Kamis, 12 April 2018

China Latihan Besar di LCS, AS Tak Mau Kalah


China Latihan Besar di LCS, AS Tak Mau Kalah
Amerika Serikat mengerahkan USS Theodore Roosevelt ke Laut China Selatan, beberapa hari setelah Beijing latihan besar-besaran di tempat yang sama. (Courtesy Aaron B. Hicks/U.S. Navy/Handout via Reuters)


Jakarta, CB -- Dalam rentang waktu 20 menit, 20 jet tempur F-18 Amerika Serikat lepas landas dan kembali mendarat di kapal induk USS Theodore Roosevelt, menunjukkan presisi dan efisiensi militernya.

Kapal bertenaga nuklir itu memimpin kelompok serbu mengadakan latihan rutin di perairan sengketa Laut China Selatan, Selasa (10/4), bergerak menuju Filipina yang merupakan salah satu sekutu AS di bidang pertahanan.

Amerika Serikat tak sendiri menjalankan patroli di perairan strategis itu. Angkatan laut China, Jepang dan sejumlah negara Asia Tenggara pun beroperasi di sana, sehingga ketegangan dan kemungkinan kecelakaan di laut meningkat.


"Kami sempat melihat kapal China di sekitar kami," kata Laksmana Muda Steve Koehler, komandan kelompok serbu tersebut, kepada beberapa wartawan yang ikut di atas kapal induk.

"Mereka adalah salah satu angkatan laut yang beroperasi di Laut China Selatan, tapi saya katakan bahwa semua kapal bersikap profesional."

Sejumlah angkatan laut di Pasifik barat, termasuk China dan sembilan negara ASEAN, tengah menggodok kode etik berpapasan (CUES) di laut untuk menghindari konflik.

USS Theodore Roosevelt datang ke Laut China Selatan beberapa hari setelah China melakukan latihan udara dan laut besar di wilayah yang sama. Sejumlah analis menyebut langkah itu menunjukkan perkembangan kemampuan AL Beijing yang luar biasa.

Perkembangan keberadaan militer China di perairan tersebut memicu kekhawatiran negara-negara Barat soal niat Beijing.

Amerika Serikat selama ini mengkritik militerisasi China di pulau buatan yang ada di lautan tersebut dan melakukan patroli udara maupun air secara reguler untuk menegaskan kebebasan bernavigasi.

"Transit di Laut China Selatan ini bukan hal yang baru dalam rencana kami, maupun reaksi kami atas hal tersebut. Ini mungkin kebetulan saja semua terjadi dalam waktu yang bersamaan," kata Koehler.

"Semua operasi yang kami lakukan di dan di sekitar Laut China Selatan atau perairan manapun di mana kita beroperasi, ada fungsi hukum internasional yang berlaku dan itu yang ingin kami akui."

Ketegangan antara Amerika Serikat dan China terkait perdagangan dan masalah teritorial belakangan meningkat di bawah pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Sejumlah pihak mengkhawatirkan Laut China Selatan, jalur vital perdagangan global, suatu hari bisa jadi medan tempur antara dua negara besar tersebut.





Credit  cnnindonesia.com