Kamis, 17 Januari 2019

Militer Cina Pasang Howitzer Mobile di Dataran Tibet


Pasukan militer Cina berbaris di depan Istana Potala di Tibet. Tibetan Review
Pasukan militer Cina berbaris di depan Istana Potala di Tibet. Tibetan Review

CBBeijing – Militer Cina memasang kanon howitzer mobil untuk memperkuat pasukannya di dataran Himalaya. Meriam ini dipasang di kendaraan untuk meningkatkan mobilitas dalam pertempuran di dataran tinggi.

 
“Ini adalah senjata howitzer yang dipasang di kendaraan PLC-181,” begitu dilansir Global Times seperti dilansir News 18 pada 8 Januari 2019.
Senjata modifikasi ini digunakan oleh brigade artileri di Tibet saat terjadi ketegangan antara India dan Cina di daratan Doklam. Menurut analis militer Song Zhongping, kanon  ini memiliki daya tembak hingga 50 kilometer. Proyektil yang ditembakkan berteknologi canggih yaitu bisa terpandu oleh sinar laser dan satelit.

Kendaraan tempur Tipe 15 ini memiliki mesin yang mampu menghasilkan tenaga hingga 1000 tenaga kuda. Dan kendaraan ini jauh lebih ringan daripada tank tempur utama atau main battle tank, yang beratnya sekitar 32 – 35 ton. Tank lebih ditujukan untuk digunakan pada daerah terjal di daerah Himalaya.

Penggunaan mobile howitzer ini menunjukkan upaya militer Cina melakukan modernisasi peralatan meskipun ketegangan mereda di perbatasan dengan India.

Sebagai bagian dari latihan 2019, brigade artileri di Komando Militer Tibet, yang dikuasai Cina, tentara diwajibkan mengikui berbagai simulasi latihan di dataran Qinghai - Tibet, yang terletak sekitar 3.700 meter.

Ini terkait langsung dengan perintah Presiden Cina, Xi Jinping, yang juga mengepalai militer, agar pasukan bersiap untuk perang karena meningkatnya tantangan. Xi Jiping telah setidaknya dua kali mengeluarkan perintah ini setelah kapal perang AS melakukan manuver di Selat Taiwan dan Laut Cina Selatan pada 2018 dan awal 2019.

 Untuk meningkatkan dukungan bagi prajurit, Cina memasang stasiun oksigen yang bertugas di dataran Tibet dan kerap mengalami sakit akibat ketinggian karena kurang oksigen.





Credit  tempo.co