SEOUL
- Sejumlah pesawat jet tempur Amerika Serikat (AS) termasuk F-16 sibuk
di langit kawasan Semenanjung Korea untuk memata-matai aktivitas militer
Korea Utara (Korut) dan diktator Kim Jong-un. Angkatan Udara AS
mengklaim manuver itu sebagai latihan, namun siap mengeksekusi perintah
untuk meluncurkan serangan pre-emptive.
”Ini terus, kita pada sense yang tinggi,” kata pejabat Angkatan Udara AS, Kolonel James Brotree. ”Selalu ada sesuatu yang terjadi, sehingga kami harus selalu memastikan bahwa kami melakukan hal yang benar,” ujarnya.
Pesawat-pesawat tempur AS itu melesat dari pangkalan udara Osan, sebelah selatan Seoul, Korea Selatan. Semua operasi dijalankan dari pusat operasi udara yang diawaki oleh Angkatan Udara AS dan Korea Selatan.
Osan adalah pangkalan untuk pesawat mata-mata canggih U-2. Pesawat ini juga telah berkeliaran di langit kawasan Semenanjung Korea. Rata-rata setiap harinya ada dua pesawat untuk misi pengintaian yang berlangsung sekitar 10 jam.
Dengan mengandalkan pengintaian pesawat-pesawat jet tempur dan pesawat mata-mata itu, AS dan Korea Selatan bisa mendapatkan gambar aktivitas konvensional dan non-konvensional dari rezim Pyongyang.
”Ini bisa menjadi waktu yang sangat menegangkan, tapi itu adala jenis apa yang kita lakukan di sini,” kata komandan skuadron U-2, Letnan Kolonel Todd Larsen. ”Kami melakukan misi kami sehari-hari, tetapi kami selalu menjaga kesiapan,” ujarnya, seperti dilansir dari Fox News, Selasa (11/4/2017).
Aksi mata-mata Angkatan Udara AS ini akan menyediakan dukungan udara untuk pasukan darat dengan rudal yang diikatkan ke sayap dan hidung kerucut “senapan” yang sangat kejam.
”Kami pergi ke ruang udara yang sama yang kita akan lewati ke dalam situasi perang hanya 30 mil ke utara dari area kami,” kata pejabat Angkatan Udara AS lainnya, Mayor Jordan Hrupeckm menjelaskan tentang latihan tempurnya. ”Kami akan ada dalam posisi membela Korea Selatan.”
Tak satu pun dari petugas Angkatan Udara AS yang berbicara bahwa mereka akan dihubungi untuk mengeksekusi serangan pre-emptive yang sudah masuk dalam opsi militer pemerintah Presiden Donald Trump. Tapi, mereka menyatakan siap mengeksekusi perintah untuk meluncurkan serangan jika diprovokasi oleh Korut.
”Ini terus, kita pada sense yang tinggi,” kata pejabat Angkatan Udara AS, Kolonel James Brotree. ”Selalu ada sesuatu yang terjadi, sehingga kami harus selalu memastikan bahwa kami melakukan hal yang benar,” ujarnya.
Pesawat-pesawat tempur AS itu melesat dari pangkalan udara Osan, sebelah selatan Seoul, Korea Selatan. Semua operasi dijalankan dari pusat operasi udara yang diawaki oleh Angkatan Udara AS dan Korea Selatan.
Osan adalah pangkalan untuk pesawat mata-mata canggih U-2. Pesawat ini juga telah berkeliaran di langit kawasan Semenanjung Korea. Rata-rata setiap harinya ada dua pesawat untuk misi pengintaian yang berlangsung sekitar 10 jam.
Dengan mengandalkan pengintaian pesawat-pesawat jet tempur dan pesawat mata-mata itu, AS dan Korea Selatan bisa mendapatkan gambar aktivitas konvensional dan non-konvensional dari rezim Pyongyang.
”Ini bisa menjadi waktu yang sangat menegangkan, tapi itu adala jenis apa yang kita lakukan di sini,” kata komandan skuadron U-2, Letnan Kolonel Todd Larsen. ”Kami melakukan misi kami sehari-hari, tetapi kami selalu menjaga kesiapan,” ujarnya, seperti dilansir dari Fox News, Selasa (11/4/2017).
Aksi mata-mata Angkatan Udara AS ini akan menyediakan dukungan udara untuk pasukan darat dengan rudal yang diikatkan ke sayap dan hidung kerucut “senapan” yang sangat kejam.
”Kami pergi ke ruang udara yang sama yang kita akan lewati ke dalam situasi perang hanya 30 mil ke utara dari area kami,” kata pejabat Angkatan Udara AS lainnya, Mayor Jordan Hrupeckm menjelaskan tentang latihan tempurnya. ”Kami akan ada dalam posisi membela Korea Selatan.”
Tak satu pun dari petugas Angkatan Udara AS yang berbicara bahwa mereka akan dihubungi untuk mengeksekusi serangan pre-emptive yang sudah masuk dalam opsi militer pemerintah Presiden Donald Trump. Tapi, mereka menyatakan siap mengeksekusi perintah untuk meluncurkan serangan jika diprovokasi oleh Korut.
Credit sindonews.com