Kamis, 14 Maret 2019

Perundingan Damai AS-Taliban Terhenti Tanpa Kesepakatan


Perundingan Damai AS-Taliban Terhenti Tanpa Kesepakatan
Ilustrasi anggota Taliban di Afghanistan. (REUTERS/Parwiz)




Jakarta, CB -- Perundingan damai antara Amerika Serikat dan Taliban dilaporkan terhenti sejak 12 Maret kemarin. Meski disebut ada kemajuan, tetapi tidak ada kesepakatan yang tercapai dari kedua belah pihak, terutama soal penarikan pasukan AS dari Afghanistan.

Seperti dilansir Reuters, Rabu (13/3), perundingan selama 16 hari antara AS dan Taliban di hotel bintang lima Ritz-Carlton di Doha, Qatar terhenti tanpa diketahui sebabnya. Seharusnya negosiasi akan dilanjutkan pada akhir Maret mendatang.

Dalam negosiasi itu, delegasi Taliban dipimpin oleh kepala bidang politik Mullah Abdul Ghani Baradar. Sedangkan AS dipimpin juru runding Zalmay Khalilzad, seorang diplomat yang lahir di Afghanistan.


Menurut Khalilzad, kemajuan dalam perundingan damai itu terkait dengan kontra terorisme dan penarikan pasukan AS dari Afghanistan. Dia mengatakan AS meminta Taliban tidak memberi ruang bagi bagi kelompok militan apapun untuk menggunakan negara itu sebagai basis untuk merancang serangan.


"Kondisi untuk perdamaian membaik. Sangat jelas seluruh pihak ingin perang berakhir. Kendati ada dinamika, kami tetap menjaga semuanya sesuai jalur dan membuat kemajuan," cuit Khalilzad dalam akun Twitter.

Meski begitu, Taliban tetap menolak duduk dalam satu meja perundingan dengan pemerintah Afghanistan. Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengakui negosiasi dengan AS menemukan titik terang.

"Ketika rancangan perjanjian tentang masa penarikan pasukan dan pemberlakuan kontra-terorisme selesai dibuat, Taliban akan memulai pembicaraan dengan pemerintah Afghanistan soal kedudukan politik dan gencatan senjata tetap," kata Khalilzad.

Kemajuan itu soal penarikan pasukan AS dan mencegah serangan teror kepada siapapun dari Afghanistan. Akan tetapi, Mujahid menyatakan sampai saat ini kedua belah pihak belum menyepakati apapun, termasuk gencatan senjata atau berunding dengan pemerintah Afghanistan.

Juru bicara Presiden Afghanistan, Ashraf Gani, berharap mereka segera memulai perundingan soal gencatan senjata dengan Taliban.

Qatar membolehkan Taliban membuka kantor perwakilan bidang politik sejak 2013. Mereka menyatakan ingin menjadi pihak yang turut menengahi konflik di kawasan itu.

"Kami memahami bagaimana kesulitan mengakhiri perang selama 18 tahun. Qatar berharap perundingan itu segera dilanjutkan," kata juru runding yang menjadi penengah asal Qatar, Mutlaq Bin Majid Al-Qahtani.


Hingga saat ini belum bisa dipastikan kapan pastinya perundingan damai AS-Taliban dilanjutkan.

Meski sedang berunding, perang antara Taliban dan pasukan Afghanistan terus berlangsung. AS dilaporkan terus mendesak Taliban untuk segera melakukan gencatan senjata dengan Afghanistan, tetapi ditolak. Penyebabnya Taliban menganggap pemerintah Afghanistan cuma 'boneka' AS.

Menurut sumber Taliban, negosiasi damai itu tidak berjalan mulus. Tokoh senior mereka menyatakan mereka bukan pelayan dan tidak membutuhkan AS untuk menentukan masa depan Afghanistan.

Saat ini masih ada 14 ribu pasukan AS di Afghanistan. Mereka menyerbu negara itu pada 2001 silam dengan dalih menggulingkan rezim Taliban yang konservatif dan melindungi mendiang pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden. Osama disebut bertanggung jawab atas serangan terhadap gedung kembar WTC di New York pada 9 September 2001.


Selama 18 tahun berperang di Afghanistan, sekitar 3500 pasukan asing, termasuk di dalamnya 2300 prajurit AS, meninggal.





Credit  cnnindonesia.com