WASHINGTON, CB – Dalam satu dekade terakhir, China mengucurkan pinjaman hingga miliaran dollar AS kepada Venezuela.
Namun, krisis keuangan parah yang merambat menjadi krisis kemanusiaan yang dialami Venezuela, China memutuskan untuk tidak lagi memberikan pinjaman kepada negara yang memiliki cadangan minyak terbesar di dunia tersebut.
“China tidak lagi tertarik untuk memberikan pinjaman kepada Venezuela,” kata Margaret Myers, direktur lembaga riset Inter-American Dialogue seperti dikutip dari CNN Money, Senin (3/10/2016).
Sejak tahun 2007 silam, bank-bank BUMN China menggelontorkan pinjaman hingga mencapai 60 miliar dollar AS kepada Venezuela, menurut laporan Inter-American Dialogue.
Angka tersebut jauh di atas besaran pinjaman yang juga dikucurkan China kepada negara-negara lainnya di kawasan Amerika Latin. Oleh sebab itu, China dianggap sebagai kreditur utama bagi Venezuela.
Namun, para pengamat menyebut Venezuela masih punya utang kepada China sebesar 20 miliar dollar AS dan tidak ada tanda-tanda utang tersebut bisa dilunasi lantaran krisis ekonomi yang parah.
Venezuela membayar sebagian besar utangnya kepada China dengan cara mengirimkan minyak. Tahun 2015 lalu, perusahaan minyak milik negara Venezuela PDVSA mengirimkan sekira 579.000 barrel minyak per hari ke China, berdasarkan data audit keuangan PDVSA.
Akan tetapi, tahun ini produksi minyak Venezuela anjlok ke titik terendahnya dalam 13 tahun. Beberapa perusahaan layanan penambangan minyak, seperti misalnya Schlumberger, mengurangi operasionalnya secara drastis di Venezuela lantaran pemerintah setempat tidak melunasi tagihan-tagihan.
Presiden Nicolas Maduro menggiring sumber daya negara tersebut dikelola dengan tidak baik. Pada akhirnya, ujar para pengamat, Venezuela pun terjun ke dalam jurang resesi ekonomi.
Pemerintah China pun tampaknya sudah kapok memberikan pinjaman kepada Venezuela. Tidak hanya itu, perusahaan-perusahaan China pun tampaknya sudah kehilangan minatnya untuk berinvestasi di negara tersebut.
Sejak tahun 2010, perusahaan-perusahaan China telah berinvestasi setidaknya sebesar 2,5 miliar dollar AS per tahun secara rata-rata pada proyek-proyek di Venezuela. Namun demikian, pada tahun ini investasi China yang ditanamkan di Venezuela hanya berkisar 300 juta dollar AS.
Para ahli berpendapat, sejak lama China memandang Venezuela sebagai mitra utamanya di Amerika Latin. Sebagai barter atas uang dan pembangunan infrastruktur, China menginginkan sumber minyak yang aman untuk bertahun ke depan.
Namun, ambisi China tersebut terbentur realita krisis ekonomi di Venezuela, di mana inflasi diprediksi melojak ke 700 persen pada tahun ini dan pertumbuhan ekonomi juga terkontraksi hingga 8 persen menurut Dana Moneter Internasional (IMF).
Nilai tukar mata uang Venezuela juga ambrol hingga banyak pengamat memandang Venezuela bisa gagal bayar utang.
Namun, krisis keuangan parah yang merambat menjadi krisis kemanusiaan yang dialami Venezuela, China memutuskan untuk tidak lagi memberikan pinjaman kepada negara yang memiliki cadangan minyak terbesar di dunia tersebut.
“China tidak lagi tertarik untuk memberikan pinjaman kepada Venezuela,” kata Margaret Myers, direktur lembaga riset Inter-American Dialogue seperti dikutip dari CNN Money, Senin (3/10/2016).
Sejak tahun 2007 silam, bank-bank BUMN China menggelontorkan pinjaman hingga mencapai 60 miliar dollar AS kepada Venezuela, menurut laporan Inter-American Dialogue.
Angka tersebut jauh di atas besaran pinjaman yang juga dikucurkan China kepada negara-negara lainnya di kawasan Amerika Latin. Oleh sebab itu, China dianggap sebagai kreditur utama bagi Venezuela.
Namun, para pengamat menyebut Venezuela masih punya utang kepada China sebesar 20 miliar dollar AS dan tidak ada tanda-tanda utang tersebut bisa dilunasi lantaran krisis ekonomi yang parah.
Venezuela membayar sebagian besar utangnya kepada China dengan cara mengirimkan minyak. Tahun 2015 lalu, perusahaan minyak milik negara Venezuela PDVSA mengirimkan sekira 579.000 barrel minyak per hari ke China, berdasarkan data audit keuangan PDVSA.
Akan tetapi, tahun ini produksi minyak Venezuela anjlok ke titik terendahnya dalam 13 tahun. Beberapa perusahaan layanan penambangan minyak, seperti misalnya Schlumberger, mengurangi operasionalnya secara drastis di Venezuela lantaran pemerintah setempat tidak melunasi tagihan-tagihan.
Presiden Nicolas Maduro menggiring sumber daya negara tersebut dikelola dengan tidak baik. Pada akhirnya, ujar para pengamat, Venezuela pun terjun ke dalam jurang resesi ekonomi.
Pemerintah China pun tampaknya sudah kapok memberikan pinjaman kepada Venezuela. Tidak hanya itu, perusahaan-perusahaan China pun tampaknya sudah kehilangan minatnya untuk berinvestasi di negara tersebut.
Sejak tahun 2010, perusahaan-perusahaan China telah berinvestasi setidaknya sebesar 2,5 miliar dollar AS per tahun secara rata-rata pada proyek-proyek di Venezuela. Namun demikian, pada tahun ini investasi China yang ditanamkan di Venezuela hanya berkisar 300 juta dollar AS.
Para ahli berpendapat, sejak lama China memandang Venezuela sebagai mitra utamanya di Amerika Latin. Sebagai barter atas uang dan pembangunan infrastruktur, China menginginkan sumber minyak yang aman untuk bertahun ke depan.
Namun, ambisi China tersebut terbentur realita krisis ekonomi di Venezuela, di mana inflasi diprediksi melojak ke 700 persen pada tahun ini dan pertumbuhan ekonomi juga terkontraksi hingga 8 persen menurut Dana Moneter Internasional (IMF).
Nilai tukar mata uang Venezuela juga ambrol hingga banyak pengamat memandang Venezuela bisa gagal bayar utang.
Credit KOMPAS.com