Rabu, 03 Mei 2017

Harga Sebuah Perang Korut: 10 Tahun dan 3 Triliun Dolar



Harga Sebuah Perang Korut: 10 Tahun dan 3 Triliun Dolar
Seorang ahli sejarah berbicara tentang nasib Korut hingga prospek penyatuan dua Korea jika perang antara rezim Pyongyang dengan AS dan sekutunya benar-benar terjadi.Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian


SYDNEY - Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya mempertimbangkan intervensi militer terkait pengujian senjata yang agresif oleh Korea Utara (Korut). Seorang ahli sejarah mengatakan biaya perang yang berpotensi menimbulkan bencana telah diabaikan.

Melihat skenario penyatuan antara Korea Utara dan Selatan setelah berakhirnya konflik yang terus berlanjut, peneliti dari National University Australia Leonid Petrov mengatakan bahwa proses tersebut akan memakan waktu setidaknya satu dekade.

Dia mengatakan langkah bersejarah untuk menyatukan kedua negara akan menelan biaya sekitar USD 3 triliun untuk memungkinkan kedua populasi tersebut berintegrasi.

"Kedua negara telah saling terisolasi satu sama lain, mereka berbicara dengan dialek yang berbeda, memahami dunia secara berbeda," kata Petrov seperti dikutip dari Asian Correspondent, Rabu (3/5/2017).

Akademisi tersebut memperingatkan warga Korut akan merasa sulit untuk berasimilasi dengan norma tetangga mereka di Selatan. Mereka akan menghadapi diskriminasi oleh pihak berwenang yang akan memperlakukan mereka sebagai "warga kelas dua".

"Korea Selatan tidak membutuhkan saudara-saudaranya yang miskin, agresif, dan kurang terdidik untuk membanjirinya," ujarnya.

Terkait dengan nasib pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong-un, para ahli mengatakan bahwa diktator tersebut kemungkinan akan mencari perlindungan ke China, Rusia, atau Amerika Selatan. Hasilnya adalah kemungkinan terjadinya reunifikasi antara Korea Utara dan Selatan, sebuah gagasan yang telah berhenti sejak 2008.

Potensi perang dan skenario kemungkinannya akan membuat 30 juta penduduk di Utara berisiko mengalami ketidakpastian dan kemungkinan eksploitasi, meski telah lama menderita di bawah rezim yang brutal.

Petrov mengatakan ini karena prospek ekonomi Korea Selatan (Korsel) yang suram dapat menyebabkannya mencari tenaga kerja murah.

Tahun lalu, Institut Watson untuk Urusan Internasional dan Publik Brown University mengatakan bahwa pemerintah AS telah menghabiskan atau mewajibkan dana sebesar USD 4,8 triliun untuk perang di Afghanistan, Pakistan, dan Irak.

Angka tersebut termasuk alokasi perang Kongres secara langsung, kenaikan anggaran dasar Pentagon terkait perang, perawatan dan cacat veteran, kenaikan anggaran keamanan tanah air dan pembayaran bunga pinjaman langsung perang.

Biaya juga terdiri dari pengeluaran bantuan luar negeri dan perkiraan kewajiban masa depan untuk perawatan veteran.

"Jumlah total ini menghilangkan banyak biaya lainnya, seperti biaya ekonomi makro bagi ekonomi AS; biaya kesempatan untuk tidak menginvestasikan dolar di sektor-sektor alternatif; kepentingan masa depan pada pinjaman perang; dan biaya perang pemerintah daerah dan swasta," kata lembaga tersebut dalam sebuah artikel. 

Lembaga itu juga menunjukkan bahwa perang saat ini telah dibayar hampir seluruhnya oleh pinjaman. "Pinjaman ini telah menaikkan defisit anggaran AS, meningkatkan hutang nasional, dan memiliki efek makro ekonomi lainnya, seperti menaikkan suku bunga konsumen," kata lembaga itu

Dikatakan kecuali AS segera melunasi uang yang dipinjam untuk perang, juga akan ada pembayaran bunga masa depan. Lembaga ini juga memperkirakan pembayaran bunga bisa mencapai lebih dari USD 7,9 triliun pada 2053.

Lembaga tersebut mengatakan bahwa biaya perang federal mengecualikan miliaran dolar biaya perang negara, kota, dan swasta di seluruh negeri. Ini melibatkan dolar yang dihabiskan untuk layanan bagi para veteran dan keluarga mereka yang telah kembali, di samping upaya keamanan dalam negeri setempat.





Credit  sindonews.com