... kami siap untuk apa pun keputusan dari pembicaraan dan perundingan yang sesuai dengan hukum Irak."
Baghdad (CB) - Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG)
menawarkan perundingan dengan pihak berwenang Irak terkait dengan
kedudukan bandar udara Kurdi, pos perbatasan dan sejumlah bank, yang
dikenai pembatasan setelah referendum kemerdekaan.
Pemerintah Irak di Baghdad mengambil tindakan tersebut dalam upaya mengucilkan KRG setelah referendum didominasi keinginan Kurdi Merdeka pada bulan lalu.
Bahkan, pihak Baghdad menyatakan pemungutan suara itu sebagai tindakan melanggar hukum, memberlakukan larangan penerbangan internasional langsung ke wilayah utaranya itu, serta memerintahkan penangkapan terhadap panitia penyelenggara referendum.
Mereka juga menuntut KRG menyerahkan kendalinya atas pos perbatasan dan menghentikan penjualan dolar Amerika Serikat (AS) ke empat bank, yang berkegiatan di wilayah Kurdi.
"Untuk menghindari hukuman ini, kami mengundang Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi, sekali lagi, bahwa kami siap untuk apa pun keputusan dari pembicaraan dan perundingan yang sesuai dengan hukum Irak," kata KRG dalam pernyataannya, Rabu malam (11/10), layaknya dikutip kantor berita Reuters.
Pernyataan tersebut menawarkan perundingan terkait penyeberangan, perdagangan kawasan, pemberian pelayanan kepada warga, bank dan bandar udara.
Isi pernyataan itu menandai perubahan taktik pihak berwenang Kurdi, yang pada Rabu kemarin menuduh pasukan Irak dan paramiliter dukungan Iran menyiapkan serangan besar di wilayah Kirkuk dan dekat Mosul di Irak utara.
Juru bicara militer Irak membantah rencana serangan apapun terhadap pasukan Kurdi, dengan mengatakan bahwa pasukan pemerintah sedang bersiap untuk mengusir kelompok pemberontak IS dari daerah dekat perbatasan Suriah.
Dewan Yudisial Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan pada Rabu kepada ketua komisi referendum Kurdi dan dua orang ajudannya atas pelanggaran putusan pengadilan (Irak) yang sah, yang melarang penyelenggaraan pemungutan suara kemerdekaan karena bertentangan dengan undang-undang.
Negara tetangga Irak, Iran dan Turki, menegaskan sikap tanpa kompromi terhadap referendum itu. Mereka mengkhawatirkan referendum kemerdekaan Kurdi di Irak memicu semangat memberontak bagi masyarakat Kurdi di wilayah mereka.
Pasukan Irak dan paramiliter Syiah, dikenal dengan Mobilisasi Popular, dikerahkan ke wilayah selatan dan barat Kirkuk, di daerah-daerah yang sebelumnya berada di bawah kendali kelompok ISIS.
Daerah sekitar pos perbatasan al-Qaim, Irak barat, adalah wilayah terakhir di Irak, yang masih berada di bawah kendali kelompok pemberontak tersebut. Kelompok Itu pernah menguasai sepertiga wilayah Irak pada 2014.
Pemerintah Irak di Baghdad mengambil tindakan tersebut dalam upaya mengucilkan KRG setelah referendum didominasi keinginan Kurdi Merdeka pada bulan lalu.
Bahkan, pihak Baghdad menyatakan pemungutan suara itu sebagai tindakan melanggar hukum, memberlakukan larangan penerbangan internasional langsung ke wilayah utaranya itu, serta memerintahkan penangkapan terhadap panitia penyelenggara referendum.
Mereka juga menuntut KRG menyerahkan kendalinya atas pos perbatasan dan menghentikan penjualan dolar Amerika Serikat (AS) ke empat bank, yang berkegiatan di wilayah Kurdi.
"Untuk menghindari hukuman ini, kami mengundang Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi, sekali lagi, bahwa kami siap untuk apa pun keputusan dari pembicaraan dan perundingan yang sesuai dengan hukum Irak," kata KRG dalam pernyataannya, Rabu malam (11/10), layaknya dikutip kantor berita Reuters.
Pernyataan tersebut menawarkan perundingan terkait penyeberangan, perdagangan kawasan, pemberian pelayanan kepada warga, bank dan bandar udara.
Isi pernyataan itu menandai perubahan taktik pihak berwenang Kurdi, yang pada Rabu kemarin menuduh pasukan Irak dan paramiliter dukungan Iran menyiapkan serangan besar di wilayah Kirkuk dan dekat Mosul di Irak utara.
Juru bicara militer Irak membantah rencana serangan apapun terhadap pasukan Kurdi, dengan mengatakan bahwa pasukan pemerintah sedang bersiap untuk mengusir kelompok pemberontak IS dari daerah dekat perbatasan Suriah.
Dewan Yudisial Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan pada Rabu kepada ketua komisi referendum Kurdi dan dua orang ajudannya atas pelanggaran putusan pengadilan (Irak) yang sah, yang melarang penyelenggaraan pemungutan suara kemerdekaan karena bertentangan dengan undang-undang.
Negara tetangga Irak, Iran dan Turki, menegaskan sikap tanpa kompromi terhadap referendum itu. Mereka mengkhawatirkan referendum kemerdekaan Kurdi di Irak memicu semangat memberontak bagi masyarakat Kurdi di wilayah mereka.
Pasukan Irak dan paramiliter Syiah, dikenal dengan Mobilisasi Popular, dikerahkan ke wilayah selatan dan barat Kirkuk, di daerah-daerah yang sebelumnya berada di bawah kendali kelompok ISIS.
Daerah sekitar pos perbatasan al-Qaim, Irak barat, adalah wilayah terakhir di Irak, yang masih berada di bawah kendali kelompok pemberontak tersebut. Kelompok Itu pernah menguasai sepertiga wilayah Irak pada 2014.
Credit antaranews.com