SEOUL - Jenderal tertinggi militer Korea Selatan (Korsel) mengancam menjalankan “Kill Chain” dalam serangan pre-emptive terhadap Korea Utara (Korut) termasuk menargetkan pemimpinnya, Kim Jong-un.
Ketua Kepala Staf Gabungan Militer Korsel, Jenderal Jeong Kyeong-doo, membuat ancaman itu saat pelantikannya pada hari Minggu lalu. Dia merasa ancaman rezim Pyongyang sudah lebih serius daripada waktu sebelumnya.
Mantan pilot pesawat tempur Seoul ini seperti dilansir news.com.au, Rabu (23/8/2017), mengklaim bahwa Korut akan sangat menyesal atas setiap provokasinya karena militer Korsel akan membalas dengan tegas dan kuat.
Dia mengonfirmasi dukungan untuk platform pertahanan tiga sumbu atau three axis, yang meliputi serangan pre-emptive “Kill Chain”, skema Korean Air and Missile Defence (KAMD) dan Skema Penghukuman Massif Korea Selatan (KMPR).
Strategi militer seperti itu pertama kali diresmikan pada akhir 2016 dan direncanakan akan beroperasi dalam lima tahun ke depan. Strategi ini melibatkan persiapan Korea Selatan untuk dapat melakukan serangan pre-emptive di Korut jika yakin rezim Pyongyang tersebut siap berperang.
Serangan ”Kill Chain” akan melibatkan serangkaian serangan udara, laut dan rudal dengan senjata konvensional yang dirancang untuk membasmi target utama Korea Utara termasuk Kim Jong-un, jenderal tertinggi dan sarana komunikasi negara itu dengan kekuatan di lapangan.
Pada bulan September 2016, tak lama setelah rencana itu dikukuhkan, seorang pejabat militer Korea Selatan mengatakan bahwa Pyongyang akan dibuat menjadi abu dan dihapus dari peta.
”Setiap distrik Pyongyang, khususnya di mana pimpinan Korea Utara mungkin disembunyikan, akan benar-benar hancur oleh rudal balistik dan peluru peledak tinggi segera setelah Korea Utara menunjukkan tanda-tanda menggunakan senjata nuklir,” kata sumber militer Seoul kala itu kepada kantor berita Yonhap.
Ancaman Jenderal Jeong Kyeong-doo ini muncul menjelang latihan perang gabungan AS dan Korea Selatan bertajuk “Ulchi Freedom Guardian (UFG)”. Latihan perang tahunan ini dimulai sejak Senin lalu dan berlangsung selama 10 hari. Sekitar 50 ribu tentara Korea Selatan dan 17.500 tentara AS dilibatkan.
Personel militer dari Australia, Kanada, Kolombia, Denmark, Selandia Baru, Belanda dan Inggris juga dijadwalkan ambil bagian atas mandat PBB.
Ketua Kepala Staf Gabungan Militer Korsel, Jenderal Jeong Kyeong-doo, membuat ancaman itu saat pelantikannya pada hari Minggu lalu. Dia merasa ancaman rezim Pyongyang sudah lebih serius daripada waktu sebelumnya.
Mantan pilot pesawat tempur Seoul ini seperti dilansir news.com.au, Rabu (23/8/2017), mengklaim bahwa Korut akan sangat menyesal atas setiap provokasinya karena militer Korsel akan membalas dengan tegas dan kuat.
Dia mengonfirmasi dukungan untuk platform pertahanan tiga sumbu atau three axis, yang meliputi serangan pre-emptive “Kill Chain”, skema Korean Air and Missile Defence (KAMD) dan Skema Penghukuman Massif Korea Selatan (KMPR).
Strategi militer seperti itu pertama kali diresmikan pada akhir 2016 dan direncanakan akan beroperasi dalam lima tahun ke depan. Strategi ini melibatkan persiapan Korea Selatan untuk dapat melakukan serangan pre-emptive di Korut jika yakin rezim Pyongyang tersebut siap berperang.
Serangan ”Kill Chain” akan melibatkan serangkaian serangan udara, laut dan rudal dengan senjata konvensional yang dirancang untuk membasmi target utama Korea Utara termasuk Kim Jong-un, jenderal tertinggi dan sarana komunikasi negara itu dengan kekuatan di lapangan.
Pada bulan September 2016, tak lama setelah rencana itu dikukuhkan, seorang pejabat militer Korea Selatan mengatakan bahwa Pyongyang akan dibuat menjadi abu dan dihapus dari peta.
”Setiap distrik Pyongyang, khususnya di mana pimpinan Korea Utara mungkin disembunyikan, akan benar-benar hancur oleh rudal balistik dan peluru peledak tinggi segera setelah Korea Utara menunjukkan tanda-tanda menggunakan senjata nuklir,” kata sumber militer Seoul kala itu kepada kantor berita Yonhap.
Ancaman Jenderal Jeong Kyeong-doo ini muncul menjelang latihan perang gabungan AS dan Korea Selatan bertajuk “Ulchi Freedom Guardian (UFG)”. Latihan perang tahunan ini dimulai sejak Senin lalu dan berlangsung selama 10 hari. Sekitar 50 ribu tentara Korea Selatan dan 17.500 tentara AS dilibatkan.
Personel militer dari Australia, Kanada, Kolombia, Denmark, Selandia Baru, Belanda dan Inggris juga dijadwalkan ambil bagian atas mandat PBB.
Australia yang akan mengirim sekitar dua lusin personel militer telah diancam Korut. Namun, Kepala Angkatan Darat Letnan Jenderal Angus Campbell menepis jika pasukan Australia akan menghadapi risiko apabila ikut latihan perang gabungan di Korea.
”Saya tidak melihat bahwa program aktivitas ini mendapat ancaman,” kata Campbell. ”Tapi, ada pengakuan bahwa kita perlu bekerja sama dan kita perlu membicarakan masalah keamanan.”
Credit sindonews.com