Jumat, 13 Oktober 2017

BATAN: Listrik dari Tenaga Nuklir Menghemat Pembayaran 50 Persen



BATAN: Listrik dari Tenaga Nuklir Menghemat Pembayaran 50 Persen
Peneliti memantau reaksi nuklir di ruang kontrol reaktor berkapasitas 2.000 kW Triga 2000 di Badan Tenaga Nuklir Nasional, Bandung, Jawa Barat, pada peringatan 50 tahun beroperasinya reaktor nuklir pertama di Indonesia tersebut, 2 Desember 2015. TEMPO/Prima Mulia
CB, Makassar - Kepala  Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Djarot Wisnusubroto mengatakan penggunaan aliran listrik dengan tenaga nuklir bakal menghemat pembayaran listrik hingga 50 persen jika dibandingkan tenaga uap. "Tenaga uap itu biayanya 12 sen per kwh, sedangkan nuklir bisa mencapai 6-8 sen per kwh," ujarnya di Makassar, Kamis 12 Oktober.

Hasil survei, menurutnya, juga menunjukkan dukungan atas PLTN yang semakin meningkat. Dengan alasan untuk meningkatkan dukungan PLTN yang tidak ada pemadaman listrik.
Bahkan dukungan masyarakat meningkat mencapai 75,3 persen pada 2015 menjadi 77,53 persen pada 2016, dengan penyebaran kuesioner kepada 4.000 responden dari 34 provinsi di Indoneisa.
BATAN, tambah Djarot, akan terus mewacanakan pembangunan pembangkit listrik dengan tenaga nuklir di Indonesia. Hal itu demi pembangunan nasional tenaga nuklir. "Ini tujuannya baik," ujarnya.
Menurut dia, setiap tahun BATAN keliling ke universitas-universitas untuk memperkenalkan energi nuklir. Namun, lanjut dia, yang dilakukannya bukan ingin mengimbangi kerja dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
"Kita perkenalkan ke anak bangsa dari sisi sainsnya saja. Dan menggunakan pembangkit listrik tenaga nuklir juga terbilang aman, apalagi kalau bisa gambar merah putih," tutur Djarot.
Kendati demikian, lanjut dia, masih banyak masyarakat yang belum menerima hal tersebut. Sebab mereka khawatir bahaya yang akan ditimbulkan. "Itulah kita memberikan pemahaman kepada masyarakat, terutama akademisi dan mahasiswa karena banyak yang salah kaprah," ujarnya.
Djarot menambahkan jika nuklir merupakan salah satu Energi Baru Terbarukan (EBT) yang digunakan hingga bisa menghasilkan 5.000 megawatt aliran listrik pada tahun 2025. "Tapi sampai sekarang belum ada tindak lanjut eksekusi dari pemerintah," tambah Kepala BATAN tersebut.





Credit  TEMPO.CO