Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) menciptakan cikal bakal giroskop atau alat pengendali pada roket militer.(dok.ITB.ac.id)
BANDUNG, CB - Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) menciptakan giroskop atau alat pengendali pada roket militer.
Dilansir dari laman resmi ITB, Selasa (1/8/2017), Ardinda
Kartikaningtyas, mahasiswa Teknik Fisika ITB angkatan 2013, bersama
timnya menciptakan G-FORTAR atau Gyroscope for Military, sebuah giroskop
serat optik yang diharapkan mampu menjadi giroskop militer pertama
buatan putra-putri Indonesia.
Salah satu anggota tim G-FORTAR
Megan Graciela Nauli menuturkan, mereka tergerak untuk menciptakan
perangkat militer sendiri berangkat dari semangat Presiden RI Joko
Widodo untuk menghadirkan negara yang melindungi segenap bangsa dan
memberi rasa aman kepada seluruh warga negara.
"Indonesia kan lagi
gencar-gencarnya buat mewujudkan Nawacita yang dicanangkan Pak Jokowi.
Jadi pengen bisa mandiri dalam alat-alat sistem senjata," ujar Megan.
Dia
mengatakan, giroskop adalah merupakan sebuah sistem navigasi inersial
yang di dalamnya terdapat suatu sensor kecepatan sudut. Benda ini
merupakan salah satu komponen utama alat utama sistem persenjataan
(alutsista).
Sensor
yang disebut giroskop ini, lanjut Megan, memegang peranan penting dalam
mengukur dan mempertahankan orientasi perangkat berdasarkan
prinsip-prinsip momentum sudut.
Dalam dunia militer, giroskop yang
banyak dipakai adalah giroskop berjenis serat optik. Giroskop jenis ini
banyak dipilih karena terbilang praktis dalam penggunaan serta mampu
memberikan hasil yang lebih presisi.
Namun, sampai hari ini, 100
persen giroskop yang dimiliki oleh Indonesia masih produk impor. Menurut
Megan dan tim, hal ini disebabkan belum menjamurnya pabrik serat optik
di Indonesia.
"Padahal komponen ini merupakan komponen utama pada
giroskop jenis serat optik yang banyak digunakan dalam dunia militer,"
tambahnya.
Penelitian tentang giroskop serat optik awalnya pernah
dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), namun
belum rampung.
"BPPT pernah juga mau meneliti tentang ini, tapi enggak kesampaian," tutur Megan.
Meskipun
demikian, Megan juga menyatakan bahwa BPPT sepenuhnya mendukung
penelitian ini. G-FORTAR merupakan sebuah giroskop berjenis serat optik
berdiameter 15 cm yang memanfaatkan efek Sagnac dan interferensi
gelombang cahaya untuk mendeteksi kecepatan sudut perangkat alutsista.
Masalah utama yang dihadapi oleh tim yang beranggotakan Ardinda dan
Megan beserta Nahdia Nurul Hikmah (Teknik Fisika 2013), Khodijah Kholish
Rumayshah (Aeronotika dan Astronotika 2014), dan Cristian Angga Jumawan
(Teknik Mesin 2014) adalah komponen-komponennya yang belum dapat
diproduksi oleh Indonesia secara independen.
"Kendala pada barang-barangnya, sebagian besar masih impor. Karena di sini susah dan kalau impor lama," ungkap Megan.
Dia
juga menuturkan bahwa kurangnya pengalaman dalam menangani serat optik
juga sempat menjadi penghambat. Harga alat-alat yang berhubungan dengan
optik masih mahal pula.
Namun, lanjut Megan, timnya menerima
bantuan dari berbagai pihak, seperti PT Telkom, sehingga giroskop
akhirnya bisa dilombakan dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa
(PKM).
Menurut Megan, ukuran giroskop ini sebenarnya masih bisa
diperkecil lagi. Dengan diameter 15 cm, G-FORTAR masih tergolong cukup
besar dibandingkan giroskop serat optik komersial di luar negeri. Ukuran
giroskop yang lebih kecil akan lebih mudah disematkan dalam berbagai
perangkat.
Credit
kompas.com