KOMPAS/Aloysius Budi Kurniawan
Arkeolog dari Pusat Arkeologi Nasional, E Wahyu Saptomo (kiri) dan
Jatmiko (kanan), mengamati replika tengkorak Homo floresiensis atau
manusia Liang Bua, Selasa (16/12/2014), di Kantor Pusat Arkeologi
Nasional, Jalan Raya Condet, Pejaten, Jakarta. Selain Wahyu dan Jatmiko,
dua arkeolog lain, yaitu Rokus Awe Due dan Thomas Sutikna, turut
menemukan kerangka manusia kerdil asal Flores, NTT, ini. Akhir tahun
lalu, keempat ilmuwan tersebut masuk dalam daftar ilmuwan paling
berpengaruh 2014 menurut Thomson Reuters.
CB - Peneliti dari Jepang, Australia, dan Indonesia mulai meneliti
struktur gigi manusia purba Homo floresiensis yang ditemukan di Flores,
Nusa Tenggara Timur, sejak 2003.
Penelitian dilakukan untuk
mencari bukti bahwa "manusia hobbit" dengan tinggi hanya berkisar satu
meter itu bukan dari jenis manusia modern (
Homo sapiens) yang mengalami kecacatan.
Tim
peneliti terdiri dari para ahli di Museum Nasional Ilmu Pengetahuan dan
Alam (Jepang), Universitas Wollongong (Australia), dan Pusat Arkeologi
Nasional (Indonesia).
Pekan lalu para ahli mulai membandingkan 40 spesimen gigi dari sembilan
Homo floresiensis dengan gigi 490 manusia modern serta gigi sepupu manusia yang telah punah.
Dari
hasil analisis, mereka menemukan bahwa sebagian gigi manusia purba dari
Flores ini memang berukuran sama dengan gigi individu manusia modern,
tetapi sebagian lagi ukuran giginya sama dengan manusia purba yang lebih
tua lagi. Karakter giginya juga lebih mirip dengan manusia purba
seperti
Homo erectus.
Mereka membandingkan gigi-gigi tersebut dengan menggunakan analisis
metric linear,
analisis kontur gigi geraham, dan membandingkan satu demi satu ciri
khas morfologi gigi. Dari situ, para ahli menemukan indikasi bahwa sisa
gigi pada beberapa individu memiliki kombinasi gigi yang tidak ditemukan
pada spesies manusia modern.
Dalam jurnal yang diunggah ke dalam situs
Plos One disebutkan, temuan itu membuat para ilmuwan menolak anggapan bahwa hobbit merupakan satu spesies dengan manusia modern.
Ada kemungkinan
Homo floresiensis ini merupakan keturunan
Homo erectus.
Mereka menduga manusia purba ini menjadi kecil karena tinggal di pulau
yang sumber daya alamnya sangat terbatas sekitar 18.000 tahun lalu.
Kerangka manusia
Homo floresisensis
ditemukan empat peneliti Pusat Arkeologi Nasional, yakni Wahyu Saptomo,
Jatmiko, Thomas Sutikna, dan Rokus Awe Due, bersama Mike Morwood dari
University of New England, Australia.
Ketika melakukan
penggalian di gua karst Liang Bua pada 2003 yang diketuai RP Soeroso,
mereka menemukan sembilan kerangka tulang manusia yang ukurannya seperti
bocah, tingginya hanya 1 meter lebih sedikit.
Temuan kerangka
itu digali di salah satu sudut Liang Bua. Menurut Thomas Sutikna, Liang
Bua memiliki data sejarah yang sangat lengkap mulai dari masa Holosen
hingga Plestosen. Mengingat rentang masa itu, kemungkinan masih akan ada
temuan lain selain Homo floresiensis.
Kerangka manusia kerdil
Flores itu ditemukan saat menggali kedalaman 5,9 meter pada lapisan
tanah Plestosen. Dari ukuran tengkorak, diperkirakan volume otak manusia
purba itu hanya 417 sentimeter kubik.
KontroversiTemuan
itu memunculkan kontroversi. Sebagian ilmuwan meragukan bahwa Homo
floresiensis atau manusia Flores merupakan manusia yang usianya jauh
lebih tua dari manusia modern.
Teuku Jacob, peneliti dari
Laboratoriun Bioantropologi dan Paleoantropologi Universitas Gadjah Mada
dalam laporan yang diterbitkan National Academy of Science (2006),
menyatakan bahwa tulang tengkorak dan kerangka tubuh hobbit mengalami
kelainan pertumbuhan dan perkembangan.
Teuku Jacob menulis
laporan tersebut bersama peneliti lain, yakni RP Soejono dari Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional, Kenneth Hsu dari National Institute of
Earth Science Beijing, DW Frayer dari Departemen Antropologi Universitas
Kansas, dan lain-lain.
Seperti dikutip situs
Proceeding National Academy of Science, dari 140 kerangka yang diteliti ditemukan bahwa mereka yang terkubur itu mirip dengan populasi Austromelanesia.
Itu berarti
Homo floresiensis merupakan nenek moyang manusia modern (
Homo sapiens). Rahang bawah dan gigi manusia hobbit menunjukkan kesamaan dengan suku pigmi Rampasasa yang tinggal di sekitar Liang Bua.
Sebagian
individu menunjukkan kondisi mikrosefalia atau bertengkorak dan berotak
kecil, sebagian lain meski bertubuh kecil tidak mengalami mikrosefalia.
Credit
KOMPAS.com