Selasa, 24 Oktober 2017

Trump Isyaratkan Batal Kunjungi DMZ Dekat Posisi Tentara Korut


Trump Isyaratkan Batal Kunjungi DMZ Dekat Posisi Tentara Korut
Seorang tentara Korea Selatan melakukan pengintaian di sebuah pos di dekat DMZ. Foto/REUTERS


WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kemungkinan batal mengunjungi zona demiliterisasi (DMZ) antara Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel). Wilayah yang memisahkan dua Korea ini merupakan tempat berbahaya yang banyak ranjau darat dan dekat dengan posisi tentara Pyongyang.

Isyarat Trump tak akan sambangi DMZ disampaikan seorang pejabat senior Administrasi Trump. Padahal, tim pejabat Washington beberapa pekan lalu sudah menyurvei DMZ sebagai sinyal bahwa area berbahaya itu kemungkinan jadi lokasi kunjungan Trump saat lawatan ke Korea Selatan bulan depan.

Sebagian besar presiden AS, kecuali George H.W. Bush, sebelumnya telah mengunjungi tempat berbahaya tersebut. ”Ada unsur-unsur tertentu dari jadwal yang masih dikerjakan,” kata seorang pejabat senior Administrasi AS.

Sebaliknya, Trump malah diundang oleh pemerintah di Seoul untuk mengunjungi Camp Humphreys, selatan Ibu Kota Korea Selatan dan jauh dari DMZ.

”Keamanan tidak menjadi sebuah perhatian. Presiden kemungkinan besar akan mengunjungi Camp Humphreys, akan sangat sulit baginya untuk sempat mengunjungi keduanya,” lanjut pejabat yang berbicara dalam kondisi anonim tersebut, seperti dilansir Channel News Asia, Selasa (24/10/2017).

Kawasan DMZ dijaga oleh pasukan Korea Utara dan Komando PBB yang dipimpin AS sejak Perang Korea berakhir dengan gencatan senjata pada tahun 1953. Lokasi tersebut selain dipenuhi ranjau darat, juga banyak berdiri menara pengawas.

Pada bulan April, Wakil Presiden Mike Pence berkunjung ke Korea Selatan dan menegaskan bahwa pasukan AS berdiri bersama dengan pasukan Republik Korea atau Korea Selatan.

Trump akan tiba di Jepang pada tanggal 5 November kemudian menuju Korea Selatan, China, Vietnam dan Filipina. Kunjungannya berlangsung saat para pemimpin di Jepang dan China mengkonsolidasikan kekuatan mereka.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe yang partainya memenangkan pemilu kemungkinan akan mengubah konstitusi pasifis Jepang, sebuah langkah yang dapat mengubah keseimbangan kekuasaan di wilayah tersebut.

Sedangkan Presiden China Xi Jinping mendeklarasikan ”era baru” untuk negerinya, di mana Beijing bertekad akan menjadi pemimpin dunia dalam beberapa tahun mendatang. 




Credit  sindonews.com