Kamis, 12 April 2018

Trump Ancam Serang Suriah, KBRI Belum Perlu Pindah


Trump Ancam Serang Suriah, KBRI Belum Perlu Pindah
Indonesia terus memantau perkembangan di Suriah dan menilai KBRI Damaskus masih diperlukan untuk menangani WNI. (AFP PHOTO / HAMZA AL-AJWEH)



Jakarta, CB -- Indonesia terus memantau perkembangan situasi di Suriah yang kian memanas dimana Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam untuk menyerang terkait dugaan penggunaan senjata kimia di Ghouta Timur baru-baru ini.

"Kami memantau perkembangan situasi di suriah dengan seksama. Team kami bahkan baru kembali dari Damaskus," kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI), Lalu Muhammad Iqbal Songell kepada CNNIndonesia.com, Kamis (12/4).

Meski begitu, Indonesia tidak berencana memindahkan atau mengevakuasi Kedutaan Besar RI (KBRI) di Ibu Kota Suriah, Damaskus.


"Sejauh ini kami memandang keberadaan KBRI masih diperlukan. Memang ada resiko tetapi masih manageable," kata Iqbal.

Dia menegaskan keberadaan KBRI Damaskus masih sangat diperlukan untuk menangani WNI di Suriah. Hal tersebut, menurut Iqbal, lebih mendesak ketimbang mengevakuasi KBRI.

Meski Trump telah mendeklarasikan bahwa rudal akan ditembakkan ke Suriah dalam waktu dekat, Gedung Putih menyatakan bahwa keputusan belum diambil. "Presiden punya beberapa opsi dan hal itu masih dipertimbangkan," kata Sarah Sanders, juru bicara Gedung Putih seperti dilansir CNN.


Para pejabat tinggi militer berkumpul di Gedung Putih, Rabu pagi untuk membahas sejumlah opsi untuk Suriah. Menteri Pertahanan James Mattis dan Jenderal Joseph Dunford, Kepala Staf Militer Gabungan memasuki Gedung Putih tepat setelah pukul 13 siang dan keluar dua jam kemudian.

Sanders menyataka Wakil Presiden Mike Pence memimpin rapat di Dewan Keamanan Nasional untuk membahas masalah suriah. Namun pembicaraan itu dilakuan setelah Trump mengindikasikan bakal melancarkan serangan rudal ke Suriah lewat cuitan di akun Twitter resminya.

Sedikitnya 78 tewas akibat serangan senjata kimia di Douma, sebuah distrik di Ghouta Timur, Sabtu (7/4). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan sekitar 500 orang yang dirawat di rumah sakit menunjukkan gejala terpapar zat kimia beracun. Sejumlah negara menuding pemerintah Presiden Bashar Al Assad melakukan serangan tersebut.

Tuduhan tersebut dibantah pemerintah Suriah yang menyatakan tentaranya telah meraih sejumlah kemenangan dan tidak perlu menggunakan senjata kimia. Pemerintah Assad berulang kali menyatakan mereka tidak lagi memiliki senjata kimia, yang telah dimusnahkan bahkan sebelum perang terjadi di bawah pengawasan badan internasional.





Credit  cnnindonesia.com