Rabu, 24 Mei 2017

Intelijen AS Ketar-ketir Rudal Korut Berkembang Pesat


Intelijen AS Ketar-ketir Rudal Korut Berkembang Pesat Kemajuan program rudal pemerintah Kim Jong-un membuat intelijen Amerika Serikat khawatir masuk dalam daftar sasaran. (KCNA/via Reuters)


Jakarta, CB -- Direktur Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat Letnan Jenderal Vincent Stewart menyebut Korea Utara, jika didiamkan saja, "pasti bisa" membuat peluru kendali berhulu ledak nuklir yang bisa mencapai ke negaranya.

Disampaikan di depan Senat, Rabu (24/5), pernyataan itu jadi indikasi terbaru yang menunjukkan kekhawatiran AS soal kemajuan pesat program rudal dan senjata nuklir Pyongyang. Korut menyebut tujuan kontroversial itu diperlukan untuk pertahanan diri.

Legislator AS menekan Stewart dan Direktur Intelijen Nasional Dan Coats untuk memperkirakan sejauh apa kemajuan perkembangan rudal balistik antarbenua (ICBM) Korea Utara yang bisa mencapai daratan utama Amerika Serikat.

Mereka berulang kali menolak untuk memberikan perkiraan, dengan alasan hal itu bisa mengungkap sejauh apa AS mengetahui kemampuan Korut. Namun, Stewart memperingatkan para senator, risiko yang ada kini semakin besar.

"Jika dibiarkan dalam jalur perkembangannya kini, rezim (Kim Jong-un) pada akhirnya akan berhasil mengerahkan rudal nuklir yang bisa mengancam daratan utama Amerika Serikat," kata Stewart dikutip Reuters.

"Walau hampir tidak mungkin memprediksi kapan kemampuan itu bisa beroperasi, rezim Korea Utara berkomitmen dan sedang dalam jalur di mana kemampuan tersebut pasti bisa didapatkan."

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dijadwalkan akan menggelar rapat tertutup malam ini, mendiskusikan uji coba rudal Pukguksong-2 berbahan bakar padat yang dilakukan Korut akhir pekan lalu. Hal tersebut bertentangan dengan resolusi dan sanksi DK PBB.
Di sisi lain, John Schilling, pakar rudal yang berkontribusi untuk think thank Washington North 38, memperkirakan Korea Utara baru bisa memperoleh ICBM pada 2020. Sementara rudal antarbenua dengan bahan bakar padat diperkirakan baru bisa beroperasi pada 2025.

Namun, Coats mengakui ada celah pada intelijen AS soal Korut dan pengetahuan soal pola pikir pemimpinnya, Kim Jong-un.

Dia menyebut faktor teknologi memperumit pengumpulan informasi intelijen, termasuk celah intelijen AS, pemantauan dan pengintaian, yang bergantung pada aset-aset seperti satelit mata-mata dan pesawat nirawak.

"Kita tidak punya kemampuan pemantauan dan pengintaian yang konstan sehingga terjadi celah, dan Korea Utara mengetahui hal tersebut," kata Coats.




Credit  cnnindonesia.com