Pakar menilai bahwa akan ada perubahan
menarik dalam pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald
Trump dan wakilnya, Mike Pence. (Reuters/Mike Segar)
Jakarta, CB --
Taipan
real-estate Donald Trump telah
berhasil menunjukan kepada publik Amerika Serikat, bahkan dunia, bahwa
dirinya mampu keluar sebagai pemenang dalam pemilu dan terpilih sebagai
Presiden AS ke-45.
Hasil perhitungan cepat menunjukkan Trump memperoleh 288
electoral votes di 29 negara bagian AS, jauh meninggalkan rival, Hillary Clinton, yang hanya mampu meraup 215
electoral votes. Dibutuhkan minimal 270 electoral votes untuk mampu melenggang ke Gedung Putih.
Meski masih ada satu tahapan lagi sebelum meresmikan Trump sebagai presiden, yakni
electoral college, namun nampaknya posisi Trump saat ini tak tergoyahkan.
"Jika dalam
popular vote sudah menang, biasanya kandidat tersebut dalam tahap
electoral college sudah pasti menang," ucap Diandra Dewi, pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Parahyangan Bandung saat dihubungi
CNN Indonesia.com, Rabu (9/11).
Dosen pengajar matakuliah Politik Global Amerika Serikat itu menuturkan,
kemenangan Trump dalam pemilu popular jelas memperbesar kesempatan pria
berusia 70 tahun itu untuk resmi menjadi presiden AS setelah tahapan
electoral college pada Desember mendatang.
"Pada
electoral college biasanya jika tidak terjadi hal-hal besar, tidak akan mempengaruhi hasil pemilu popular," kata Diandra.
Hal serupa turut diutarakan oleh peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siswanto yang mengatakan, hasil
electoral college biasanya berbanding lurus dengan hasil pemilu popular.
Siswanto
menyatakan, kemenangan dalam pemilu biasanya turut menghantarkan
seorang capres meraih kemenangan di tahap electoral college nanti,
walaupun, tidak selalu mutlak.
Siswanto menyatakan, akan ada perubahan menarik dalam pemerintahan AS di tangan Trump. Taipan
real-estate itu, tutur Siswanto, akan lebih berfokus pada politik dalam negeri AS.
Ia
berujar, khusus mengenai kebijakan ekonomi AS, Trump dinilai akan
menekankan beberapa kebijakan ekonomi yang terfokus pada penguatan iklim
pengusaha dan pebisnis dalam negeri.
"Merujuk pada kampanye
Trump, kebijakan ekonomi Trump nampaknya lebih berpihak pada kalangan
menengah atas seperti dalam permasalahan pajak dan juga memperkuat para
pengusaha lokal di sana," kata Siswanto.
Hal ini senada dengan
peryataan Trump dalam pidato kemenangan pemilu dihadapan para
pendukungnya di Hotel Hilton Midtown, Manhattan, pada Rabu (9/11).
Dengan
bangga dan lantang, Trump berjanji akan memulai pemerintahannya dengan
sebuah proyek pembangunan yang dapat memperluas dan meningkatkan
pertumbuhan serta pembaharuan nasional.
Selain itu, Trump juga berjanji terus memperbaiki infrastrukur publik dan memberi pekerjaan bagi jutaan warga AS.
"Saya
akan memanfaatkan orang-orang kreatif, berbakat, dan cerdas untuk
dimanfaatkan dalam membangun bangsa ini bagi kebaikan dan manfaat bagi
semua warga AS," kata Trump.
Politik Inward LookingSiswanto
berujar, akan ada perbedaan yang cukup signifikan dalam politik luar
negeri AS di tangan Trump yang notabene merupakan seorang Republik.
Ahli
Politik Amerika ini menyatakan, politik luar negeri AS dibawah seorang
pemimpin Republik akan cenderung lebih terfokus pada penguatan kendali
AS secara global.
Hal ini, tuturnya, dapat menimbulkan beberapa
perubahan yang cukup signifikan dalam pendekatan AS untuk menjalin dan
menangani permasalahan dengan komunitas internasional.
Siswanto
mengatakan, terpilihnya Trump dapat membuat pendekatan AS terhadap
negara lain menjadi lebih tegas dan keras dibandingan dengan
pemerintahan sebelumnya, khususnya dalam hal menangani situasi konflik.
"Biasanya
pendekatan AS dengan pemimpin seorang Republik cenderung mengedapnkan
kekuatan daripada melalui negosiasi. (Terpilihnya Trump) bisa jadi
meningkatkan ketegangan hubungan AS, misalnya dengan China, karena AS
akan lebih mengedepankan kekuatan daripada negosiasi," ucap Siswanto.
Siswanto juga memprediksi kebijakan luar AS di tangan Trump akan terkesan lebih
inward looking. Trump akan menerapkan kebijakan luar negeri yang tidak terlalu ekspansif saat dipimpin oleh Barrack Obama.
"Dari
segi ekonomi, akan ada semacam rasionalisasi kebijakan luar negeri yang
disesuaikan dengan kebijakan internal sehingga tidak akan terlalu
ekspansif. (Kebijakan AS) akan cenderung lebih tertutup atau
introvert," katanya.
Credit
CNN Indonesia