Wellington (CB) - Selandia Baru berpeluang menjadi negara
pertama di Asia Pasifik yang melegalkan ganja untuk penggunaan pribadi
setelah koalisi partai populis, sentris dan kiri membuat kebijakan
narkotika segera masuk dalam agenda pemerintah mendatang.
Penggunaan ganja rekreasi dilegalkan di beberapa negara bagian Amerika Serikat dan Eropa, termasuk Belanda dan Spanyol, namun negara-negara di Asia Pasifik cenderung memiliki larangan ketat.
Australia baru-baru ini memperkenalkan undang-undang yang membebaskan akses ganja untuk penggunaan obat-obatan, namun tidak memperbolehkan ganja untuk penggunaan rekreasi.
Perdana Menteri dari Partai Buruh Jacinda Ardern mengatakan pada Selasa bahwa dia menyetujui proposal Partai Hijau untuk melakukan referendum melegalkan penggunaan ganja rekreasi.
"Kami sepakat bahwa apa yang kami lakukan sekarang tidak berjalan, jadi kami telah mengiyakan untuk mengadakan referendum itu," ujar Ardern kepada wartawan di Wellington.
Tidak ada kerangka waktu untuk kemungkinan legalisasi, yang akan mewakili reformasi besar pertama undang-undang narkotika sejak 1970-an, namun akan bergantung pada pemilihan umum publik untuk mendukung reformasi.
"Apapun yang dapat membantu perubahan undang-undang narkotika Selandia Baru dari yang terdahulu akan menjadi hal yang baik," Ross Bell, direktur eksekutif Yayasan Narkoba Selandia Baru.
"Bisa dibilang ini lebih baik bagi keberlanjutan reformasi untuk memiliki dewan pembuat kebijakan seperti yang kita dapatkan dengan pemerintahan ini, sehingga tidak hanya dilihat sebagai semacam kebijakan liberal pinggiran," kata Bell dalam sebuah wawancara telepon.
Reformasi undang-undang narkotika sedang dalam pembicaraan untuk membentuk pemerintahan baru Selandia Baru, setelah pemilihan pada 23 September gagal menghasilkan mayoritas suara untuk Partai Nasional atau oposisi dari Partai Buruh, meski tidak ada partai besar yang memiliki dewan kampanye semacam itu.
Partai Buruh akan memerintah dengan dukungan dari anggota koalisi juniornya yang baru, partai populis New Zealand First, yang mendukung diadakannya referendum mengenai isu-isu kontroversial.
Partai Hijau telah menawarkan "kepercayaan dan kesediaannya," serta kelompok partai yang beragam sudah mulai memberikan serangkaian kebijakan, dari potensi kelonggaran undang-undang narkotika hingga kontrol imigrasi yang lebih ketat.
Penggunaan narkotika di Selandia Baru termasuk di antara yang tertinggi di dunia, menurut studi yang ditunjukkan Yayasan Narkoba Selandia Baru. Terlalu banyak uang yang dihabiskan untuk penegakan hukum dan pemberian hukuman, ketimbang kebijakan kesehatan, menurut badan yang mendapat dana dari pemerintah dan swasta tersebut.
Penggunaan ganja rekreasi dilegalkan di beberapa negara bagian Amerika Serikat dan Eropa, termasuk Belanda dan Spanyol, namun negara-negara di Asia Pasifik cenderung memiliki larangan ketat.
Australia baru-baru ini memperkenalkan undang-undang yang membebaskan akses ganja untuk penggunaan obat-obatan, namun tidak memperbolehkan ganja untuk penggunaan rekreasi.
Perdana Menteri dari Partai Buruh Jacinda Ardern mengatakan pada Selasa bahwa dia menyetujui proposal Partai Hijau untuk melakukan referendum melegalkan penggunaan ganja rekreasi.
"Kami sepakat bahwa apa yang kami lakukan sekarang tidak berjalan, jadi kami telah mengiyakan untuk mengadakan referendum itu," ujar Ardern kepada wartawan di Wellington.
Tidak ada kerangka waktu untuk kemungkinan legalisasi, yang akan mewakili reformasi besar pertama undang-undang narkotika sejak 1970-an, namun akan bergantung pada pemilihan umum publik untuk mendukung reformasi.
"Apapun yang dapat membantu perubahan undang-undang narkotika Selandia Baru dari yang terdahulu akan menjadi hal yang baik," Ross Bell, direktur eksekutif Yayasan Narkoba Selandia Baru.
"Bisa dibilang ini lebih baik bagi keberlanjutan reformasi untuk memiliki dewan pembuat kebijakan seperti yang kita dapatkan dengan pemerintahan ini, sehingga tidak hanya dilihat sebagai semacam kebijakan liberal pinggiran," kata Bell dalam sebuah wawancara telepon.
Reformasi undang-undang narkotika sedang dalam pembicaraan untuk membentuk pemerintahan baru Selandia Baru, setelah pemilihan pada 23 September gagal menghasilkan mayoritas suara untuk Partai Nasional atau oposisi dari Partai Buruh, meski tidak ada partai besar yang memiliki dewan kampanye semacam itu.
Partai Buruh akan memerintah dengan dukungan dari anggota koalisi juniornya yang baru, partai populis New Zealand First, yang mendukung diadakannya referendum mengenai isu-isu kontroversial.
Partai Hijau telah menawarkan "kepercayaan dan kesediaannya," serta kelompok partai yang beragam sudah mulai memberikan serangkaian kebijakan, dari potensi kelonggaran undang-undang narkotika hingga kontrol imigrasi yang lebih ketat.
Penggunaan narkotika di Selandia Baru termasuk di antara yang tertinggi di dunia, menurut studi yang ditunjukkan Yayasan Narkoba Selandia Baru. Terlalu banyak uang yang dihabiskan untuk penegakan hukum dan pemberian hukuman, ketimbang kebijakan kesehatan, menurut badan yang mendapat dana dari pemerintah dan swasta tersebut.
Credit antaranews.com
Badan anti-narkoba AS tolak legalkan mariyuana untuk medis
Washington (CB) - Badan anti-narkoba Amerika Serikat (Drug Enforcement Administration/DEA) pada Kamis (11/8) menyatakan bahwa mereka kembali menolak permintaan untuk melegalkan penggunaan ganja untuk tujuan medis.
Keputusan itu membuat sejumlah negara bagian di Amerika Serikat (AS) dalam posisi tidak bersesuaian dengan undang-undang federal, karena 25 negara bagian dan Distrik Columbia telah memberlakukan peraturan yang mengizinkan akses untuk mendapat ganja untuk tujuan medis.
Meski demikian, pemerintah federal akan mengizinkan perluasan riset mariyuana, memperbolehkan organisasi-organisasi mengajukan permohonan izin untuk menanam ganja untuk digunakan dalam studi.
Saat ini hanya University of Mississippi yang diizinkan melakukannya dan para peneliti mengeluh bahwa pasokannya mulai menipis.
Mariyuana sudah biasa diresepkan untuk mengobati kondisi yang mencakup nyeri dan mual. Pasien juga memilih ganja untuk mengobati penyakit seperti Crohn dan Alzheimer, lupus dan radang sendi.
Chuck Rosenberg, pejabat administrator DEA, mengatakan penegakkan larangan penggunaan mariyuana untuk tujuan medis dilakukan karena "penggunaannya di bawah pengawasan medis masih kurang aman."
DEA mengutip satu evaluasi medis dan ilmiah yang dilakukan badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA) dan National Institute on Drug Abuse untuk membenarkan pendapatnya.
Keputusan DEA menolak petisi yang disampaikan gubernur negara bagian Rhode Island dan Washington serta warga New Mexico. Lembaga itu juga menolak permintaan serupa tahun 2011.
Seperti diwartakan kantor berita AFP, keputusan itu dikeluarkan di tengah peningkatan tekanan dari parlemen untuk mempertimbangkan pemberian izin penggunaan mariyuana untuk keperluan medis.
Konferensi parlemen negara bagian pada Rabu mengesahkan resolusi yang menyeru pemerintah federal mencoret mariyuana dari daftar obat ilegal yang juga meliputi heroin dan LSD, yang sampai sekarang "belum diterima untuk penggunaan medis dan berpotensi tinggi disalahgunakan."
Keputusan itu membuat sejumlah negara bagian di Amerika Serikat (AS) dalam posisi tidak bersesuaian dengan undang-undang federal, karena 25 negara bagian dan Distrik Columbia telah memberlakukan peraturan yang mengizinkan akses untuk mendapat ganja untuk tujuan medis.
Meski demikian, pemerintah federal akan mengizinkan perluasan riset mariyuana, memperbolehkan organisasi-organisasi mengajukan permohonan izin untuk menanam ganja untuk digunakan dalam studi.
Saat ini hanya University of Mississippi yang diizinkan melakukannya dan para peneliti mengeluh bahwa pasokannya mulai menipis.
Mariyuana sudah biasa diresepkan untuk mengobati kondisi yang mencakup nyeri dan mual. Pasien juga memilih ganja untuk mengobati penyakit seperti Crohn dan Alzheimer, lupus dan radang sendi.
Chuck Rosenberg, pejabat administrator DEA, mengatakan penegakkan larangan penggunaan mariyuana untuk tujuan medis dilakukan karena "penggunaannya di bawah pengawasan medis masih kurang aman."
DEA mengutip satu evaluasi medis dan ilmiah yang dilakukan badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA) dan National Institute on Drug Abuse untuk membenarkan pendapatnya.
Keputusan DEA menolak petisi yang disampaikan gubernur negara bagian Rhode Island dan Washington serta warga New Mexico. Lembaga itu juga menolak permintaan serupa tahun 2011.
Seperti diwartakan kantor berita AFP, keputusan itu dikeluarkan di tengah peningkatan tekanan dari parlemen untuk mempertimbangkan pemberian izin penggunaan mariyuana untuk keperluan medis.
Konferensi parlemen negara bagian pada Rabu mengesahkan resolusi yang menyeru pemerintah federal mencoret mariyuana dari daftar obat ilegal yang juga meliputi heroin dan LSD, yang sampai sekarang "belum diterima untuk penggunaan medis dan berpotensi tinggi disalahgunakan."
Credit antaranews.com