Buku biografi "Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusumaatmadja" terbit
Februari 2015 mengupas tentang kehidupan Mochtar Kusumaatmadja, yang
belakangan lebih dikenal sebagai mantan Menteri Kehakiman dan Menteri
Luar Negeri Indonesia pada era kepemimpinan Presiden Soeharto.
Kisah hidup Mochtar diceritakan sejak awal dari kehidupan kedua
orang tuanya, pasangan Taslim Kusumaatmadja seorang apoteker ternama
asal Sukapura, Jawa Barat, dengan Sulmini Soerawisastra, seorang guru
yang berasal dari Cirebon hingga perjalanan karir sebagai ahli hukum dan
dosen di Universitas Padjadjaran di Bandung yang kemudian menjadi
menteri dan diplomat ulung.
Perjalanan panjang karir Mochtar itu disusun dalam buku setebal 496
halaman oleh Nina Pane, salah seorang penulis Indonesia dengan meracik
hasil wawancara dari para saksi hidup dan keluarga maupun daftar pustaka
yang banyak merekam jejak sang tokoh.
Laiknya buku biografi, sanjungan bertebaran di halaman-halaman yang
menampilkan kisah hidup maupun buah pikiran Mochtar, tetapi semua itu
dapat dibuktikan dengan kenyataan yang juga dipaparkan dan diperkuat
oleh testimoni pada saksi.
Profesor Dr Mochtar Kusumatadmadja adalah seorang konseptor utama
dalam penetapan prinsip Indonesia sebagai suatu negara kepulauan, yang
kemudian di ditetapkan dalam Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957.
Mochtar tekun memperjuangkan konsep Wawasan Nusantara itu sepanjang
karirnya di pemerintahan hingga dunia internasional mengakuinya 25 tahun
kemudian.
"Namanya diingat banyak orang sebagai ali hukum internasional,
disiplin ilmu yang amat relevan dengan kondisi geografis kepulauan di
Indonesia," tulis Jakob Oetama dalam kata sambutan di buku yang berjudul
"Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusumaatmadja".
Ketika menjadi rektor Unpad pada 1972, Mochtar mencetuskan gagasan
hukum lingkungan hidup bukan hanya tataran nasional melainkan
internasional yang mendahului lahirnya gerakan pembangunan lingkungan
hidup yang dikumandangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pendekatan yang dipakai mengacu pada hukum tradisional suku-suku
bangsa di Indonesia yang sangat sadar dan arif mengatur tata lingkungan
hidup (halaman 145).
Mochtar tetap bertugas menangani hukum laut ketika diangkat menjadi
Menteri Kehakiman oleh Presiden Soeharto pada tahun 1974 hingga 1978
dan pada waktu itu ia menciptakan landasan Kontinen Indonesia dengan
melalui perjuangan cukup berat untuk berunding dengan negara-negara
tetangga dalam menetapkan garis batas landas kontinen.
Yuwono Sudarsono, sepupunya yang kemudian juga menjadi Menteri
Pertahanan di bawah kabinet Susilo Bambang Yudhoyono menuturkan gaya
Mochtar yang sesekali bercanda dapat mencairkan suasana, seperti ketika
memberi wawancara kepada media Australia pada saat publik dan media
Australia masih khawatir tentang ancaman militer Indonesia.
"Pak Mochtar dengan penuh canda bertukas Do I look dangerous?"
ungkapan pada pertengahan 1980-an ini mencairkan suasana
Australia-Indonesia (halaman 376).
Dalam buku yang terbagi menjadi delapan bagian itu Mochtar disorot
kiprahnya sebagai seorang yang "jenius" sejak muda, meraih gelar doktor
pada usia muda (33 tahun), seorang konseptor, pemikir, bapak pendidikan
dan hukum, teknokrat juga pejuang hingga seorang diplomat yang memajukan
kebudayaan dan suka memasak.
Adalah Mochtar Kusumaatmadja yang ketika itu menjadi Menlu,
membentuk Yayasan Nusantara Jaya pada 1984 sebagai organisasi nirlaba
yang mempromosikan kebudayaan Indonesia, disusul dengan membentuk Orkes
Kamar Nusantara (1988) yang kemudian berganti menjadi Simfoni Nusantara.
Mochtar yang gemar memasak dan terkenal dengan masakan martabak
telur dengan daging cincang ketika studi di Amerika Serikat, juga
mengedepankan pentingnya diplomasi kuliner dan bermimpi masakan
Indonesia dengan sentuhan khusus dapat terkenal seperti masakan
bangsa-bangsa lain.
Armida Salsiah Alisyahbana, putrinya yang akrab disebut Sally
mengatakan, "Ayah saya yang sering ke luar negeri sudah melihat, kuliner
dari berbagai bangsa ada yang bisa mendunia, disajikan di berbagai kota
di seluruh dunia. Kuliner Indonesia tidak kalah lezatnya tentu bisa
diangkat ke tataran internasional. Tapi harus dikemas dulu, diperindah
dan citarasanya diolah supaya agak sesuai dengan lidah asing."
Kesaksian Meyakinkan
Orang-orang di sekitar Mochtar juga memberikan penilaian, seperti
Erika (Rike Basuki) yang menjadi sekretarisnya selama puluhan tahun
menuturkan, "Pak Mochtar saya kenal dengan kebijaksanaan dan
keadilannya, misalnya dalam melakukan rotasi yang bijaksana dan adil di
antara para diplomat di Deplu, sebab ada tempat favorit dan tempat tidak
favorit dan ini sangat sensitif. Saya banyak belajar tentang kehidupan
dan kemanusian dari beliau dari cara beliau memimpin."
Soetandyo Wignjosoebroto, seorang sosiolog dalam buku Mochtar
Kusumaatmadja dan Teori Hukum Pembangunan menulis khusus suatu subjudul
berjudul "Roscoe Pound, Mochtar and Konsep Law as A Tool of Social
Engineering" mengatakan bahwa Mochtar menyatakan dirinya sebagai
eksponen "Sociologial Jurisprudence" di dan untuk Indonesia. Alasannya
dipengaruhi oleh bacaan buku-buku Roscoe Pound semasa kuliah di Amerika.
Dalam posisi sebagai Menlu, kepiawaian Mochtar sebagai diplomat
antara lain diuji dalam menangani masalah integrasi Timor Timur yang
didasari oleh Deklarasi Balibo pada November 1975 dan diperjuangkan
dalam berbagai sidang internasional.
"Keberhasilan Menlu Mochtar juga perlu dicatat adalah dalam upaya
menghadapi sandungan politik luar negeri RI yaitu masalah Timor Timur,
karena upaya Portugal dan orang Timor Timur yang antiintegrasi di luar
negeri. Indonesia mendapat hujatan di PBB dan berbagai forum
internasional," kata Nugroho Wisnumurti, seorang pejabat tinggi di
Kementerian Luar Negeri saat itu.
Buku yang diterbitkan oleh penerbit Kompas, Februari 2015 dengan
sampul lukisan diri sang tokoh karya Basuki Abdullah (1983), berisi
banyak catatan sejarah yang bisa menjadi referensi bagi pembaca.
Dalam catatan Sekapur Sirih buku ini, Sarwono Kusumaatmadja, adik
Mochtar yang kelak menyusul tiga kali menjadi menjadi menteri yaitu
sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara pada Kabinet Pembangunan
V, Menteri Lingungan Hidup pada Kabinte Pembanguan VI dan sebagai
Menteri Kelautan dan Perikanan pada Kabinet Persatuan Nasional
(1999-2001) mengatakan bahwa rencana menerbitkan biografi atau memoar
ini sudah ada lebih dari 10 tahun lalu, namun belum segera terwujud
karena sulit meyakinkan Mochtar yang menganggap cerita seperti ini akan
merupakan pembenaran semata-mata.
Pria yang lahir di Jakarta pada 17 April 1929 dan menikah dengan
Siti Hadidjah ini memiliki putra-putri yaitu Emir Kusumaatmadja, Armida
Alisyahbana yang juga pernah menjadi Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan/Kepala Bappenas pada Kabinet Indonesia Bersatu II, serta
putra bungsu Askari Kusumaatmadja.
Buku yang penuh informasi ini sayangnya tidak menyediakan halaman
khusus berisi biografi singkat sosok Mochtar, meskipun secara
melompat-lompat pembaca bisa mendapatkan informasi seutuhnya.
Sosok putra bungsunya, Askari nyaris sulit dilacak, tertulis di
bagian-bagian belakang, sementara hanya dua nama kakaknya muncul sejak
awal.
Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusumaatmadja telah mengungkapkan
semua sepak terjangnya untuk Indonesia dan menurut wartawan kawakan
Jacob Oetama, niscaya buku ini menjadi sumber inspirasi bagi pembacanya
khususnya generasi muda.
Credit
ANTARA News