Hal ini mungkin juga akan mempengaruhi masa depan kerjasama Amerika
Serikat dan Inggris. Apalagi sebelumnya Presiden AS Donald Trump juga
sempat dituduh telah membocorkan informasi intelijen kepada Rusia.
Para pengamat memperingatkan mungkin sekutu AS itu nantinya akan kurang bersedia berbagi informasi intelijen dengan AS. Salman Abedi disebut-sebut beberapa media sebagai pelaku, dengan mengutip sumber dari pejabat Gedung Putih.
Padahal polisi dan pejabat Inggris belum ada yang angkat bicara mengenai identitas pelaku bom yang menyerang konser musik Ariana Grande itu. Bahkan setelah nama itu keluar di berbagai media, pemerintah Inggris dan polisi Manchester enggan mengkonfirmasi informasi tersebut. Karena pihaknya masih menjalankan proses penyelidikan.
Direktur proyek ancaman transnasional di Pusat Kajian Strategis dan Internasional yang berbasis di Washington Thomas Sanderson mengatakan pengungkapan tersebut akan menjengkelkan bagi Inggris. "Tiba-tiba ada 10 ribu reporter yang turun ke rumah pengebom saat mungkin polisi ingin mendekatinya dengan lebih halus," kata Sanderson, dikutip The Guardian, Rabu (24/5).
Sanderson memperingatkan kebiasaan buruk dan kurangnya kedisiplinan pejabat Gedung Putih. "Ini adalah pemerintah yang bocor. Apa artinya berbagi informasi yang kita butuhkan untuk maju? Inggris dan Israel mungkin adalah dua sumber intelijen terbesar kita. Sekarang mereka berpikir 'apakah akan menyebabkan kerusakan setiap berbagi informasi?' Maka anda harus menghitung setiap informasi."
Bahkan pengamat lain dari lembaga Sumbangan Carnegie untuk Perdamaian Internasional Perry Cammack mengaku saat ini Washington berada dalam krisis politik dari orde pertama. Menurut dia, pemerintah AS yang bocor dengan kecepatan yang belum pernah terjadi pada pemerintah-pemerintah sebelumnya. "Rasanya berada dalam keadaan di bawah tekanan di sini," ujarnya.
Profesor studi perang dari King's College, London, Lawrence Freedman bahkan menyebut pejabat AS hanya ingin pamer tentang apa yang mereka ketahui. Meskipun itu adalah tindakan ketidakdisiplinan. Dan mantan anggota penyelidikan resmi perang Irak itu menduga pejabat Inggris akan berhenti berbagi informasi dengan pemerintahan AS.
Para pengamat memperingatkan mungkin sekutu AS itu nantinya akan kurang bersedia berbagi informasi intelijen dengan AS. Salman Abedi disebut-sebut beberapa media sebagai pelaku, dengan mengutip sumber dari pejabat Gedung Putih.
Padahal polisi dan pejabat Inggris belum ada yang angkat bicara mengenai identitas pelaku bom yang menyerang konser musik Ariana Grande itu. Bahkan setelah nama itu keluar di berbagai media, pemerintah Inggris dan polisi Manchester enggan mengkonfirmasi informasi tersebut. Karena pihaknya masih menjalankan proses penyelidikan.
Direktur proyek ancaman transnasional di Pusat Kajian Strategis dan Internasional yang berbasis di Washington Thomas Sanderson mengatakan pengungkapan tersebut akan menjengkelkan bagi Inggris. "Tiba-tiba ada 10 ribu reporter yang turun ke rumah pengebom saat mungkin polisi ingin mendekatinya dengan lebih halus," kata Sanderson, dikutip The Guardian, Rabu (24/5).
Sanderson memperingatkan kebiasaan buruk dan kurangnya kedisiplinan pejabat Gedung Putih. "Ini adalah pemerintah yang bocor. Apa artinya berbagi informasi yang kita butuhkan untuk maju? Inggris dan Israel mungkin adalah dua sumber intelijen terbesar kita. Sekarang mereka berpikir 'apakah akan menyebabkan kerusakan setiap berbagi informasi?' Maka anda harus menghitung setiap informasi."
Bahkan pengamat lain dari lembaga Sumbangan Carnegie untuk Perdamaian Internasional Perry Cammack mengaku saat ini Washington berada dalam krisis politik dari orde pertama. Menurut dia, pemerintah AS yang bocor dengan kecepatan yang belum pernah terjadi pada pemerintah-pemerintah sebelumnya. "Rasanya berada dalam keadaan di bawah tekanan di sini," ujarnya.
Profesor studi perang dari King's College, London, Lawrence Freedman bahkan menyebut pejabat AS hanya ingin pamer tentang apa yang mereka ketahui. Meskipun itu adalah tindakan ketidakdisiplinan. Dan mantan anggota penyelidikan resmi perang Irak itu menduga pejabat Inggris akan berhenti berbagi informasi dengan pemerintahan AS.
Credit REPUBLIKA.CO.ID