Senin, 29 Mei 2017

Eks Komandan Pasifik: AS Bisa Lakukan Serangan Premptive ke Korut



Eks Komandan Pasifik: AS Bisa Lakukan Serangan Premptive ke Korut
AS bisa lancarkan serangan peremptove terhadap Korut. Foto/Express


WASHINGTON - Mantan Komandan Komando Pasifik Amerika Serikat (AS) mengatakan Washington bisa melakukan serangan preemptive terhadap Korea Utara (Korut). Serangan itu dilakukan karena ketakutan Perang Dunia ke-III tumbuh di wilayah itu.

"Hanya karena ini merupakan serangan mendadak terhadap Korut, tragis tidak berarti Donald Trump tidak akan melakukannya," kata Samuel J Locklear seperti dikutip dari Express, Minggu (28/5/2017).

"Jika kepentingan nasional cukup tinggi, dan saya pikir ini adalah kesalahan yang harus dipikirkan oleh pemimpin Korut Kim Jong-un, jika Anda mulai menekan masalah yang berkaitan dengan kelangsungan hidup AS melawan serangan nuklir, tragis menjadi mungkin untuk menghentikannya. Itu bisa menjadi tragis," jelasnya.

Pandangan Locklear kemudian diaminkan oleh Admiral Timothy J Keating, mantan komandan Komando Pasifik lainnya. "Ada banyak pilihan yang tersedia bagi Presiden dan Menteri Pertahanan dalam kerangka perencanaan di Pacific Command," katanya.

Pyongyang telah berulang kali mengancam baik tetangga dekatnya seperti Korea Selatan dan Jepang serta AS dengan serangan nuklir. Negara komunis tertutup itu diyakini memiliki 15 senjata nuklir. Pemimpin Korut yang tidak dapat diperdiksi, Kim Jong-un, mengeluarkan ancaman terakhirnya untuk menghilangkan AS awal pekan ini.

Ancaman yang terus berlanjut dari Korut itu terjadi di tengah-tengah uji coba pencegat rudal balistik antarbenua pertama (interceptor ballast intercontinental) AS.

Dalam tes pertama dari jenisnya, Badan Pertahanan Rudal AS mengumumkan bahwa pihaknya akan menembakkan pencegat Ground-based Midcourse Defence (GMD) dari sebuah pangkalan militer di California.

Sasarannya adalah rudal custom yang menyerupai ICBM yang ditembakkan dari Atol Kwajalein di Kepulauan Marshall, di tengah Samudra Pasifik. 




Credit  sindonews.com/read