untuk adanya sebuah solusi, karena masalah ini tidak terjadi tiba-tiba," kata Menteri Luar Negeri Bahrain, Sheikh Khalid bin Ahmed al-Khalifa.

Sheikh Khalid kemudian mengatakan, Qatar memperpanjang krisis dengan membawa masalah kepada negara-negara Barat dan bukannya melakukan komunikasi dengan negara Teluk untuk menyelesaikan masalah yang ada.

"Kami mengharapkan dari awal krisis dengan Qatar bahwa Emir Qatar akan pergi ke Arab Saudi, tetapi ini tidak terjadi," sambungnya, seperti dilansir Reuters pada Minggu (27/5).

Para pejabat Saudi dan Uni Emirat Arab (UAE) mengatakan bahwa Doha belum memenuhi 13 tuntutan yang dibuat oleh empat negara Teluk, termasuk menutup stasiun televisi Al Jazeera yang didanai negara dan mengurangi hubungan dengan Iran.

Menteri Negara Urusan Luar Negeri UEA, Anwar Gargash mengatakan pekan lalu di Twitter bahwa Qatar tidak menangani secara bijaksana tuntutan tersebut. "Mungkin boikot yang hampir berlangsung selama satu tahun akan menghasilkan pemikiran baru dan pendekatan yang lebih bijaksana dari Doha," ucapnya. 




Credit  sindonews.com








Rabu, 02 Mei 2018

Qatar Garap Proyek Jalur Gaza Senilai 5 Juta Dolar AS


Penduduk Jalur Gaza
Penduduk Jalur Gaza


Qatar akan menggarap tiga proyek baru di Jalur Gaza




CB, GAZA -- Qatar menandatangani tiga proyek baru di Jalur Gaza senilai lima juta dolar AS. Proyek baru tersebut ditandatangi oleh Duta Besar Mohamed Al-Emadi, Ketua Komite Nasional Qatar untuk Rekonstruksi Jalur Gaza, pada Selasa (1/5).

"Hari ini kami menandatangani kontrak proyek baru dengan biaya lima juta dolar AS di Gaza, termasuk pembangunan Pusat Perawatan Harian Hamad bin Jassim," kata Al-Emadi pada sebuah upacara yang diselenggarakan oleh komite tersebut di Kota Gaza, dikutip Middle East Monitor.

Proyek Pusat Perawatan Harian Hamad Bin Jassim dirancang untuk mengobati pasien Cerebral Palsy di Gaza termasuk pria, wanita dan anak-anak. Direncanakan akan dibangun di atas 4.000 meter persegi tanah.

"Kami juga menandatangani kontrak untuk proyek pembuatan gedung kompleks Istana Keadilan (Pemerintah) di kota El-Zahra'a, pusat Jalur Gaza," ujarnya menambahkan.

Hibah lima juta dolar AS itu juga termasuk proyek yang menyediakan dan menyuplai semua peralatan yang diperlukan dan laboratorium ilmiah untuk Al-Amal School. Sekolah itu berdiri di kota pemukiman Sheikh Hamad Bin Khalifa Al-Thani di selatan Jalur Gaza.

"Proyek-proyek ini telah dilaksanakan melalui beberapa hibah untuk lebih dari setengah miliar dolar AS, terutama hibah Sheikh Hamad bin Khalifa Al-Thani untuk rekonstruksi Gaza senilai 407 juta dolar AS," kata Duta Besar Qatar tersebut.

Menurut dia proyek-proyek Qatar di Jalur Gaza dilakukan oleh tangan Palestina; baik melalui insinyur, perusahaan konstruksi, kantor konsultasi, atau pekerja.

Selama hampir satu dekade, Qatar telah terlibat dalam proyek pendanaan untuk mendukung populasi Jalur Gaza di berbagai bidang termasuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan pertanian.telah memberikan beberapa hibah keuangan untuk membiayai pembelian bahan bakar untuk menjalankan pembangkit listrik dan untuk mendukung sektor kesehatan di Gaza.






Credit  republika.co.id