Senin, 03 September 2018

Bantah Kamp Politik Uighur, China Klaim Menjaga Stabilitas


Bantah Kamp Politik Uighur, China Klaim Menjaga Stabilitas
PBB menyebut China menahan lebih dari satu juta di kamp politik. Foto/Istimewa
BEIJING - China menyanggah laporan PBB terkait penahanan Muslim Uighur dalam tahanan untuk jangka waktu yang lama tanpa dituntut atas kejahatan atau diadili di pengadilan.

Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial mengatakan sejumlah besar etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya ditahan untuk waktu yang lama dengan dalih melawan terorisme dan ekstremisme agama.

Dalam sebuah bantahan, juru bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying mengatakan klaim itu salah.

"Mempertahankan perdamaian dan keamanan abadi di Xinjiang adalah keinginan umum semua etnis," kata Hua. 

"Kebijakan dan langkah-langkah di Xinjiang bertujuan untuk menjaga stabilitas, mempromosikan pembangunan dan persatuan, dan meningkatkan mata pencaharian," imbuhnya seperti dikutip dari UPI, Minggu (2/9/2018).

Informasi yang dikutip dari Xinjiang dalam laporan PBB mengatakan puluhan ribu Uighur dan minoritas lainnya ditahan dalam penahanan jangka panjang atau yang telah dipaksa untuk menghabiskan berbagai periode dalam kamp pendidikan ulang politik bahkan untuk ekspresi yang tidak mengancam. Budaya etno-religius Muslim seperti salam harian.

Komite PBB menyerukan pembebasan segera individu-individu dan penyelidikan atas dugaan tersebut.

Awal pekan ini, anggota Kongres Amerika Serikat (AS) menekan administrasi Trump untuk menghadapi Beijing atas penahanan Muslim di kamp interniran dan menyarankan menampar pejabat Tiongkok yang terlibat dengan sanksi perjalanan dan keuangan.

Senator Florida asal Republik, Marco Rubio dan 16 anggota Kongres lainnya dari kedua belah pihak mengirim surat yang dikirim ke Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin menyerukan sanksi.

"Penahanan sebanyak satu juta atau lebih warga Uyghur dan minoritas etnis minoritas Muslim lainnya di pusat-pusat" pendidikan ulang politik atau kamp-kamp memerlukan respons yang tangguh, terarah, dan global," bunyi surat tersebut.

Surat itu mendesak pemerintah Trump untuk menerapkan Global Magnitsky Act, yang memungkinkan para pejabat AS untuk membekukan aset dan melarang masuknya orang asing yang terlibat dalam pelanggaran berat hak asasi manusia atau tindakan korupsi yang cukup besar.


Menanggapi surat itu, Hua mengatakan Amerika Serikat benar-benar tidak dalam posisi untuk menilai Cina tentang masalah ini dalam hal ini.

"China berkomitmen untuk menjamin kebebasan beragama warga negara China," kata Hua, dan dia berharap para pembuat undang-undang AS dapat menghentikan bias semacam ini dan berhenti menyakiti rasa saling percaya dan kerja sama antara China dan AS.



Credit  sindonews.com