Kamis, 12 April 2018

5 Hal yang Perlu Tahu jika AS Serang Suriah


5 Hal yang Perlu Tahu jika AS Serang Suriah
Rudal-rudal jelajah Tomahawk yang ditembakkan kapal perang AS terhadap pangkalan militer rezim Suriah tahun lalu. Foto/US Navy/Handout/REUTERS


WASHINGTON - Para ahli militer memberikan penilaian jika Amerika Serikat (AS) benar-benar meluncurkan serangan militer terhadap rezim Suriah sebagai respons atas dugaan serangan senjata kimia di Douma. Analisis para ahli ini mencakup jenis rudal, target hingga tujuan sebenarnya dari serangan Washington.

Berikut lima hal yang perlu diketahui jika militer Donald Trump benar-benar nekat menggempur rezim Suriah yang dilindungi militer Rusia.

1. Jenis Rudal AS yang Mungkin Ditembakkan
Lawrence Korb, mantan asisten menteri pertahanan AS, mengatakan kepada Al Jazeera militer AS kemungkinan akan menggunakan rudal Tomahawk.

Tomahawk digunakan dalam serangan-serangan AS sebelumnya di Suriah tahun lalu sebagai tanggapan terhadap penggunaan senjata kimia di kota Khan Sheikhun, Idlib, yang dikuasai pemberontak.

Pentagon kala itu mengatakan 59 rudal jelajah Tomahawk ditembakkan dari dua kapal perang di Mediterania terhadap pangkalan udara Shayrat di Provinsi Homs. Pangkalan yang diserang itu dituduh AS sebagai tempat peluncuran serangan kimia.Enam personel militer Suriah tewas oleh serangan rudal Tomahawk kala itu.

Menurut para analis, bukan tidak mungkin rudal Tomahawk kembali diandalkan Pentagon kali ini.

"Menurut sumber tidak resmi, AS mengerahkan beberapa kapal induk dengan rudal jelajah di Laut Mediterania dan Laut Merah," kata Fuad Shahbazov, seorang ahli keamanan dan militer yang bermarkas di Azerbaijan.

"Juga kemungkinan serangan dengan jet tempur harus dipertimbangkan karena AS memiliki pangkalan udara besar di negara-negara Teluk," ujarnya.

2. Target Pontensial Serangan AS
Menurut Shahbazov, AS kemungkinan besar akan menyerang markas komandan dan kontrol angkatan bersenjata Suriah, serta lokasi yang diduga jadi tempat penyimpanan senjata kimia.

Dilihat dari lokasi saat ini, rudal jelajah AS sudah berada di atas kapal angkatan lautnya yang siaga di sepanjang perairan Mediterania. Shahbazov mengatakan, benteng pasukan pro-Assad di provinsi Latakia mungkin menghadapi serangan dari laut.

Tetapi, Afzal Ashraf dari Pusat Keamanan Konflik dan Terorisme, mengatakan melalui tweet kepada Al Jazeera, bahwa Presiden AS Donald Trump yang secara khusus mengatakan rudal "pintar" akan digunakan mungkin tidak dihargai oleh komandan militernya. Sebaliknya, strategi baru mungkin dibuat para komandan militer Pentagon.

"Mereka biasanya tidak suka menyatakan apa yang akan mereka lakukan dan bagaimana mereka akan lakukan sebelumnya," kata Ashraf. "Jadi militer AS mungkin memutuskan untuk menggunakan metode lain," katanya.

3. Tujuan serangan  Amerika
Korb mengatakan, tujuan utama serangan AS terhadap rezim Suriah adalah pencegahan penggunaan senjata kimia lebih lanjut. 

Tetapi, kata Ashraf, masih belum jelas apakah Amerika Serikat tahu di mana senjata kimia disimpan di Suriah.

"Jika kita tahu di mana senjata kimia itu maka itu dapat dihancurkan. Jika mereka menyerang instalasi senjata kimia, pertanyaan yang harus ditanyakan mengapa mereka tidak menyerang di sana sebelumnya. Saya ragu ada instalasi senjata kimia yang dinyatakan Barat. Jadi serangan ini akan menjadi target militer umum," ujarnya.

Menurut Ashraf, AS kemungkinan akan mempertahankan pesawat tempur dan kapal angkatan lautnya dari dekat pasukan Rusia.

"Apa yang tampak keluar adalah apa yang dikenal sebagai 'serangan kebuntuan' yang melibatkan rudal jelajah dan rudal lainnya untuk menghindari kemungkinan keterlibatan antara pesawat dan kapal Rusia dan AS," katanya.

"Jika itu terjadi, garis merah yang sangat besar disilangkan dan kami memasuki beberapa wilayah yang sangat sulit yang melibatkan perang antara Rusia dan AS, dan itu adalah sesuatu yang tidak benar-benar ada," imbuh Ashraf.

4. Kemungkinan Respons Rusia
Reaksi Moskow, kata Korb, kemungkinan besar akan terbatas pada kecaman publik, jika AS tidak menargetkan militer Rusia.

Namun, Shahbazov mengatakan peringatan kementerian pertahanan Rusia tentang pembalasan harus dicatat.

"(Tanggapan Rusia) akan mencakup serangan rudal terhadap pasukan oposisi dan posisi militer pasukan khusus AS," katanya, yang menambahkan bahwa operasi darat jangka panjang terhadap pemberontak sangat tidak mungkin.

Membandingkan serangan rudal Tomahawk AS bulan April 2017, Ashraf mencatat kemungkinan Rusia memberikan sekutunya peringatan bahwa serangan itu akan datang.

"Satu-satunya perbedaan nyata dari waktu lalu adalah bahwa Suriah diberi tip-off melalui Rusia dan mereka mampu membubarkan aset mereka, jadi tidak banyak orang terbunuh dan tidak ada banyak peralatan yang hancur. Kasus ini, kedengarannya seolah-olah peringatan tidak akan tersedia," katanya.

5. Pengunaan Sistem Rudal Pertahanan Rusia di Suriah
Shahbazov mengatakan sistem rudal pertahanan utama Rusia di Suriah, S-300 Gladiator, telah dikerahkan di negara ini pada akhir tahun 2016. "Namun, mungkin juga Rusia akan menggunakan S-400 yang juga telah dikerahkan di Suriah selama lebih dari setahun ini. Sistem ini dapat menantang semua jet tempur modern. Tetapi Rusia belum menggunakan sistem ini di Suriah," katanya.

Korb mengatakan tidak mungkin Rusia akan dapat melawan serangan AS.

Ashraf setuju bahwa banyak target AS di Suriah kemungkinan akan diterjang. "Jika Rusia sesuai dengan kata-katanya, beberapa dari rudal itu akan diadang. Tidak ada sistem pertahanan udara yang memenuhi bukti, jadi saya kira proporsi yang cukup signifikan akan menembus target mereka," katanya, yang dilansir Kamis (12/4/2018).





Credit  sindonews.com


Rusia Sebut Serangan Kimia Suriah Pentas Drama White Helmet


Rusia Sebut Serangan Kimia Suriah Pentas Drama White Helmet
Rusia menuding relawan White Helmet dibalik serangan kimia di Douma. Foto/Istimewa


MOSKOW - Para pejabat Rusia menuduh para relawan pertahanan sipil Suriah yang dikenal sebagai White Helmet "mementaskan" drama serangan kimia baru-baru ini di kota Douma yang dikuasai pemberontak.

Moskow telah menyalahkan para relawan responsif pertama di daerah yang dikuasai pemberontak atas serangan kimia hari Sabtu, yang menewaskan sebanyak 60 orang dan melukai lebih dari 1.000 orang.

Rusia, sekutu dekat rezim Suriah, telah menunjuk jari kepada White Helmets sejak insiden serupa seperti serangan kimia tahun lalu di kota Khan Sheikhoun.

Serangan senjata kimia telah menewaskan ratusan orang sejak awal konflik Suriah, dengan PBB menyalahkan empat serangan terhadap rezim Suriah dan lima pada kelompok ISIS.

Sejak serangan terakhir, yang telah membangkitkan momok pembalasan Amerika Serikat (AS), para pejabat Rusia telah berusaha sekali lagi untuk menyalahkan kelompok kemanusiaan.

"Bertindak murni sebagai organisasi teroris, 'White Helmet' sekali lagi membuat pementasan kamera 'serangan kimia' pada warga sipil Douma," kata Letnan Jenderal Viktor Poznikhir pada briefing di Moskow, seperti dikutip dari Al Araby, Kamis (12/4/2018).

Pada hari Selasa, duta besar Rusia untuk Uni Eropa membuat tuduhan yang sama selama wawancara dengan Euronews.

"Kami telah melihat acara lain yang dipentaskan. Ada personel, yang dilatih khusus - dan Anda bisa menebak dengan siapa - di antara apa yang disebut White Helmet, yang sudah tertangkap basah dengan video yang dipentaskan," kata Vladimir Chizov.

Kementerian pertahanan Rusia pada hari Senin merilis sebuah pernyataan, menuduh White Helmets menyebarkan laporan palsu.

The White Helmets memiliki salah satu sumber utama untuk informasi tentang serangan kimia terhadap Douma. Kelompok itu secara tegas menolak tuduhan yang dibuat oleh pejabat Rusia.

Organisasi Kesehatan Dunia PBB telah mengatakan sekitar 500 pasien di Douma mendatangi fasilitas kesehatan dengan "tanda dan gejala konsisten dengan paparan bahan kimia beracun".

Rezim Suriah dan Kremlin sama-sama menyangkal bertanggung jawab atas serangan kimia dan telah mempertanyakan apakah serangan itu benar-benar terjadi, meskipun rekaman dari Douma dengan bukti kuat menunjukkan serangan kimia.

Presiden AS Donald Trump mengkonfirmasi pada Rabu bahwa Washington akan melakukan serangan balasan di Suriah. Trump mengatakan kepada Rusia untuk "bersiap-siap" setelah mereka mengancam akan "menembak jatuh" rudal dan pesawat tempur AS. 




Credit  sindonews.com





China Latihan Besar di LCS, AS Tak Mau Kalah


China Latihan Besar di LCS, AS Tak Mau Kalah
Amerika Serikat mengerahkan USS Theodore Roosevelt ke Laut China Selatan, beberapa hari setelah Beijing latihan besar-besaran di tempat yang sama. (Courtesy Aaron B. Hicks/U.S. Navy/Handout via Reuters)


Jakarta, CB -- Dalam rentang waktu 20 menit, 20 jet tempur F-18 Amerika Serikat lepas landas dan kembali mendarat di kapal induk USS Theodore Roosevelt, menunjukkan presisi dan efisiensi militernya.

Kapal bertenaga nuklir itu memimpin kelompok serbu mengadakan latihan rutin di perairan sengketa Laut China Selatan, Selasa (10/4), bergerak menuju Filipina yang merupakan salah satu sekutu AS di bidang pertahanan.

Amerika Serikat tak sendiri menjalankan patroli di perairan strategis itu. Angkatan laut China, Jepang dan sejumlah negara Asia Tenggara pun beroperasi di sana, sehingga ketegangan dan kemungkinan kecelakaan di laut meningkat.


"Kami sempat melihat kapal China di sekitar kami," kata Laksmana Muda Steve Koehler, komandan kelompok serbu tersebut, kepada beberapa wartawan yang ikut di atas kapal induk.

"Mereka adalah salah satu angkatan laut yang beroperasi di Laut China Selatan, tapi saya katakan bahwa semua kapal bersikap profesional."

Sejumlah angkatan laut di Pasifik barat, termasuk China dan sembilan negara ASEAN, tengah menggodok kode etik berpapasan (CUES) di laut untuk menghindari konflik.

USS Theodore Roosevelt datang ke Laut China Selatan beberapa hari setelah China melakukan latihan udara dan laut besar di wilayah yang sama. Sejumlah analis menyebut langkah itu menunjukkan perkembangan kemampuan AL Beijing yang luar biasa.

Perkembangan keberadaan militer China di perairan tersebut memicu kekhawatiran negara-negara Barat soal niat Beijing.

Amerika Serikat selama ini mengkritik militerisasi China di pulau buatan yang ada di lautan tersebut dan melakukan patroli udara maupun air secara reguler untuk menegaskan kebebasan bernavigasi.

"Transit di Laut China Selatan ini bukan hal yang baru dalam rencana kami, maupun reaksi kami atas hal tersebut. Ini mungkin kebetulan saja semua terjadi dalam waktu yang bersamaan," kata Koehler.

"Semua operasi yang kami lakukan di dan di sekitar Laut China Selatan atau perairan manapun di mana kita beroperasi, ada fungsi hukum internasional yang berlaku dan itu yang ingin kami akui."

Ketegangan antara Amerika Serikat dan China terkait perdagangan dan masalah teritorial belakangan meningkat di bawah pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Sejumlah pihak mengkhawatirkan Laut China Selatan, jalur vital perdagangan global, suatu hari bisa jadi medan tempur antara dua negara besar tersebut.





Credit  cnnindonesia.com






Sama saja bunuh diri jika Trump berani pecat Mueller




Sama saja bunuh diri jika Trump berani pecat Mueller

Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (REUTERS/Carlos Barria)



Washington (CB) - Ketua Komisi Kehakiman Senat Charles Grassley menyatakan Presiden Donald Trump sama saja melakukan bunuh diri politik jika berani memecat pengacara khusus Robert Mueller.

Bukan itu saja Grassley yang berasal dari Partai Republik menginginkan segera dilakukan pemungutan suara untuk rancangan undang-undang yang melindungi Mueller dari dipecat Trump.

Hari ini, Ketua DPR yang juga dari Partai Republik, Paul Ryan, menjamin Presiden Trump tidak akan memecat Mueller yang tengah menyelidiki dugaan intervensi Rusia dalam Pemilu 2016 itu.

Trump murka kembali terhadap Mueller setelah FBI menggeledah rumah dan kantor penasihat hukum sang presiden, Michael Cohen.

Para anggota parlemen, termasuk tokoh-tokoh senior Republik dari mana Trump berasal, khawatir presiden akan memecat Mueller setelah FBI melakukan penggeledahan dengan referensi dari Mueller.


"Saya tak punya alasan untuk mempercayai hal itu akan terjadi," kata Ryan dalam konferensi pers. "Saya punya jaminan bahwa itu tak terjadi, karena saya sudah berbicara dengan orang-orang Gedung Putih mengenai hal itu."

Rabu waktu AS, empat senator mengajukan RUU yang akan melindungi Mueller.

Muncul rumor bahwa Trump juga akan memecat Jaksa Agung Jeff Sessions dan Wakil Jaksa Agung Rod Rosenstein yang mengawasi penyelidikan dugaan intervensi Rusia yang sedang ditangani Mueller.

"Saya kria mereka (Rosenstein and Mueller) mesti dibiarkan merampungkan tugas mereka. Kita memiliki aturan hukum di negara ini dan itulah prinsip yang kita junjung," kata Ryan kepada wartawan.

Kalimat lebih keras dicetuskan oleh Senator Republik Bob Corker, jika Trump memecat Mueller. "Saya kira akan ada pemberontak besar di Senat," kata dia kepada Reuters.




Credit  antaranews.com



FBI geledah rumah penasihat hukum Donald Trump



Washington (CB) - Biro Penyelidik Federal FBI, Senin waktu AS, menggeledah kantor dan rumah penasihat hukum Presiden Donald Trump, Michael Cohen, kata sumber penegakan hukum setempat seperti dikutip Reuters.  Ini adalah perkembangan dramatis terbaru berkaitan dengan penyelidikan yang melibatkan orang-orang dekat Trump.

Pengacara Cohen, Stephen M. Ryan, mengungkapkan para jaksa AS melancarkan penggeledahan yang sebagian berdasarkan referensi dari Kantor Pengacara Khusus Robert Mueller yang tengah menyelidiki apakah para anggota tim kampanye Trump pada Pemilu 2016 berkolusi dengan Rusia semasa Pemilihan Presiden AS dua tahun lalu. Trump sendiri menuduh penyelidikan ini sebagai upaya mencari-cari kesalahan dan membantah melakukan kolusi apa pun.

Penggeledahan ini mengencangkan tekanan hukum kepada Trump karena penggeledahan ini melibatkan catatan penasihat hukumnya yang sudah lama bekerja untuknya dan mengindikasikan pusat penyelidikan kedua di Manhattan, selain di Washington di mana penyelidikan Mueller berpusat.

Cohen telah menjadi pusat kontroversi setelah menggelontorkan 130 ribu dolar AS yang diakuinya beberapa saat sebelum Pemilu 2016 usai, kepada bintang film porno Stormy Daniels yang mengaku pernah satu kali berhubungan badan dengan Trump pada 2006 dan telah dibayar agar supaya tutup mulut mengenai hubungan seks itu.

Trump langsung mencela penggeledahan oleh FBI itu, namun tidak menjawab ekplisit apakah dia akan memecat Mueller.  "Saya kira apa yang sedang terjadi ini tercela. Kita lihat apa yang terjadi nanti," kata Trump.

Trump tidak bisa memecat langsung Mueller, tetapi dia bisa memerintahkan Wakil Jaksa Agung Rod Rosenstein yang mengawasi penyelidikan si pengacara khusus, untuk menutup penyelidikan Mueller, atau Trump memecat Rosenstein jika si wakil jaksa agung menolak perintahnya.

FBI menyelidiki Cohen untuk dugaan penggelapan bank dan pajak, selain dugaan pelanggaran hukum dalam kaitannya dengan pemberian uang tutup mulut kepada Stormy Daniels. Juga diselidiki atas dugaan peran dia terkait dengan dukungan asing kepada Trump pada Pemilu 2016, demikian Reuters.





Credit  antaranews.com






Turki dirikan pangkalan ilmiah di Antartika pada 2019


Turki dirikan pangkalan ilmiah di Antartika pada 2019
Ilustrasi stasiun penelitian Antartika. (ANTARA News/ Reuters)




Ankara (CB) - Turki akan mendirikan pangkalan ilmiahnya di Antartika pada 2019, demikian disampaikan Menteri Perindustrian dan Teknologi Turki Faruk Ozlu mengatakan Rabu.

"Kami akan pergi ke sana untuk mendirikan pangkalan ilmiah kami tahun depan. Landasan Pangkalan Ilmiah Turki akan dibangun," kata Ozlu dikutip oleh Badan Anadolu.

"Pertama, kami akan membangun basis kami, kemudian kami akan mengajukan status 'negara penasihat'. Negara penasihat adalah mereka yang memiliki suara di Antartika hari ini dan besok," katanya.

Turki saat ini memiliki status "negara observatorium" di Antartika.

Tim ekspedisi Turki yang terdiri dari 28 ilmuwan pergi ke Antartika untuk kedua kalinya dalam rangka penelitian kutub pada Februari, dan akan kembali bulan ini.

Kepergian tim ini juga bertujuan untuk menilai kelayakan pendirian pangkalan ilmiah di Antartika. Turki melakukan ekspedisi pertamanya ke benua itu pada tahun 2017. Demikian dilansir Kantor Berita Xinhua.





Credit  antaranews.com





Warga Sipil Tewas dalam Baku Tembak di Kashmir Selatan


Lembah Kashmir
Lembah Kashmir
Foto: WIKIPEDIA


Tentara India memburuk kelompok gerilyawan pro-kemerdekaan.



CB, KASHMIR -- Empat warga sipil, termasuk seorang anak-anak, dan satu tentara India tewas akibat aksi kontak senjata yang terjadi di Khudwani, Kashmir selatan, pada Rabu (11/4). Peristiwa tersebut menyebabkan daerah Khudwani bergolak.

Menurut keterangan penduduk setempat, kontak senjata terjadi ketika tentara India memburu dan mengepung kelompok gerilyawan pro-kemerdekaan. Warga, yang mendukung keberadaan kelompok tersebut, kemudian mendatangi lokasi kejadian untuk membantu para gerilyawan melarikan diri.

Namun tentara India justru turut menyerang warga sipil di sana. "Pasukan India menembaki warga sipil dan menewaskan seorang remaja. Lebih banyak orang dari desa-desa tetangga keluar setelah berita tentang pembunuhan warga sipil menyebar. Pasukan menembaki orang-orang lagi dan puluhan warga sipil terluka," ungkap Dilshad Ahmad, seorang warga Khudwani, dikutip laman Anadolu.

Dalam peristiwa tersebut, seorang tentara India turut menjadi korban tewas. "Salah satu prajurit kami telah tewas dalam pertempuran senjata. Operasi ini dibatalkan. Kami tidak menemukan mayat milisi," kata juru bicara tentara India Kolonel Rajesh Kalia.

Kepolisian Khudwani telah mengonfirmasi tewasnya empat warga sipil akibat kejadian tersebut. "Empat warga sipil yang diidentifikasi sebagai Sarjeel Sheikh dari Khudwani, Bilal Ahmad dari Frisal, Faisal Ilahi dari Shopian, dan Aijaz Ahmad Palla dari Bijbehara yang terluka akibat baku tembak telah menyerah pada luka-lukanya," ungkap kepolisian Khudwani dalam sebuah pernyataan.

Kashmir merupakan sebuah wilayah di Himalaya dengan penduduk mayoritas Muslim yang dipersengketakan India dan Pakistan. Kedua negara telah terlibat tiga kali perang yakni pada tahun 1948, 1965, dan 1971, karena memperebutkan Kashmir.

Beberapa kelompok Kashmir di Jammu dan Kashmir telah berperang melawan India guna meraih kemerdekaan. Kalaupun tidak berhasil merdeka, mereka ingin berpisah dari India dan bergabung dengan Pakistan. Menurut beberapa organisasi hak asasi manusia, ribuan orang dilaporkan telah tewas akibat konflik di Kashmir sejak 1989.




Credit  republika.co.id




Israel Merasa Terancam jika AS Gempur Suriah


Israel Merasa Terancam jika AS Gempur Suriah
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Foto/REUTERS/Jonathan Ernst/File Photo


TEL AVIV - Pemerintah Israel menggelar rapat konsultasi keamanan tingkat tinggi setelah Amerika Serikat (AS) mengancam akan menggempur rezim Suriah dengan peluru kendali (rudal). Negara Yahudi itu merasa terancam, di mana Damaskus akan menyerang Tel Aviv sebagai balasan atas serangan Washington.

Kabinet keamanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan, Israel harus "bersiap-siap untuk skenario apa pun".

Pemerintah Netanyahu khawatir serangan balasan tak hanya datang dari rezim Presiden Bashar al-Assad, tapi juga dari militer Iran yang sudah lama berambisi menyerang Tel Aviv.

Tel Aviv sebelumnya disalahkan oleh Damaskus, Teheran dan Moskow atas serangan delapan rudal dari dua jet tempur F-15 terhadap pangkalan T-4 Suriah di dekat Homs pada Senin lalu. Serangan itu menewaskan sekitar 14 orang, termasuk beberapa di ataranya kru militer Iran.

Israel tidak membenarkan atau membantah melakukan serangan itu.

Para pejabat pemerintah Israel mengatakan, Netanyahu, Menteri Pertahanan Avigdor Lieberman, kepala angkatan bersenjata Israel dan kepala intelijen militer telah bertemu pada hari Rabu sebelum sesi kabinet keamanan berlangsung.

"Kami harus siap untuk skenario apa pun. Iran adalah musuh yang berbahaya dan serius yang tidak boleh diremehkan," kata Zeev Elkin, seorang anggota forum keamanan kepada Army Radio sebelum rapat kebinet.

"Saya tidak akan masuk ke rincian operasional, tetapi kami selalu berhubungan dengan Amerika. Mereka adalah mitra strategis kami, dan pembentukan pertahanan kami selalu berhubungan dengan mereka," ujar Elkin, seperti dikutip ynetnews, Kamis (12/4/2018).

"Adapun pertanyaan apakah operasi Amerika akan menarik (Suriah) untuk merespons terhadap Israel? Secara teoritis, itu mungkin, tapi saya tidak yakin ini adalah skenario yang paling mungkin," kata Elkin. "Ada kemungkinan Iran akan berusaha merespons kami."

Yaakov Amidror, seorang mantan penasihat keamanan nasional Israel, mengatakan Iran memiliki masalah terbuka dengan Israel atas serangan terhadap pangkalan udara T-4 Suriah pada Senin lalu.

"Mereka memiliki lengan panjang Hizbullah, yang dikendalikan oleh Iran," katanya. "Mereka memiliki milisi di Suriah dan di Lebanon yang mereka kendalikan dan mereka memiliki pasukan militer Iran di Suriah yang dapat digunakan," imbuh dia.

AS sudah berambisi untuk menyerang rezim Suriah atas tuduhan melakukan serangan senjata kimia di Douma, Ghouta timur, pada Sabtu pekan lalu. Dalam ancaman terbarunya, Presiden Donald Trump memperingatkan Rusia untuk bersiap menyambut rudal-rudal "pintar" AS yang akan ditembakkan ke Suriah.

"Rusia bersumpah akan menembak jatuh semua rudal yang ditembakkan ke Suriah. Bersiaplah Rusia, karena mereka akan datang, bagus, baru dan 'pintar'!," tulis Trump melalui akun Twitter-nya, @realDonaldTrump.

"Anda tidak seharusnya bermitra dengan binatang pembunuh gas yang membunuh orang-orangnya dan menikmatinya!," lanjut Trump menyindir Presiden Assad yang dituduh melakukan serangan senjata kimia di Douma.

Tweeet Presiden Trump ini sebagai balasan atas pernyataan Duta Besar Rusia untuk Lebanon, Alexander Zasypkin, yang memperingatkan Washington untuk tidak menyerang Suriah karena akan direspons oleh militer Moskow.

"Jika ada serangan oleh Amerika, maka...rudal akan jatuh dan bahkan sumber dari mana misil ditembakkan (akan ditargetkan)," kata Zasypkin yang disiarkan stasiun televisi al-Manar, media yang dikelola Hizbullah Lebanon, sebagaimana dikutip Reuters. 

"Bentrokan harus dikesampingkan dan oleh karena itu kami siap untuk mengadakan negosiasi," ujar diplomat Rusia ini.




Credit  sindonews.com




Putin-Netanyahu Terlibat Perdebatan Seru Soal Suriah di Telepon


Putin-Netanyahu Terlibat Perdebatan Seru Soal Suriah di Telepon
Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian
MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan pembicaraan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terkait situasi di Suriah. Keduanya terlibat perdebatan seru dalam pembicaraan yang dilakukan via sambungan telepon itu.

Menurut pernyataan di laman Kremlin, Putin mendesak Netanyahu untuk tidak melakukan tindakan apan pun yang bisa mengacaukan Suriah. Menurut Putin, penting bagi Netanyahu dan Israel untuk menghormati kedaulatan Suriah.

Sementara itu, dalam pernyataannya, kantor Perdana Mentri Israel menyatakan Netanyahu mengatakan kepada Putin Israel akan menekan kampanye untuk mencegah kubu militer Iran di Suriah.

"Perdana menteri menegaskan bahwa Israel tidak akan mengizinkan Iran untuk membangun kehadiran militer di Suriah," bunyi pernyataan itu seperti dilansir dari Reuters, Kamis (12/4/2018).

Suriah, Iran dan Rusia mengatakan Israel berada di belakang serangan udara terhadap pangkalan udara Suriah pada hari Senin lalu. Serangan itu menewaskan tujuh personel militer Iran, sesuatu yang Israel tidak membenarkan atau membantah. 





Credit  sindonews.com




Bakal Dibombardir AS, Suriah Amankan Aset Udara


Bakal Dibombardir AS, Suriah Amankan Aset Udara
Suriah mengamankan aset udaranya setelah Presiden AS, Donald Trump, mengancam akan menyerang negara itu. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Militer Suriah mereposisi aset udaranya untuk menghindari serangan rudal Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengancam akan menyerang Suriah sebagai balasan atas serangan senjata kimia di Douma, Ghouta timur, Suriah.

Hal itu diungkapkan oleh pejabat AS. Namun mereka menolak untuk berkomentar lebih lanjut dan tidak diketahui apakah tindakan Suriah akan mempengaruhi perencanaan militer AS untuk tindakan potensial terhadap Suriah atas dugaan serangan gas beracun.

Namun upaya Suriah untuk melindungi pesawat, mungkin dengan menempatkan mereka bersama perangkat keras militer Rusia yang mungkin enggan diserang AS, dapat membatasi kerusakan yang mungkin bisa ditimbulkan oleh AS dan sekutunya terhadap militer Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Keputusan Trump mengungkapkan keputusannya untuk menyerang serta jenis persenjataan yang akan digunakan dalam operasi militer di masa depan pasti akan menggagalkan perencana militer, yang memegang informasi tersebut dengan cermat.

Washington secara aktif mengumpulkan bukti tentang bagaimana Suriah dan Rusia menanggapi ancaman AS, kata para pejabat. Washington percaya Suriah dan sekutunya hampir pasti juga memindahkan personil dan peralatan militer - di luar hanya pesawat - ke lokasi perlindungan.

Salah satu pejabat mencatat bahwa Suriah dan Rusia merelokasi peralatan dan personel mereka setahun yang lalu - yang pertama dan satu-satunya saat lain Trump memerintahkan serangan misil ke Suriah sebagai tanggapan atas serangan senjata kimia.

Tahun lalu, militer AS secara resmi memberi tahu Rusia melalui sebuah hotline sesaat sebelum 59 rudal jelajah Tomahawk menyerang pangkalan udara Shayrat. Tujuan AS adalah meminimalkan risiko bagi personel Rusia atau Suriah.

Target serangan itu termasuk pesawat Suriah, tempat penampungan pesawat, fasilitas penyimpanan minyak dan logistik, bunker pasokan amunisi, sistem pertahanan udara dan radar.

Pada saat itu, Pentagon mengklaim bahwa seperlima dari pesawat operasional Suriah rusak atau hancur.

Tetapi tahun ini, seandainya AS dan sekutunya seperti Inggris, Prancis dan lainnya dari Timur Tengah meluncurkan serangan terhadap Suriah, pemerintah dapat memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan diri.

"Dengan melakukan telegram terhadap serangan kita begitu cepat, Anda memberi Suriah kesempatan untuk mengeraskan diri mereka sebagai target dan Anda memberi mereka kesempatan untuk memiliki lebih banyak waktu untuk memikirkan apa kemungkinan respons potensial kita," kata Christine Wormuth, Mantan Wakil Menteri Pertahanan untuk kebijakan dalam pemerintahan Obama seperti dilansir dari Reuters, Kamis (12/4/2018).

Wormuth mengatakan telegram awal tindakan militer AS juga memungkinkan Suriah, Rusia dan Iran untuk berpikir tentang "bagaimana mereka mencoba untuk melawannya."

Trump sendiri di masa lalu berulang kali mengkritik para pemimpin AS lainnya untuk tindakan telegraphing kepada musuh, dan ia menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut, misalnya, tentang strateginya untuk menangani Korea Utara. 

Menteri Pertahanan AS Jim Mattis, seorang pensiunan jenderal Angkatan Laut, telah secara internal mendorong para pejabat Pentagon untuk menjadi lebih jeli terhadap keamanan operasional, khususnya dalam percakapan mereka dengan media berita.

Mattis tidak menjawab pertanyaan tentang apakah dia khawatir tentang mengirim telegram gerakan AS di Suriah. Namun dia berhati-hati dalam pernyataan publiknya tentang Suriah pada hari Rabu, mengungkapkan sedikit tentang proses pengambilan keputusan menjelang pembicaraan di Gedung Putih dan mengatakan AS masih meninjau intelijen tentang serangan itu sendiri.

Dua sumber pemerintah AS mengatakan kepada Reuters bahwa Amerika Serikat masih belum memiliki 100 persen bukti kuat tentang zat syaraf apa yang digunakan di Suriah dan dari mana asalnya. Namun, ada beberapa bukti itu disemprotkan dari helikopter, kata mereka.

Penilaian serupa mengenai tindakan Suriah disampaikan oleh Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), sebuah lembaga monitor perang berbasis di Inggris. SOHR mengatakan pasukan pemerintah pro-Suriah mengosongkan bandara utama dan pangkalan udara militer.

Selama berhari-hari, Trump telah mengasah retorikanya terhadap Suriah dan para pendukungnya, Rusia serta Iran, menyebut Assad sebagai “hewan” pada hari Minggu.

Pada hari Rabu, ia memberikan sinyal yang paling jelas dari kesediaannya untuk menyerang Suriah. Ia menyatakan bahwa rudal "akan datang" dan mengkritik Moskow karena berdiri bersama Assad.

Sementara itu, pada hari Rabu, militer Rusia mengatakan pada hari Rabu bahwa mereka telah mengamati pergerakan pasukan Angkatan Laut AS di Teluk. Setiap serangan AS hampir pasti akan melibatkan Angkatan Laut, mengingat risiko terhadap pesawat dari pertahanan udara Rusia dan Suriah. Sebuah kapal perusak dengan rudal terpandu AS, Donald Cook, ada di Mediterania, dan aset angkatan laut lainnya dapat digunakan dalam serangan.




Credit  sindonews.com




Rusia Merespons Seketika jika Pasukannya di Suriah Diserang AS


Rusia Merespons Seketika jika Pasukannya di Suriah Diserang AS
Pesawat-pesawat jet tempur Rusia yang beroperasi di pangkalan udara Khmeimim, Suriah. Foto/Sputnik/Maksim Blinov


MOSKOW - Deputi Pertama Komite Pertahanan Majelis Tinggi Rusia, Yevgeny Serebrennikov, pada Rabu (11/4/2018) memastikan bahwa militer negaranya akan merespons seketika jika pasukan Moskow di Suriah terkena serangan udara Amerika Serikat (AS).

Pangkalan udara Khmeimim dan pangkalan angkatan laut Tartus yang menjadi rumah bagi tentara Rusia saat berada di bawah perlindungan ketat. Kondisi ini terjadi setelah AS mengancam akan menyerang rezim Suriah atas tuduhan melakukan serangan senjata kimia di Douma, Ghouta timur.

"Seperti yang telah ditunjukkan oleh Kementerian Pertahanan, pangkalan militer Rusia di Kmeymim dan Tartus berada di bawah perlindungan kuat. Pada saat yang sama, kami berharap bahwa dalam hal serangan AS, kehidupan prajurit kami tidak akan berada dalam bahaya," kata Serebrennikov.

Saya pikir bahwa AS memahami ini dan tidak akan mengizinkan (serangan), karena jika tidak, tanggapan Rusia akan seketika, seperti yang dikatakan Kepala Staf Umum Rusia," ujar Serebrennikov, seperti dikutip Sputnik.

Jawaban pejabat Moskow ini senada dengan argumen analis keamanan dari Fox News, Walid Phares. Menurutnya, Moskow akan merepons jika Washington nekat menyerang rezim Assad. Kondisi seperti itu bisa berpotensi pada konfrontasi langsung antara AS dan Rusia.

"Ya lihat, Rusia saat ini lebih kuat di Suriah daripada setahun lalu dan tentu saja enam tahun yang lalu," katanya.

"Jadi mereka mencoba mengatakan kepada kami dan mitra kami bahwa akan ada tanggapan langsung oleh Rusia atau seperti biasanya, tugas Iran untuk melakukannya," katanya.

"Bagi kami, bagi AS, sangat penting bahwa kita mulai dengan hal yang benar untuk dilakukan dan meminta komunitas intelijen untuk memiliki laporan rinci tentang serangan kimia ini sehingga kita dapat membawanya ke Dewan Keamanan PBB dan kemudian menyerahkan kepada dunia dan beri tahu mereka 'itu memang terjadi'," ujarnya.


Menurutnya, Rusia yang memiliki hak veto dapat melindungi sekutunya dari AS dan koalisinya.

"Kami tidak ingin melibatkan Rusia secara langsung karena dengan aturan keterlibatan dari setiap negara yang memiliki militer, jika Anda menyerang militer mereka, mereka akan merespons," ujar Phares memperingatkan pemerintah AS.

"Jika Anda menyerang sekutu mereka, rezim Suriah atau Iran atau Hizbullah, apa yang mungkin mereka lakukan adalah meminta sekutunya untuk menyerang sekutu kami." 




Credit  sindonews.com





Berselisih dengan Banyak Negara, Putin: Dunia Sedang Kacau


Vladimir Putin
Vladimir Putin
Foto: EPA/Sergei Chirikov


Hubungan internasional saat ini sedang keruh.



CB, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan situasi dunia saat ini sedang kacau. Hal itu ia utarakan saat menerima para duta besar asing di Moskow pada Rabu (11/4).

Kendati tidak mengacu pada konflik tertentu, Putin mengakui tentang keruhnya hubungan internasional saat ini. "Situasi di dunia menjadi semakin kacau. Namun demikian, kami berharap bahwa akal sehat akhirnya akan menang dan hubungan internasional akan kembali ke jalur yang konstruktif, lalu sistem global akan menjadi lebih stabil dan dapat diprediksi," kata Putin, dilaporkan laman kantor berita Rusia TASS.


Di hadapan para duta besar asing, Putin mengungkapkan tentang pentingnya peran diplomat. "Hari ini peran diplomasi dan diplomat sangat penting. Diplomasi memiliki lingkup kerja yang baik yang ditujukan untuk mengembangkan solusi optimal yang bergantung pada keseimbangan berbagai kepentingan," ucapnya.

Menurut Putin peran diplomat diperlukan untuk menjawab tantangan-tantangan global saat ini, mencakup terorisme, perdagangan narkoba, perubahan iklim, dan proliferasi senjata pemusnah massal. Ia menyebut Rusia akan mencoba menghadapi tantangan-tantangan tersebut.

"Rusia akan terus secara konsisten berkomitmen untuk memperkuat keamanan dan stabilitas global serta regional dan sepenuhnya mematuhi kewajiban internasionalnya, membangun kerja sama konstruktif dengan para mitra berdasarkan pada penghormatan yang bergantung pada norma-norma hukum internasional dan Piagam PBB," kata Putin menerangkan.

Saat ini Rusia diketahui tengah terlibat perselisihan dengan beberapa negara Barat terkait isu Suriah dan penyerangan Sergei Skripal. Di Suriah, Rusia yang menjadi sekutu utama Presiden Bashar al-Assad tengah bersiap menghadapi opsi militer yang hendak diambil Amerika Serikat (AS) dan para sekutunya. Opsi militer ini berkaitan dengan serangan gas beracun di Douma, Ghouta Timur, pekan lalu.

Rezim Assad dituduh sebagai pihak yang bertanggung jawab atas serangan di Douma. Namun hal ini telah dibantah oleh pemerintah Suriah dan Rusia. Selain perihal Suriah, Rusia juga tengah berselisih dengan AS, Inggris, dan beberapa negara Eropa lainnya akibat kasus penyerangan Sergei Skripal. Skripal merupakan warga Inggris yang pernah menjadi agen mata-mata Rusia. Ia dan putrinya Yulia diserang dengan menggunakan agen saraf novichok di Salisbury, Inggris, awal Maret lalu.

Inggris menuding pemerintah Rusia menjadi aktor di balik aksi penyerangan tersebut. Tuduhan itu pun dibantah. Putin menegaskan negaranya tak lagi memiliki senjata kimia karena seluruhnya telah dimusnahkan di bawah pengawasan Organisasi Larangan Senjata Kimia (OPCW).

Namun sangkalan Putin tak memberi pengaruh apa pun. Perdana Menteri Inggris Theresa May memutuskan mengusir 23 diplomat Rusia dari negaranya. May menuding mereka sebagai mata-mata yang menyamar sebagai diplomat.

Aksi pengusiran tersebut segera dibalas oleh Rusia. Selain mengusir 23 diplomat Inggris, Rusia juga menghentikan segala aktivitas British Council di negaranya.




Credit  republika.co.id




May Mendadak Minta Pertemuan Kabinet Bahas Suriah


PM Inggris Theresa May.

PM Inggris Theresa May.
Foto: EPA


May telah memerintahkan kapal selam Inggris bergerak dalam jangkauan rudal Suriah.



CB, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Theresa May telah menelepon menteri-menteri pemerintahnya untuk melakukan pertemuan kabinet pada Kamis (12/4). Menurut laporan media, ini menandai ada kemungkinan Inggris bergabung dalam tanggapan militer terhadap dugaan serangan kimia di Suriah.

Seorang juru bicara untuk May mengatakan pada Rabu (11/4), pertemuan yang sebelumnya tidak terjadwal itu akan fokus pada isu Suriah. Sementara wartawan BBC sebelumnya mengatakan May siap memberi lampu hijau bagi Inggris ambil bagian dalam tindakan yang dipimpin Amerika Serikat (AS), dengan melangkah tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu dari parlemen.

Presiden AS Donald Trump pada Rabu memperingatkan Rusia akan segera melakukan aksi militer di Suriah. Dia juga mencerca Moskow yang berdiri di pihak Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Surat kabar Daily Telegraph mengatakan May telah memerintahkan kapal selam Inggris bergerak dalam jangkauan rudal Suriah. Ini sebagai upaya dalam kesiapan serangan terhadap militer Suriah yang mungkin dapat dimulai pada Kamis (12/4) malam waktu setempat.

Adapun Sky News melaporkan May diperkirakan meminta menteri-menteri menyetujui keterlibatan Inggris dalam tindakan militer terhadap infrastruktur senjata kimia Suriah. Itu diperkirakan akan dilakukan saat pertemuanpada hari Kamis tersebut.

Hukum tidak mewajibkan May meminta persetujuan parlemen untuk tindakan militer ofensif. Akan tetapi intervensi baru-baru ini di Libya dan Irak telah dilakukan setelah ada pemungutan suara.

Pendahulu May, David Cameron, pernah mencoba dan gagal mendapatkan dukungan dari anggota parlemen. Pada waktu itu untuk bergabung dengan serangan militer di Suriah pada 2013 atas dugaan penggunaan senjata kimia.

Pemimpin oposisi Labour Party, Jeremy Corbyn sebelumnya berbicara. Dia mengatakan parlemen harus diberi pernyataan mengenai tindakan militer apa pun yang diinginkan May.

May juga mengatakan semua indikasi adalah pihak berwenang Suriah bertanggung jawab atas serangan kimia di kota Douma. Menurutnya serangan mengejutkan seperti itu tidak bisa dilawan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), puluhan orang di Douma meninggal dan ratusan terluka akibat serangan itu.

"Serangan senjata kimia yang terjadi pada Sabtu di Douma, Suriah adalah tindakan yang mengejutkan dan biadab," kata May kepada wartawan di kota Inggris tengah, Birmingham.




Credit  republika.co.id





Trump Ancam Serang Suriah, KBRI Belum Perlu Pindah


Trump Ancam Serang Suriah, KBRI Belum Perlu Pindah
Indonesia terus memantau perkembangan di Suriah dan menilai KBRI Damaskus masih diperlukan untuk menangani WNI. (AFP PHOTO / HAMZA AL-AJWEH)



Jakarta, CB -- Indonesia terus memantau perkembangan situasi di Suriah yang kian memanas dimana Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam untuk menyerang terkait dugaan penggunaan senjata kimia di Ghouta Timur baru-baru ini.

"Kami memantau perkembangan situasi di suriah dengan seksama. Team kami bahkan baru kembali dari Damaskus," kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI), Lalu Muhammad Iqbal Songell kepada CNNIndonesia.com, Kamis (12/4).

Meski begitu, Indonesia tidak berencana memindahkan atau mengevakuasi Kedutaan Besar RI (KBRI) di Ibu Kota Suriah, Damaskus.


"Sejauh ini kami memandang keberadaan KBRI masih diperlukan. Memang ada resiko tetapi masih manageable," kata Iqbal.

Dia menegaskan keberadaan KBRI Damaskus masih sangat diperlukan untuk menangani WNI di Suriah. Hal tersebut, menurut Iqbal, lebih mendesak ketimbang mengevakuasi KBRI.

Meski Trump telah mendeklarasikan bahwa rudal akan ditembakkan ke Suriah dalam waktu dekat, Gedung Putih menyatakan bahwa keputusan belum diambil. "Presiden punya beberapa opsi dan hal itu masih dipertimbangkan," kata Sarah Sanders, juru bicara Gedung Putih seperti dilansir CNN.


Para pejabat tinggi militer berkumpul di Gedung Putih, Rabu pagi untuk membahas sejumlah opsi untuk Suriah. Menteri Pertahanan James Mattis dan Jenderal Joseph Dunford, Kepala Staf Militer Gabungan memasuki Gedung Putih tepat setelah pukul 13 siang dan keluar dua jam kemudian.

Sanders menyataka Wakil Presiden Mike Pence memimpin rapat di Dewan Keamanan Nasional untuk membahas masalah suriah. Namun pembicaraan itu dilakuan setelah Trump mengindikasikan bakal melancarkan serangan rudal ke Suriah lewat cuitan di akun Twitter resminya.

Sedikitnya 78 tewas akibat serangan senjata kimia di Douma, sebuah distrik di Ghouta Timur, Sabtu (7/4). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan sekitar 500 orang yang dirawat di rumah sakit menunjukkan gejala terpapar zat kimia beracun. Sejumlah negara menuding pemerintah Presiden Bashar Al Assad melakukan serangan tersebut.

Tuduhan tersebut dibantah pemerintah Suriah yang menyatakan tentaranya telah meraih sejumlah kemenangan dan tidak perlu menggunakan senjata kimia. Pemerintah Assad berulang kali menyatakan mereka tidak lagi memiliki senjata kimia, yang telah dimusnahkan bahkan sebelum perang terjadi di bawah pengawasan badan internasional.





Credit  cnnindonesia.com




Jet-jet Tempur AS Cs Berseliweran, Assad Dirumorkan Kabur ke Iran


Jet-jet Tempur AS Cs Berseliweran, Assad Dirumorkan Kabur ke Iran
Kondisi lalu lintas udara di wilayah udara Suriah, Irak dan Turki yang tepantau radar. Foto/Daily Mirror


DAMASKUS - Pesawat-pesawat jet tempur koalisi yang dipimpin Amerika Serikat (AS) sudah berseliweran di atas langit Suriah dan perbatasan Irak setelah Presiden Donald Trump mengancam akan menyerang rezim Suriah.

Dalam kondisi menegangkan ini, Presiden Suriah Bashar al-Assad dan keluarganya dirumorkan melarikan diri ke Iran dengan perlindungan militer Rusia. Namun, rumor ini langsung ditepis sumber pemerintah Damaskus.

Pesawat-pesawat koalisi AS dilaporkan wara-wiri di atas udara Irak dan Yordania dengan arah menuju Suriah. Salah satu pesawat ulang-alik KC-767 terpantau memasuki Yordania dari Arab Saudi. Pesawat jenis ini menyediakan logistik untuk jet tempur.


Ada juga laporan serangan udara di wilayah Idlib, namun belum jelas pihak mana yang meluncurkan serangan."Pesawat tempur Rusia masih di udara menurut sumber pro-oposisi yang melaporkan serangan udara di Provinsi Idlib," kata analis geopolitik dan keamanan Michael A Horowitz.

Beberapa warga Suriah melalui media sosial melaporkan bahwa jet-jet koalisi AS melambung tinggi di atas padang pasir di Deir Ez-Zor.

Eurocontrol, sebuah badan Uni Eropa untuk urusan lalu lintas udara di Eropa mengeluarkan peringatan bahwa kemungkinan ada serangan rudal ke Suriah dalam waktu 72 jam terhitung sejak hari Senin. Badan itu mengeluarkan Rapid Alert Notification agar operator penerbangan di Mediterania timur berhati-hati.


Menurut badan tersebut, potensi serangan rudal kemungkinan berasal dari negara-negara NATO.

"Karena kemungkinan peluncuran serangan udara ke Suriah dengan rudal air-to-ground dan/atau rudal jelajah dalam 72 jam ke depan, dan kemungkinan ada gangguan intermiten peralatan navigasi radio, pertimbangan waspada harus diambil ketika merencanakan operasi penerbangan di daerah FIR (flight information region)  Mediterania Timur/Nicosia," bunyi peringatan Eurocontrol.

Sementara itu, sumber pemerintah Suriah kepada Sputnik memastikan bahwa Presiden Suriah Bashar al-Assad dan keluarganya belum meninggalkan Suriah. Konfirmasi ini sebagai bantahan dari laporan media Arab, Radio Sawt Beirut, yang melaporkan Assad dan keluarganya melarikan diri ke Iran dengan perlindungan militer Rusia.

"Laporan-laporan ini sepenuhnya salah," kata sumber tersebut, yang dilansir Rabu (11/4/2018).

Sementara itu, The Washington Examiner dengan mengutip sumber Pentagon melaporkan, bahwa ada beberapa kemungkinan rencana untuk respons militer terhadap rezim Suriah atas dugaan serangan kimia di Douma pada Sabtu pekan lalu. Salah satu opsi termasuk serangan serupa dengan tahun lalu, di mana AS meluncurkan 59 rudal jelajah Tomahawk terhadap pangkalan udara Suriah di Homs. 

Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa Washington dan sekutu-sekutunya sedang dalam konsultasi untuk mengambil respons terhadap rezim Assad.

"Presiden dan tim keamanan nasionalnya sedang berkonsultasi erat dengan sekutu dan mitra untuk menentukan tanggapan yang tepat," kata departemen itu melalui seorang juru bicara kepada Sputnik.

"Sebagaimana dinyatakan jelas oleh Presiden Trump, akan ada konsekuensi untuk kekejaman yang tidak dapat diterima ini," lanjut juru bicara tersebut mengacu pada tuduhan serangan kimia yang disalahkan kepada rezim Assad.


Credit  sindonews.com





Diminta Trump Bersiap Sambut Rudal 'Pintar' AS, Ini Reaksi Rusia


Diminta Trump Bersiap Sambut Rudal Pintar AS, Ini Reaksi Rusia
Presiden Rusia Vladimir Putin. Foto/REUTERS/Sergei Karpukhin


MOSKOW - Presiden Donald John Trump telah meminta Rusia bersiap menyambut rudal-rudal "pintar" Amerika Serikat (AS) yang akan ditembakkan ke Suriah. Moskow pun merespons dengan menyatakan jika senjata Washington memang "pintar" maka targetnya teroris, bukan pemerintah Suriah.

"Rudal pintar harus terbang ke arah teroris, bukan ke pemerintah (Suriah) yang sah, yang telah menghabiskan beberapa tahun berjuang melawan terorisme internasional di wilayahnya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova dalam menanggapi tweet Trump pada hari Rabu.

Menurutnya, AS mungkin berusaha untuk melemahkan upaya penyelidikan yang akan dilakukan oleh para ahli senjata kimia di Douma, Suriah.

Kasus dugaan serangan kimia di Douma pada Sabtu pekan lalu telah memicu ketegangan yang memanas antara Moskow dan Washington. Pemerintah Trump menuduh rezim Presiden Bashar al-Assad sebagai pelaku serangan kimia, sedangkan pemerintah Vladimir Putin menuduh LSM White Helmets dan kelompok Jaish al-Islam sebagai pembuat serangan.

"Apakah inspektur OPCW (Organisasi Larangan Senjata Kimia)sadar bahwa misil pintar akan menghancurkan semua bukti penggunaan senjata kimia di lapangan? Atau apakah itu rencana yang sebenarnya untuk menutupi semua bukti dari serangan palsu ini dengan serangan rudal yang pintar, sehingga inspektur internasional tidak memiliki bukti untuk dicari?," tanya Zakharova, seperti dikutip Russia Today, semalam (11/4/2018).



Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Trump memperingatkan Rusia untuk bersiap-siap setelah Moskow bersumpah akan menembak jatuh setiap rudal Washington yang ditembakkan ke Suriah.

"Rusia bersumpah akan menembak jatuh semua rudal yang ditembakkan ke Suriah. Bersiaplah Rusia, karena mereka akan datang, bagus, baru dan 'pintar'!," tulis Trump melalui akun Twitter-nya, @realDonaldTrump.

"Anda tidak seharusnya bermitra dengan binatang pembunuh gas yang membunuh orang-orangnya dan menikmatinya!," lanjut Trump menyindir Presiden Assad yang dituduh melakukan serangan senjata kimia di Douma, Ghouta timur. Dugaan serangan kimia ini dilaporkan menewaskan puluhan orang.



Tweeet Presiden Trump ini sebagai balasan atas pernyataan Duta Besar Rusia untuk Lebanon, Alexander Zasypkin, yang memperingatkan Washington untuk tidak menyerang Suriah karena akan direspons oleh militer Moskow.

"Jika ada serangan oleh Amerika, maka...rudal akan jatuh dan bahkan sumber dari mana misil ditembakkan (akan ditargetkan)," kata Zasypkin yang disiarkan stasiun televisi al-Manar, media yang dikelola Hizbullah Lebanon, sebagaimana dikutip Reuters.

"Bentrokan harus dikesampingkan dan oleh karena itu kami siap untuk mengadakan negosiasi," ujar diplomat Rusia ini. 


Dubes Zasypkin, dalam komentarnya mengatakan bahwa argumennya mengacu pada pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin dan kepala staf angkatan bersenjata Rusia.

Militer Rusia mengatakan pada 13 Maret 2018 bahwa pihaknya akan menanggapi setiap serangan AS di Suriah, menargetkan setiap rudal dan lokasi peluncur yang terlibat dalam serangan tersebut.


Credit  sindonews.com






Dubes Rusia: Setiap Rudal AS yang Serang Suriah akan Ditembak Jatuh


Dubes Rusia: Setiap Rudal AS yang Serang Suriah akan Ditembak Jatuh
Pesawat tempur Su-25 Rusia yang bermarkas di pangkalan udara Khmeimim, Suriah. Foto/Sputnik/Dmitry Vinogradov


BEIRUT - Duta Besar (Dubes) Rusia untuk Lebanon, Alexander Zasypkin, mengatakan setiap peluru kendali (rudal) Amerika Serikat yang ditembakkan ke Suriah akan ditembak jatuh. Lokasi peluncuran rudal pun akan jadi target militer Moskow.

Respons yang dijelaskan diplomat Moskow ini berpotensi memicu eskalasi besar dalam perang Suriah.

Dubes Zasypkin, dalam komentar yang disiarkan televisi Lebanon Selasa malam, mengatakan bahwa argumennya mengacu pada pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin dan kepala staf angkatan bersenjata Rusia.



Militer Rusia mengatakan pada 13 Maret 2018 bahwa pihaknya akan menanggapi setiap serangan AS di Suriah, menargetkan setiap rudal dan lokasi peluncur yang terlibat dalam serangan tersebut.

Rusia saat ini menjadi sekutu paling kuat Presiden Suriah Bashar al-Assad.

AS dan sekutunya sedang mempertimbangkan apakah akan menyerang Suriah atau tidak sebagai respons atas dugaan serangan senjata kimia di Douma, Ghouta timur. Dugaan serangan kimi itu dilaporkan menewaskan sekitar 60 orang.

"Jika ada serangan oleh Amerika, maka...rudal akan jatuh dan bahkan sumber dari mana misil ditembakkan (akan ditargetkan)," kata Zasypkin yang disiarkan stasiun televisi al-Manar, media yang dikelola Hizbullah Lebanon, sebagaimana dikutip Reuters, Rabu (11/4/2018).

"Bentrokan harus dikesampingkan dan oleh karena itu kami siap untuk mengadakan negosiasi," ujar diplomat Rusia ini.



Rusia dan AS telah memblokir resolusi satu sama lain yang diajukan di Dewan Keamanan PBB. Resolusi Rusia yang ditolak DK PBB adalah usulan agar Organisasi Larangan Senjata Kimia (OPCW) menyelidiki wilayah Douma yang diduga jadi serangan senjata kimia.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump pada hari Selasa waktu Washington membatalkan rencana perjalanan ke Amerika Latin pada akhir pekan ini. Menurut Gedung Putih, Trump memilih fokus pada pengambilan respons terkait insiden di Douma Suriah.





Credit sindonews.com






Trump: Bersiaplah Rusia, Rudal akan Datang di Suriah!


Trump: Bersiaplah Rusia, Rudal akan Datang di Suriah!
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Foto/REUTERS


WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald John Trump memperingatkan Rusia untuk bersiap-siap setelah Moskow bersumpah akan menembak jatuh setiap rudal Washington yang ditembakkan ke Suriah.

"Rusia bersumpah akan menembak jatuh semua rudal yang ditembakkan ke Suriah. Bersiaplah Rusia, karena mereka akan datang, bagus, baru dan 'pintar'!," tulis Trump melalui akun Twitter-nya, @realDonaldTrump, Rabu (11/4/2018).

"Anda tidak seharusnya bermitra dengan binatang pembunuh gas yang membunuh orang-orangnya dan menikmatinya!," lanjut Trump menyindir Presiden Suriah Bashar al-Assad yang dituduh melakukan serangan senjata kimia di Douma, Ghouta timur, pada Sabtu pekan lalu. Serangan kimia ini dilaporkan menewaskan sekitar 60 orang.



Tweeet Presiden Trump ini sebagai balasan atas pernyataan Duta Besar Rusia untuk Lebanon, Alexander Zasypkin, yang memperingatkan Washington untuk tidak menyerang Suriah karena akan direspons oleh militer Moskow.

"Jika ada serangan oleh Amerika, maka...rudal akan jatuh dan bahkan sumber dari mana misil ditembakkan (akan ditargetkan)," kata Zasypkin yang disiarkan stasiun televisi al-Manar, media yang dikelola Hizbullah Lebanon, sebagaimana dikutip Reuters, Rabu (11/4/2018).

"Bentrokan harus dikesampingkan dan oleh karena itu kami siap untuk mengadakan negosiasi," ujar diplomat Rusia ini.

Dubes Zasypkin, dalam komentarnya mengatakan bahwa argumennya mengacu pada pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin dan kepala staf angkatan bersenjata Rusia.



Militer Rusia mengatakan pada 13 Maret 2018 bahwa pihaknya akan menanggapi setiap serangan AS di Suriah, menargetkan setiap rudal dan lokasi peluncur yang terlibat dalam serangan tersebut.

Rusia saat ini menjadi sekutu paling kuat Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Rusia dan AS telah memblokir resolusi satu sama lain yang diajukan di Dewan Keamanan PBB. Resolusi Rusia yang ditolak DK PBB adalah usulan agar Organisasi Larangan Senjata Kimia (OPCW) menyelidiki wilayah Douma yang diduga jadi serangan senjata kimia.

Sementara itu, Presiden Trump pada hari Selasa waktu Washington membatalkan rencana perjalanan ke Amerika Latin pada akhir pekan ini. Menurut Gedung Putih, Trump memilih fokus pada pengambilan respons terkait insiden di Douma Suriah.




Credit  sindonews.com




Menhan AS Sebut Pentagon Siap Beri Opsi Militer soal Suriah


Menhan AS Sebut Pentagon Siap Beri Opsi Militer soal Suriah
Menhan AS Jim Mattis menyebut Pentagon siap memberikan opsi militer penyerangan ke Suriah sesuai dengan keinginan Presiden Donald Trump. (Reuters/Mary F. Calvert)


Jakarta, CB -- Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jim Mattis mengatakan Pentagon siap memberikan opsi militer soal penyerangan ke Suriah sebagai respons AS atas kasus serangan gas di kota Douma, pada akhir pekan lalu.

Meski siap memberikan opsi militer, Mattis mengatakan AS dengan negara sekutunya masih mengumpulkan informasi yang dibutuhkan terkait bukti penyerangan gas di Douma dilakukan rezim Presiden Suriah, Bashar al-Assad.

"Kami masih mengkaji intelijen, kami dan sekutu kami, kami masih bekerja dengan itu," kata Jim Mattis kepada media terkait bukti dugaan Al-Assad menjadi otak di balik serangan gas di Douma.


"Kami siap menyediakan opsi militer, bila mereka sesuai, seperti yang ditentukan oleh Presiden," lanjutnya.




Presiden Donald Trump sebelumnya bersumpah melalui unggahannya di Twitter bahwa akan mengirimkan rudal ke Suriah terkait serangan gas di Douma.

Namun serangan tersebut ditujukan untuk menentang rezim Presiden Bashar al-Assad yang menguasai Suriah.

Di sisi lain, militer Rusia telah menuduh kelompok pembela sipil White Helmet yang ada di Suriah atas pencitraan serangan gas di Douma yang menyebabkan intervensi negara Barat ke daerah tersebut.

Trump dan sejumlah pemimpin negara Barat lainnya telah berjanji akan merespons dengan cepat atas insiden itu.



Moskow dan Washington juga berdebat panas di Perserikatan Bangsa-Bangsa soal penggunaan senjata kimia di Suriah.

Setidaknya 60 orang tewas akibat serangan senjata kimia yang terjadi di Douma, kata para petugas bantuan kemanusiaan Suriah. Sekitar 500 orang yang dirawat di rumah sakit pun menunjukkan gejala-gejala terpapar zat kimia beracun, kata WHO.

Pemerintah Suriah dan Rusia, yang dikenal selama ini saling mendukung, menyatakan laporan itu palsu. Kremlin berharap semua pihak yang terlibat di Suriah bisa menghindari tidakan mengganggu stabilitas kawasan.



Credit  cnnindonesia.com






Trump ancam Rusia, akan hujani Suriah dengan peluru kendali


Trump ancam Rusia, akan hujani Suriah dengan peluru kendali
Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (REUTERS/Carlos Barria)




Washington/Beirut (CB) - Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu mengancam Rusia menjelang tindakan militer di Suriah terkait dugaan penggunaan gas beracun dan mengatakan bahwa peluru kendali "akan berjatuhan".

Trump juga mengecam Moskow dengan bersikap membela Presiden Suriah Bashar al Assad.

Pernyataan tersebut adalah tanggapan atas ancaman Rusia, yang pada Selasa menyatakan akan membalas setiap serangan peluru kendali Amerika Serikat ke Suriah.

"Rusia berkata akan menembak jatuh semua peluru kendali, yang ditembakkan terhadap Suriah. Bersiaplah Rusia, karena peluru kendali pintar akan berdatangan," kata Trump dalam Twitter-nya.

"Kalian seharusnya tidak bersekutu dengan binatang pengguna gas, yang menewaskan rakyatnya," kata Trump.

Sebagai balasan, Kementerian Luar Negeri Rusia di Facebook mengatakan bahwa "rudal yang pintar seharusnya diarahkan untuk menembak teroris, bukan terhadap pemerintah yang sah."

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan bahwa serangan rudal dari Amerika Serikat bisa jadi merupakan upaya menghancurkan bukti adanya serangan gas beracun di kota Douma.

Di Damaskus, Kementerian Luar Negeri Suriah menuding Amerika Serikat telah menggunakan "kebohongan dan berita palsu" sebagai alasan untuk menyerang negara lain.

"Kami tidak terkejut dengan pernyataan yang tidak dipikirkan secara mendalam dari rezim Amerika Serikat, yang mendukung terorisme di Suriah," kata kantor berita SANA mengutip sumber kementerian itu.

Keputusan Trump untuk mengungkap jenis senjata yang akan digunakan untuk operasi militer itu diperkirakan membuat putus asa pejabat pertahanan.

Serangan Amerika Serikat diperkirakan melibatkan angkatan laut, mengingat ancaman sistem pertahanan udara Rusia dan Suriah. pada saat ini, kapal induk peluru kendali Amerika Serikat, USS Donald Cook, berada di Laut Tengah.

Di tengah keadaan genting itu, badan pengawas lalu lintas udara Eropa, Eurocontrol, mengatakan kepada para maskapai untuk berhati-hati di Laut Tengah karena adanya potensi serangan udara ke Suriah dalam waktu 72 jam mendatang.

Eurocontrol mengatakan bahwa serangan peluru kendali itu bisa mengganggu alat radio navigasi udara.

Sementara itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa 43 orang tewas dalam serangan di Douma pada Sabtu. Korban itu menderita "gejala mirip dengan gejala keracunan bahan kimia beracun," demikian Reuters.





Credit  antaranews.com







Somalia apresiasi bantuan Indonesia


Somalia apresiasi bantuan Indonesia
Menteri Luar Negeri RI Retno L.P Marsudi. (ANTARA FOTO/HO/Suwandy)




Nusa Dua, Bali (CB) - Wakil Menteri Luar Negeri Somalia Mukhtar Mahat Da'ud dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengucapkan terimakasih atas bantuan kemanusiaan Indonesia untuk negaranya pada masa-masa sulit.

"Saya menerima dan melakukan pertemuan bilateral dengan Wakil Menteri Luar Negeri Somalia. Pertama, Somalia mengucapkan terimakasih banyak atas dukungan dan bantuan yang secara terus-menerus diberikan oleh Indonesia pada saat sulit," kata Retno mengenai pertemuannya dengan Wakil Menteri Luar Negeri Somalia di sela Indonesia-Africa Forum (IAF) yang berlangsung di Nusa Dua, Rabu.

Retno mengatakan pemerintah Indonesia antara lain mengirimkan bantuan untuk Somalia saat mengalami kekeringan. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Indonesia pun turut berperan dalam memberikan bantuan untuk Somalia.

"LSM kemanusiaan kita cukup aktif di Somalia, dan minggu kemarin saya melakukan pertemuan khusus dengan salah satu LSM kemanusiaan Indonesia untuk membahas mengenai bantuan kemanusiaan Indonesia di Somalia," ujar Retno.

"Jadi, bantuan yang kita berikan berupa bahan makanan pokok, beras, dan juga setiap tahun ada LSM Indonesia yang terus bekerja untuk masalah air," lanjutnya.

Dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri RI, Wakil Menteri Luar Negeri Somalia juga menyampaikan dukungan kuat negaranya terhadap pencalonan Indonesia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020, yang pemilihannya akan dilakukan pada 8 Juni 2018.

Indonesia bertekad meningkatkan hubungan dengan negara-negara Afrika, khususnya hubungan di bidang ekonomi. Pemerintah Indonesia menggelar Forum Indonesia-Afrika di Bali pada 10-11 April guna menjajaki berbagai potensi kerja sama ekonomi yang dapat dikembangkan bersama oleh Indonesia dan negara-negara Afrika.




Credit  antaranews.com