LONDON
- Militer London mengerahkan pesawat-pesawat jet tempur Typhoon untuk
mengintersepsi atau mencegat pesawat-pesawat pembom Rusia yang menuju
wilayah udara Inggris. Menteri Pertahanan Gavin Williamson meminta
pasukan Inggris selalu waspada terhadap aktivitas militer Moskow.
Sepasang
jet tempur meraung dari markas mereka di Lossiemouth, Skotlandia,
setelah peringatan reaksi cepat dibunyikan. Kejadian ini berlangsung
hari Jumat (29/3/2019).
Jet-jet tempur itu bergemuruh menuju
pesawat jarak jauh Blackjack yang dikirim Kremlin."Yang mendekati
wilayah udara Inggris," kata Kementerian Pertahanan Inggris.
"RAF
(Angkatan Udara Kerajaan) bekerja erat dengan mitra NATO untuk memantau
pesawat Rusia saat mereka melewati berbagai wilayah udara internasional
sebelum mereka dicegat di Laut Utara," lanjut kementerian itu, dikutip Daily Mirror.
"Jet-jet
tempur kami mengawal mereka dari wilayah kepentingan Inggris dan
memastikan bahwa mereka tidak memasuki wilayah udara kedaulatan
Inggris," imbuh kementerian itu.
Menteri Pertahanan Gavin
Williamson memuji para pilot tempur Inggris. "Pilot-pilot RAF kami yang
berani telah menunjukkan lagi bahwa kami siap untuk menanggapi segala
ancaman terhadap Inggris," ujarnya.
"Bersama sekutu-sekutu NATO kami, kami harus tetap waspada dan sadar akan aktivitas militer Rusia," ujarnya.
Pengerahan
jet-jet tempur hari Jumat itu adalah yang kedua kalinya sepanjang pekan
ini dalam upaya untuk menyelidiki aktivitas Rusia. Pengerahan
sebelumnya terjadi pada Rabu malam.
Militer Rusia belum berkomentar terkait aktivitas pesawat-pesawat pembomnya di dekat wilayah udara Inggris.
Dubes Indonesia untuk Inggris, Rizal Sukma. (Antara)
London (CB) - Dubes Indonesia untuk Inggris, Irlandia dan IMO,
Dr Rizal Sukma mengatakan Inggris memerlukan ASEAN untuk merealisasikan
visi “Global Britain” dan ASEAN siap untuk menjadi mitra strategis
Inggris.
Hal itu disampaikan Dubes Rizal Sukma dalam pidato pada acara penutupan
ASEAN Global Leadership Program (AGLP) yang diadakan The London School
of Economics and Political Science (LSE), London, demikian Pensosbud
KBRI London, Okky Diane Palma kepada Antara, Minggu.
Dubes Rizal Sukma mengatakan melalui Modalitas sebagai ekonomi terbesar
di ASEAN diprediksi menjadi ekonomi terbesar kelima di dunia dengan PDB
USD 5.3 trilyun pada tahun 2030, letak geografis sebagai poros dua
samudra strategis, negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan negara
muslim terbesar di dunia, Indonesia diyakini dapat menjadi mitra kunci
Inggris di kawasan, khususnya dalam memperkuat kemitraan ASEAN - Inggris
ke tataran yang lebih tinggi.
Dikatakannya sektor bisnis memiliki peran strategis dalam memperkuat
kerja sama ASEAN dengan Inggris ke depan.Seiring dengan perpindahan arah
geopolitik dan ekonomi dunia ke Asia, membuat kawasan menjadi theatre
rivalitas China dan Amerika Serikat.
Hal ini pada gilirannya menjadikan posisi negara di kawasan ASEAN terjebak dalam kompetisi dua ekonomi besar dunia tersebut.
Dubes Rizal Sukma menegaskan kondisi tersebut akan berpotensi tidak
menguntungkan bagi ASEAN, kecuali ASEAN berinovasi, mendorong integrasi
dan meningkatkan kerjasama di bidang ekonomi dengan sesama anggota ASEAN
serta secara kolektif memperluas engagement dengan kekuatan ekonomi di
luar China dan Amerika Serikat.
“Disinilah leadership sektor swasta ASEAN memiliki peran strategis untuk
membuat kawasan keluar dari lingkaran persaingan China - Amerika
Serikat dan di saat yang sama memperkuat perekonomian di kawasan,"
ujarnya.
Mengenai pentingnya ASEAN memperluas engagement dengan negara-negara
mitra, Dubes menggarisbawahi Inggris sebagai mitra potensial bagi ASEAN
yang ke depan. Hal ini mengingat, posisi strategis ASEAN saat ini
sebagai bagian dari empat pilar kebijakan luar negeri Inggris pasca
Brexit, diluar China, India dan Jepang. Inggris juga akan menempatkan
Duta Besar untuk ASEAN di Jakarta.
Dalam hal ini, sektor swasta dapat memainkan peran penting, seperti
idiom where politics often push people apart, business brings them
together " demikian Dubes Rizal Sukma.
ASEAN Global Leadership Program merupakan program pionir kepemimpinan di
ASEAN yang dijalankan selama 10 tahun oleh perusahaan manajemen
SRW&Co bekerja sama dengan berbagai universitas ternama di Inggris,
berfokus pada empat tema globalisasi, kewirausahaan, inovasi dan
kepemimpinan.
Perdana Menteri Inggris, Theresa May. (REUTERS/Hannah McKay)
Jakarta, CB -- Perdana Menteri Inggris, Theresa May, masih belum menyerah untuk mengajukan skema kesepakatan untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit). Meski sudah tiga kali ditolak oleh parlemen, dia berencana mengajukan proposal keempat.
Seperti dilansir CNN,
Minggu (31/3), Ketua Partai Konservatif Inggris, Brandon Lewis, tidak
memberikan rincian apakah draf proposal May masih sama seperti yang
lalu. Namun, dia menyatakan akan mempertimbangkan semua pilihan karena
tenggat Brexit yang sudah diundur semakin dekat.
"Parlemen akan melanjutkan proses ini pada Senin mendatang," kata Lewis.
Pada
Jumat (29/3) lalu, May kalah lagi dalam pemungutan suara di parlemen
saat mengajukan proposal Brexit. Dia bahkan terlihat nyaris putus asa
dan khawatir Inggris akan keluar dari keanggotaan Uni Eropa tanpa
kesepakatan (no deal).
"Saya takut kita sudah mencapai batas dalam proses di Majelis ini," kata May.
May
kini berharap kabinet dan parlemen bisa menjalankan prosedur pemungutan
suara lain di luar kendali kementerian pada pekan depan.
Alasan
May kembali mempertaruhkan usulannya soal Brexit, meski tidak yakin akan
diloloskan. Dia beralasan hanya ingin menjaga supaya ekonomi dan nilai
tukar mata uang Poundsterling tidak jatuh, jika mereka benar-benar
meninggalkan Uni Eropa.
"Saya mendorong semua anggota parlemen
mendukungnya dan memastikan kita meninggalkan Uni Eropa, serta
memberikan kepastian kepada masyarakat dan dunia usaha," kata perwakilan
pemerintah Andrea Leadsom, saat membacakan usulan May di hadapan
parlemen.
Jika proposal yang diajukan May disepakati parlemen Inggris, maka Brexit
akan berlangsung 22 Mei, tapi jika tidak, maka May akan menghadap Uni
Eropa sebelum 12 April untuk menjelaskan langkah-langkah Inggris
selanjutnya.
Salah satu keputusan penting yang harus diambil adalah mengenai hubungan antara Inggris dan Uni Eropa di masa depan.
Sebelumnya, May terus menekankan kepentingan Inggris untuk tetap menjalin hubungan ekonomi sedekat mungkin dengan Uni Eropa.
Namun,
sejumlah pihak ingin Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa tanpa
kesepakatan apa pun, satu langkah yang memicu kekhawatiran para
pebisnis. Uni Eropa kini mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi
Brexit tanpa kesepakatan (no deal) pada 12 April mendatang.
Presiden
Majelis Eropa, Donald Tusk, sudah menetapkan waktu untuk mengundang
para anggota berunding mengenai situasi terakhir Brexit.
"Setelah
Kesepakatan Pengunduran ditolak Majelis Rendah, saya memutuskan untuk
menggelar rapat Majelis Eropa pada 10 April mendatang," kata Tusk.
Ditanggapi dengan Demo
Atas
kegagalan pemerintah dan parlemen Inggris mencapai kesepakatan,
pendukung Brexit menggelar unjuk rasa hingga larut malam di sekitar
Gedung Parlemen. Mereka mengecam sikap pemerintah padahal seharusnya
sudah bisa hengkang dari Uni Eropa akhir Maret ini.
Upaya May
untuk mengajukan proposal Brexit keempat adalah upaya pertaruhannya yang
kesekian kali untuk mencari dukungan dari anggota Parlemen. Jika masih
juga buntu, maka pilihan lain May untuk mengamankan posisi politiknya
adalah menggelar pemilu sela.
Akan tetapi, hal itu juga berisiko karena kemungkinan besar May bakal kalah telak.
Perdana Menteri Inggris Theresa May. (REUTERS/Henry Nicholls)
Jakarta, CB -- Perdana Menteri InggrisTheresa Mayakan membuat tawaran baru dalam perundingan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit)
setelah proposal perceraian yang disampaikannya ditolak dua kali oleh
parlemen. Tawaran baru akan diberikan dalam pemungutan suara parlemen
ketiga yang akan digelar Jumat (30/3).
Tawaran baru diberikan
sebagai dalam upaya baru untuk menghindari perpecahan dalam perpisahan
Inggris dengan dari Uni Eropa. Tawaran dibuat sehari setelah ia membuat
janji akan mengundurkan diri jika proposal Brexit diterima.
Janji
perdana menteri tersebut sebenarnya bertentangan dengan tekadnya untuk
mencoba menjaga ekonomi Inggris dan kejatuhan pound pasca-Brexit
memisahkan Inggris dari Uni Eropa.
"Saya mendorong semua
anggota parlemen untuk mendukungnya dan memastikan bahwa kami
meninggalkan Uni Eropa, memberi orang dan bisnis kepastian yang mereka
butuhkan," katanya kepada anggota parlemen seperti dikutip dari AFP,
Jumat (29/3).
Tapi ia tak menyampaikan tawaran baru tersebut.
Musyawarah parlemen Inggris yang mengambil alih pembahasan persyaratan
untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit) buntu. Proses pemungutan suara
tidak berhasil meraih mayoritas setelah parlemen menolak seluruh opsi
yang dibahas.
Pasalnya, delapan persyaratan Brexit yang dibahas di parlemen sama
sekali tidak ada yang disetujui. Yang nyaris disepakati hanya soal upaya
negosiasi secara permanen dan menyeluruh antara bea cukai Inggris dan
Uni Eropa.
Selain soal bea cukai, usulan persyaratan Brexit yang
juga nyaris disetujui adalah soal perlunya diadakan referendum untuk
mengkonfirmasi untuk setiap kesepakatan Brexit. Usulan ini didukung 268
anggota parlemen, dan ditolak 295 anggota lainnya.
Usul soal
Brexit yakni mempertahankan Inggris sebagai anggota Asosiasi Perdagangan
Bebas Eropa (Efta) Kawasan Ekonomi Eropa (EEA) juga hanya didukung 188
anggota parlemen, dan 283 menolak.
Untuk mengatasi masalah itu,
May mengeluarkan janji; akan mengundurkan diri bila proposal Brexit
diterima. "Saya tahu ada keinginan untuk pendekatan baru - dan
kepemimpinan baru - dalam fase kedua negosiasi Brexit dan saya tidak
akan menghalangi hal itu," kata May.
Upaya May tersebut mendapatkan dukungan dari mantan Menteri Luar
Negeri Boris Johnson. Ia mengatakan sekarang akan mendukung perdana
menteri. "Atas nama 17,4 juta orang yang memilih Brexit dalam referendum
2016 yang sangat memecah belah," katanya.
Tetapi oleh oposisi
Partai Buruh janji May tersebut hanya menciptakan lebih banyak
ketidakpastian dan pertanyaan tentang siapa yang akan memimpin
pembicaraan perdagangan yang akan menentukan hubungan UE-Inggris untuk
beberapa dekade mendatang.
"Ini bahkan lebih dari penutup mata
Brexit," kata juru bicara Buruh Brexit Keir Starmer. "Kami sekarang tahu
bahwa hasil hubungan kita di masa depan dengan UE tidak akan ditentukan
olehnya," katanya.
JAKARTA
- Indonesia dan Inggris akan menandatangi Forest Law Enforcement,
Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA)
mengenai ekspor kayu Indonesia ke negara Eropa tersebut.
Direktur
Eropa I Kementerian Luar Negeri Indonesia, Dino R. Kusnadi, mengatakan
penadatanganan FLEGT-VPA akan dilakukan pada Jumat (29/3/2019) besok
oleh Menteri Lingkungan Hidup yang mewakili Indonesia. Sedangkan dari
Inggris diwakili oleh Duta Besar-nya di Jakarta.
"Format ini
adalah perjanjian serupa dengan perjanjian sebelumnya dengan Uni Eropa
(UE). Langkah antisipasi jika inggris keluar UE, agar tidak ada hambatan
penyaluran kayu ke Inggris," kata Dino.
"Perjanjian ini akan menjadi landasan hukum, sehingga kontinuitas akan selalu terjaga," ujarnya dalam briefing mingguan Kementeriann Luar Negeri Indonesia, Kamis (28/3/2019).
Penandatangan
FLEGT-VPA itu menunjukan komitmen Indonesia dalam pelestarian
lingkungan hidup, dengan menyediakan kayu legal. Hal itu, lanjut Dino,
juga menguatakan mekanisme FLEGT dan mengharapan negara lain mengakui
mekanisme tersebut.
Menurut Dino, ekspor kayu Indonesia ke Inggris adalah seperempat dari total ekspor ke UE, dengan nilai USD250 juta.
Perdana Menteri Inggris Theresa May berjanji untuk mundur demi mewujudkan Brexit. (REUTERS/Jack Taylor/Pool)
Jakarta, CB -- Perdana Menteri Inggris Theresa May pada Rabu menawarkan pengunduran diri agar parlemen Inggris menyepakati poin-poin perjanjian yang ditawarkan dalam negosiasi Brexit.
Dalam
beberapa pekan terakhir, pemerintah Inggris dan parlemen tak bisa
mencapai kesepakatan sehingga Inggris kini dalam kondisi krisis.
Dengan
opsi yang semakin minim dan Inggris berisiko kehilangan kendali atas
proses meninggalkan Uni Eropa, May secara dramatis berjanji akan mundur
dari jabatannya jika para anggota parlemen bersedia mendukung
kesepakatan-kesepakatan yang telah ia ajukan.
Usul
pengunduran diri itu muncul hanya beberapa jam sebelum dewan perwakilan
rakyat melaksanakan pemungutan suara untuk mencari alternatif -- tapi
berakhir dengan perpecahan suara di antara anggota parlemen.
Dari
delapan rencana alternatif yang diajukan, tidak ada satu pun
mendapatkan suara mayoritas. Menteri urusan Brexit menyatakan hasil itu
justru menguatkan pandangan pemerintah bahwa opsi yang mereka ajukan
adalah yang terbaik.
Anggota-anggota parlemen sudah dua kali menolak poin-poin
kesepakatan Brexit yang diajukan May, dengan dua kali penolakan itu
lewat suara mayoritas. May terus berusaha meyakinkan parlemen Inggris
dan usul pengunduran diri diyakini adalah upaya terakhirnya.
"Saya
tahu muncul keinginan untuk pendekatan baru dan juga kepemimpinan baru
pada fase kedua negosiasi Brexit, dan saya tidak akan menghalangi," kata
May di depan pertemuan dengan anggota parlemen dari Partai Konservatif.
"Tapi kami perlu mewujudkan kesepakatan dan membuat Brexit ini
terjadi. Saya siap untuk meninggalkan jabatan ini lebih awal untuk
melaksanakan yang benar bagi negara dan partai kami."
Pada pekan lalu, May menyepakati perjanjian dengan UE untuk menunda
pelaksanaan Brexit untuk menghindari potensi Inggris keluar dari UE
"tanpa kesepakatan apapun".
Jika proposal yang diajukan May
disepakati parlemen Inggris, maka Brexit akan berlangsung 22 Mei, tapi
jika tidak, maka May akan menghadap Uni Eropa sebelum 12 April untuk
menjelaskan langkah-langkah Inggris selanjutnya.
Salah satu keputusan penting yang harus diambil adalah mengenai hubungan antara Inggris dan Uni Eropa di masa depan.
Sebelumnya, May terus menekankan kepentingan Inggris untuk tetap menjalin hubungan ekonomi sedekat mungkin dengan Uni Eropa.
Namun,
sejumlah pihak ingin Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa tanpa
kesepakatan apa pun, satu langkah yang memicu kekhawatiran para
pebisnis.
PM Inggris, Theresa May, mengisyaratkan
dirinya akan mempertimbangkan mengundurkan diri jika anggota parlemen
mau mendukung proposal Brexit usulannya. (Reuters/Clodagh Kilcoyne)
Jakarta, CB -- Perdana Menteri Inggris, Theresa May, mengisyaratkan dirinya akan mempertimbangkan mengundurkan diri jika anggota parlemen mau mendukung proposal Brexit usulannya.
Indikasi ini terungkap dalam laporan surat kabar The Sun yang dikutip Reuters
pada Selasa (26/3). Menurut The Sun, May menyampaikan isyarat itu dalam
percakapan pribadi dengan Tory Eurosceptics dalam perkumpulan Chequers
pada Minggu (24/3) malam.
"May juga menegaskan dia pertama-tama
perlu tahu apakah jumlah dukungan (dalam parlemen) cukup banyak untuk
diganti dengan perjanjian pengunduran diri sebelum ia setuju untuk
menindaklanjutinya," tulis surat kabar itu
Wacana
pengunduran diri May muncul ketika pemerintah dan parlemen Inggris tak
kunjung menyepakati negosiasi Brexit. Berdasarkan undang-undang, Uni
Eropa memberikan tenggat waktu hingga akhir Maret ini.
Isu pengunduran May juga muncul tak lama setelah parlemen mengambil alih
proses Brexit untuk satu hari dan akan menentukan sejumlah pilihan
terkait Brexit melalui serangkaian pemungutan suara pada Rabu (27/3).
Salah satu keputusan penting yang harus diambil adalah mengenai hubungan antara Inggris dan Uni Eropa di masa depan.
Sebelumnya, May terus menekankan kepentingan Inggris untuk tetap menjalin hubungan ekonomi sedekat mungkin dengan Uni Eropa.
Namun, sejumlah pihak ingin Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa
tanpa kesepakatan apa pun, satu langkah yang memicu kekhawatiran para
pebisnis.
Akibat kisruh negosiasi antara pemerintah dan parlemen, pekan lalu May meminta Uni Eropa menunda proses Brexit.
Meski
Uni Eropa menyetujui permintaan May, blok tersebut sudah menyiapkan
sejumlah langkah jika Inggris memutuskan untuk keluar tanpa kesepakatan.
Komisi
Eropa setidaknya mempersiapkan langkah dalam 13 sektor utama, mencakup
aturan penerbangan, transportasi darat, pengaturan perjalanan,
perbankan, hingga hak penangkapan ikan.
Jika Inggris benar-benar
keluar tanpa kesepakatan, Uni Eropa akan segera menerapkan aturan
tersebut sesegera mungkin, termasuk soal perbatasan seperti pemeriksaan
bea cukai, inspeksi keamanan pangan, dan verifikasi standar Uni Eropa.
LONDON
- Tell Mama, sebuah LSM yang mendokumentasikan insiden Islamofobia di
Inggris mengatakan, kejahatan berbasis kebencian terhadap Muslim telah
melonjak di seluruh Inggris, setelah serangan teror Selandia Baru.
Dalam
sebuah laporan yang dirilis pekan lalu, Tell Mama mengatakan bahwa
kejahatan kebencian anti-Muslim meningkat 593 persen di Inggris dalam
pekan pertama, setelah penembakan di Christchurch di mana 50 jemaah
Muslim tewas oleh seorang teroris sayap kanan.
"Ini menunjukkan
bahwa beberapa orang melihat Muslim sebagai permainan adil untuk
kebencian dan sekarang jelas bahwa kita memiliki ideologi kebencian yang
berkelanjutan dan terus-menerus yang berfokus pada Muslim," kata Iman
Atta, direktur Tell Mama.
“Muslim
di Selandia Baru terbunuh dan Muslim Inggris merasakan kemarahan
orang-orang fanatik. Itu jahat," sambungnya, seperti dilansir Anadolu
Agency pada Selasa (26/3).
Menurut kelompok pemantau itu, 95
insiden dilaporkan antara 15 Maret, hari serangan Selandia Baru, dan 21
Maret. Sekitar 85 insiden, 89 persen dari total, secara langsung merujuk
pada serangan Selandia Baru dan menampilkan gerakan yang menirukan
senjata api ditembakan kepada Muslim.
Muslim
di London utara, Southampton dan Oxford telah melaporkan pelecehan
verbal yang diarahkan kepada mereka, termasuk gerakan intimidasi yang
meliputi gerakan senjata dan suara-suara peluru. Dalam insiden pelecehan
verbal lainnya, umat Islam diberi tahu bahwa "Anda harus ditembak" dan
bahwa "Muslim harus mati".
Mayoritas serangan dilakukan secara
langsung daripada online dan menurut Tell Mama, pelaku yang melakukan
serangan ini percaya bahwa mereka tidak akan ditangkap dan karena
keberanian serangan tersebut, mereka tidak khawatir tentang konsekuensi
dari apa yang telah mereka lakukan.
Jakarta, CB -- Tiga menteri mengundurkan diri setelah parlemen mengambil alih proses Inggris keluar dari Uni Eropa alias Brexit pada Senin (25/3).
Sejumlah sumber pemerintahan mengatakan kepada AFP bahwa Menteri Luar Negeri, Alistair Burt, dan Menteri Kesehatan, Steve Brine, mengundurkan diri.
Sementara itu, Menteri Bisnis Inggris, Richard Harrington juga mengumumkan pengunduran dirinya melalui Twitter.
Ketiga
menteri itu merupakan bagian dari 30 anggota partai tempat Perdana
Menteri Theresa May bernaung, Partai Konservatif, yang membelot dalam
pemungutan suara parlemen.
Melalui pemungutan suara itu, parlemen berhasil mengambil alih kendali proses Brexit dari pemerintah Inggris.
Dengan
keputusan ini, parlemen Inggris mengambil alih proses Brexit untuk satu
hari dan akan menentukan sejumlah pilihan terkait Brexit melalui
serangkaian pemungutan suara pada Rabu (27/3).
Salah satu keputusan penting yang harus diambil adalah mengenai hubungan antara Inggris dan Uni Eropa di masa depan.
Sebelumnya, May terus menekankan kepentingan Inggris untuk tetap menjalin hubungan ekonomi sedekat mungkin dengan Uni Eropa.
Namun,
sejumlah pihak ingin Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa tanpa
kesepakatan apa pun, satu langkah yang memicu kekhawatiran para
pebisnis.
Pengambilalihan ini terjadi karena Inggris tak kunjung
menyepakati proses negosiasi Brexit, padahal awalnya Uni Eropa
memberikan tenggat waktu hingga akhir Maret.
Jakarta, CB -- Parlemen mengambil alih kendali atas proses Inggris keluar dari Uni Eropa alias Brexit dari tangan pemerintahan Perdana Menteri Theresa May.
Alih kendali ini ditetapkan melalui proses pemungutan suara di parlemen pada Senin (25/3) dengan hasil akhir 329-302.
Dengan
keputusan ini, parlemen Inggris mengambil alih proses Brexit untuk satu
hari dan akan menentukan sejumlah pilihan terkait Brexit melalui
serangkaian pemungutan suara pada Rabu (27/3).
Salah satu keputusan penting yang harus diambil adalah mengenai hubungan antara Inggris dan Uni Eropa di masa depan.
Sebelumnya, May terus menekankan kepentingan Inggris untuk tetap menjalin hubungan ekonomi sedekat mungkin dengan Uni Eropa.
Namun,
sejumlah pihak ingin Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa tanpa
kesepakatan apa pun, satu langkah yang memicu kekhawatiran para
pebisnis.
Pengambilalihan ini terjadi karena Inggris tak kunjung
menyepakati proses negosiasi Brexit, padahal awalnya Uni Eropa
memberikan tenggat waktu hingga akhir Maret.
Uni Eropa sendiri sudah menyiapkan sejumlah langkah jika Inggris memutuskan untuk keluar tanpa kesepakatan.
Komisi
Eropa setidaknya mempersiapkan langkah dalam 13 sektor utama, mencakup
aturan penerbangan, transportasi darat, pengaturan perjalanan,
perbankan, hingga hak penangkapan ikan.
Jika Inggris benar-benar
keluar tanpa kesepakatan, Uni Eropa akan segera menerapkan aturan
tersebut sesegera mungkin, termasuk soal perbatasan seperti pemeriksaan
bea cukai, inspeksi keamanan pangan, dan verifikasi standar Uni Eropa.
Hal
tersebut dinilai akan menyebabkan penundaan mobilisasi barang terutama
di sejumlah titik persimpangan seperti pelabuhan dan terowongan.
Sementara
itu, warga Inggris yang bepergian ke negara Uni Eropa akan dibatasi
untuk tinggal selama 90 hari dan bakal dikenakan pemeriksaan paspor yang
lebih ketat, termasuk kemungkinan dimintai membuktikan dokumen
perjalanan lain.
Ilustrasi bendera Uni Eropa. (REUTERS/Francois Lenoir)
Jakarta, CB -- Uni Eropa menyatakan telah bersiap menghadapi seluruh konsekuensi jika Inggris keluar dari keanggotaan lembaga itu tanpa kesepakatan (no deal Brexit).
"Karena
semakin besar kemungkinan Inggris akan meninggalkan Uni Eropa tanpa
kesepakatan pada 12 April, Komisi Eropa hari ini telah menyelesaikan
persiapan (jika Inggris keluar) 'tanpa kesepakatan'," bunyi pernyataan
Komisi Eropa pada Senin (25/3).
Pernyataan itu disampaikan beberapa hari setelah Uni Eropa menyetujui
permintaan Inggris untuk menunda proses Brexit yang seharusnya rampung
pada 29 Maret mendatang.
Komisi Eropa setidaknya mempersiapkan
langkah-langkah dalam 13 sektor utama untuk mengantisipasi Brexit tanpa
kesepakatan. Beberapa bidang itu mencakup aturan penerbangan,
transportasi darat, pengaturan perjalanan, perbankan, hingga hak
penangkapan ikan.
"Langkah-langkah darurat Uni Eropa tidak
akan-dan tidak bisa-mengurangi dampak keseluruhan dari skenario Brexit
tanpa kesepakatan, tidak juga dengan cara apa pun yang dilakukan untuk
mengganti/mengimbangi minimnya kesiapan atau mereplikasi manfaat penuh
dari keanggotaan Uni Eropa," bunyi pernyataan itu.
"Proposal ini bersifat sementara, terbatas dalam ruang lingkup dan akan
diadopsi secara sepihak oleh Uni Eropa. Ini bukan 'perjanjian kecil' dan
ini belum dinegosiasikan dengan Inggris."
Dikutip AFP,
pernyataan itu ditujukan pada anggota parlemen Inggris pro-Brexit yang
menganggap bahwa keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan tidak akan
seburuk yang dipikirkan kaum anti-Brexit.
Jika Inggris
benar-benar keluar tanpa kesepakatan, Uni Eropa akan segera menerapkan
aturan tersebut sesegera mungkin, termasuk soal perbatasan seperti
pemeriksaan bea cukai, inspeksi keamanan pangan, dan verifikasi standar
Uni Eropa.
Hal tersebut dinilai akan menyebabkan penundaan
mobilisasi barang terutama di sejumlah titik persimpangan seperti
pelabuhan dan terowongan. Belum lagi soal perbatasan dan cukai mereka
dengan Irlandia.
Sementara itu, warga Inggris yang berpergian ke negara Uni Eropa akan
dibatasi untuk tinggal selama 90 hari dan akan segera dikenakan
pemeriksaan paspor yang lebih ketat, termasuk kemungkinan dimintai
membuktikan dokumen perjalanan lain.
CB, Jakarta - Ratusan ribu masyarakat Inggris turun
ke jalan menuntut dilakukannya referendum ulang. Mereka yang melakukan
aksi itu, ingin Inggris tak jadi keluar dari Uni Eropa atau Brexit.
Aksi
jalan dilakukan di wilayah tengah London pada Sabtu, 23 Maret 2019.
Unjuk rasa dilakukan menyusul semakin memburuknya krisis Brexit yang
juga 'menenggelamkan' kepemimpinan Perdana Menteri Inggris, Theresa May.
Referendum
Brexit dilakukan tiga tahun lalu dan sampai sekarang masih belum
mencapai kata sepakat tentang bagaimana hubungan Inggris dan Uni Eropa,
khususnya hubungan ekonomi dan perdagangan, setelah kedua belah pihak
resmi bercerai.
Sekitar 200 gerbong kereta dipesan untuk mengakomodasi para
demonstran ke ibu kota London. Petisi agar Inggris membatalkan rencana
keluar dari Uni Eropa telah ditanda-tangani 4,39 juta orang dalam tempo
tiga hari.
Perdana
Menteri May yang saat referendum memilih Inggris tak keluar dari Uni
Eropa, sebelumnya mengatakan 'saya berada disamping Anda' terkait Brexit
dan mendesak anggota parlemen Inggris agar mendukung kesepakatan Brexit
yang sudah disusunnya.
Dikutip dari reuters.com, Minggu, 24 Maret
2019, mereka yang melakukan aksi turun ke jalan membawa spanduk-spanduk
bertuliskan agar Inggris sebaiknya tidak keluar dari Brexit.
Koordinator aksi ini menyebut sekitar satu juta orang melakukan aksi ini
dan telah menjadi unjuk rasa anti-Brexit terbesar.
"Saya tidak
akan bersikap seperti ini jika proses Brexit dilakukan dengan
pengelolaan yang baik dan pemerintah Inggris mengambil
keputusan-keputusan yang bijaksana. Namun yang terjadi, ini benar-benar
kacau balau," kata Gareth Rae, 59 tahun, salah satu pengunjuk rasa asal
Bristol yang datang ke ibu kota London untuk melakukan aksi ini.
Masyarakat
dan politikus Inggris saat ini terbelah terkait Brexit. Mereka yang
setuju dengan Brexit, berpandangan Brexit adalah strategi penting yang
dihadapi Inggris sejak Perang Dunia II.
Selain unjuk rasa Brexit,
ada ribuan orang pendukung Brexit berkumpul di Marble Arch, Hyde Park,
London pada Sabtu siang, 23 Maret 2019 waktu setempat. Mereka berjalan
melewati alun-alun Picadilly Circus dan Trafalgar serta kantor Perdana
Menteri di Downing Street dan berakhir di gedung parlemen Inggris.
Pangeran Charles dan istrinya, Camila,
mengukir sejarah dengan menjadi anggota kerajaan Inggris pertama yang
melawat Kuba. (Reuters/Alexandre Meneghini)
Jakarta, CB -- Pangeran Charles dan istrinya, Camila, mengukir sejarah dengan menjadi anggota kerajaan Inggris pertama yang melawat Kuba.
Charles
dan Camila tiba di bandara internasional Havana pada Minggu (24/3).
Mereka langsung menuju makam pahlawan Jose Marti di Revolution Square
untuk melakukan prosesi tabur bunga.
Reuters melaporkan bahwa dalam lawatan selama tiga hari ini,
pangeran berusia 70 tahun itu dijadwalkan akan makan malam bersama
Presiden Kuba, Migeul Diaz-Canel.
Pangeran Wales itu juga akan
mengunjungi distrik kolonial di Havana, proyek energi hijau, juga
menyaksikan parade mobil antik Inggris.
Kunjungan kerajaan
ini sejalan dengan upaya normalisasi hubungan Barat dan Kuba yang sudah
dimulai sejak tiga tahun lalu melalui inisiatif gagasan mantan Presiden
Amerika Serikat, Barack Obama.
Namun sejak Presiden Donald Trump mengambil alih kepemimpinan AS, hubungan Washingon dan Havana merenggang.
Trump memperkuat embargo atas Kuba sebagai bentuk tekanan karena Havana merupakan sekutu kuat Venezuela.
Seorang
profesor ilmu pemerintahan dari American University, William LeoGrande,
menganggap lawatan Pangeran Charles ini "memperkuat legitimasi atas
pemerintahan Kuba."
"Kunjungan
ini juga menunjukkan peringatan implisit kepada Amerika Serikat bahwa
tindakan bermusuhan dengan Kuba dapat mendatangkan risiko diplomatik
dengan sekutu penting mereka," ucap LeoGrande.
Pemerintah Inggris
sendiri meminta keluarga kerajaan itu untuk menyelipkan agenda ke Kuba
agar dapat memperkuat hubungan dagang dengan negara tersebut.
Perdagangan
Inggris dengan Kuba masih dianggap kecil, dengan nilai US$200 juta
tahun lalu. Menurut sejumlah pengamat, kesempatan bisnis Inggris dengan
Kuba masih besar, terutama di sektor pariwisata.
LONDON
- Seorang perempuan yang menjadi penggagas petisi anti Brexit mengaku
mendapatkan ancaman pembunuhan. Tidak hanya sekali, tetapi tiga kali
menerima ancaman itu melalui telepon yang membuatnya "gemetar seperti
daun."
Margaret Georgiadou (77) memulai petisi Cabut Pasal 50,
yang telah melampaui empat juta tanda tangan pada Sabtu pagi. Dia
mengatakan dia "benar-benar kagum" itu telah menjadi petisi paling
populer yang diajukan ke situs web Parlemen.
Tetapi Georgiadou
mengatakan bahwa panggilan telepon "mengerikan" membuatnya takut dan
marah. Pensiunan dosen itu mengatakan dia juga telah menerima pelecehan
melalui akun Facebook-nya.
"Saya
merasa tidak enak, saya merasa marah pada diri saya sendiri karena saya
pikir saya lebih tangguh dari itu. Tetapi saya takut," ujarnya seperti
dikutip dari BBC, Minggu (24/3/2019).
"Aku bahkan belum memberi tahu suamiku karena dia sudah sangat tua dan dia akan menjadi histeris," imbuhnya.
Georgiadou
mengatakan ia membuat petisi itu untuk menghentikan orang-orang
"mengeluh" tentang betapa buruknya jika Brexit benar-benar terjadi.
Petisi
ini telah memecahkan rekor petisi terbesar di situs web Parlemen, yang
sebelumnya dipegang oleh petisi terkait Brexit lainnya pada tahun 2016.
Georgiadou
mengatakan bahwa dia ingin membuat sebanyak mungkin orang untuk
menandatanganinya, tetapi dia tidak mengharapkan tanggapan pemerintah.
"Demokrasi diperintah oleh masyarakat untuk masyarakat, bukan mayoritas untuk mayoritas," tegasnya.
"Saya ingin membuktikan itu bukan lagi kehendak rakyat. Sudah tiga tahun
yang lalu tetapi pemerintah menjadi terkenal karena mengubah pikiran
mereka - jadi mengapa masyarakat tidak bisa?" tanyanya
"Orang-orang
harus bertanya pada diri sendiri, siapakah yang menginginkan Brexit?
Itu akan membantu Putin, itu akan membantu Trump ... tetapi apakah itu
akan membantu kita? Aku meragukannya," tukasnya.
Sejak
keberhasilan permohonannya, Georgiadou telah menghadapi kritik atas
postingan yang diduga dibuatnya di media sosial, menggunakan bahasa yang
mengancam tentang perdana menteri. Ia mengaku tidak mengingat
postingannya tersebut.
"Itu pasti pekerjaan yang sangat sulit. Tanggalnya semua salah," ujarnya.
"Teman-temanku
menganggapnya lucu. Mereka membuat fotoku mencoba memegang senapan
dengan bingkai zimmer-ku. Aku tidak memiliki bingkai zimmer atau
senapan," ungkapnya.
Georgiadou mengatakan dia tidak dapat
menghadiri aksi demonstrasi untuk referendum UE kedua di London tetapi
akan menerima penghormatan dari para demonstran.
"Aku
ingin mereka menyanyikan lagu untukku, 'Berbarislah, berbarislah,
dengan harapan di hatimu dan kamu tidak akan pernah berjalan
sendirian'," pintanya.
Unjuk rasa anti-Brexit, beberapa waktu lalu. (REUTERS/Henry Nicholls)
Jakarta, CB -- Jutaan orang pedemo disebut
turun ke jalanan kota London pada Sabtu (24/3) menuntut referendum
ulang soal keanggotaan Inggris di Uni Eropa setelah blok tersebut
menyetujui penundaan Brexit.
Sejumlah
penggagas demonstrasi mengklaim sedikitnya satu juta orang ikut serta
dalam protes bertajuk "Put it to the People" itu.
Sebagian besar pemrotes turun ke jalanan ibu kota dari Hyde Park hingga
depan gedung parlemen di Westminster sambil mengacungkan spanduk-spanduk
dan poster anti-Brexit. Beberapa dari mereka juga ikut mengibarkan
bendera Uni Eropa.
"Ini sangat buruk. Kita perlu membatalkan
Pasal 50 (dalam Traktat Uni Eropa yang berisikan tata cara anggota
keluar dari blok tersebut) dan jika kita tidak bisa melakukannya, itu
berarti kita butuh suara rakyat," tutur Emma Sword, salah satu pemrotes,
Minggu (24/3), kepada AFP.
Di depan gedung parlemen, sejumlah
pejabat pemerintah seperti Menteri Pertama Skotlandia, Nicola Sturgeon,
Wali Kota London Sadiq Khan, pemimpin oposisi dari Partai Buruh, Tom
Watson, hingga politikus Anna Soubry ikut serta dalam pawai tersebut.
Tuntutan massa demonstrasi pro-Brexit. (Reuters)
"Kami telah melihat bagaimana pemerintah mengabaikan peringatan kami
berkali-kali. Sudah waktunya untuk mengatakan dengan keras dan jelas,
cukup sudah," kata Khan.
Sebagian anggota parlemen menolak menggelar referendum baru dalam rapat pada awal Maret ini.
Namun,
demonstrasi besar-besaran ini dianggap mengungkap harapan mayoritas
warga Inggris yang ingin memaksakan jajak pendapat baru tetap digelar.
"Pesannya jelas, hentikan Brexit," kata pemimpin Partai Demokrat Liberal Vince Cable yang ikut berdemo.
"Kami sekarang adalah negara yang memilih untuk tetap [sebagai anggota
Uni Eropa]. Hampir 90 persen pemilih muda yang tidak diizinkan memilih
dalam referendum Brexit 2016 lalu akan memilih untuk tetap berada di Uni
Eropa," katanya menambahkan.
Sementara itu, penundaan Brexit
memberi harapan baru bagi Perdana Menteri Inggris, Theresa May, untuk
kembali mengajukan usulan soal persyaratan Brexit kepada parlemen supaya
mereka tidak hengkang dari Uni Eropa tanpa kesepakatan.
Penundaan itu disetujui petinggi Uni Eropa ketika bertemu dengan May di Brussels, Belgia, pada Kamis (21/3) kemarin.
PM Inggris Theresa May. (REUTERS/Clodagh Kilcoyne)
Perundingan kedua belah pihak dikabarkan sempat tegang karena May gagal
meyakinkan Uni Eropa bahwa Inggris bisa meloloskan usulan rancangan
undang-undang Brexit pada pekan depan guna menghindari keluar tanpa
kesepakatan pada 29 Maret.
Uni Eropa juga menolak proposal Brexit
yang diajukan May dan memilih menerapkan persyaratan yang mereka susun.
Dalam persyaratan itu, jika Dewan Rakyat Inggris meloloskan proposal
Brexit, maka negara itu akan meninggalkan Uni Eropa pada 22 Mei.
Akan
tetapi, jika May gagal lagi meloloskan proposal Brexit, maka Inggris
akan diberi penundaan Brexit tanpa syarat hingga 12 April untuk
mengajukan proposal baru.
Jika hal itu terjadi, Inggris wajib ikut serta dalam pemilihan Parlemen
Eropa pada Mei mendatang. Hal ini membuka kesempatan Brexit akan diundur
hingga beberapa bulan selanjutnya.
Sementara, May dikabarkan menggelar pembicaraan dengan rekannya dari Partai Konservatif.
"Perdana Menteri sedang berbicara dengan koleganya akhir pekan ini," kata seorang Juru Bicara Kantor PM Inggris.
Namun,
dia enggan mengonfirmasi soal kabar bahwa May akan mengadakan pertemuan
puncak dengan anggota pemimpin parlemen pro-Brexit pada sorenya.
CB, Jakarta - PM Inggris Theresa May menyalahkan parlemen Inggris di tengah upayanya memperoleh dukungan tory untuk proposal Brexit-nya yang semakin mendekati ambang batas waktu.
Pada
Rabu petang kemarin, ketika Brexit tinggal menghitung sembilan hari
lagi, May membuat pidato mengejutkan dari beranda kediamannya di Downing
Street No.10.
"Dua tahun berjalan, para anggota parlemen tidak
bisa menyepakati cara untuk pemisahan Inggris. Akibatnya, kita tidak
akan meninggalkan Uni Eropa pada 29 Maret. Penundaan ini adalah
penyesalan besar untuk saya pribadi. Kalian sebagai warga sudah merasa
cukup. Kalian ingin proses ini selesai dan berakhir. Saya setuju, saya
di pihak kalian," kata May, dikutip dari New York Times, 22 Maret 2019.
Dari amanat pidatonya, Theresa May menyalahkan parlemen atas mandeknya
realisasi Brexit.
"Apakah mereka (parlemen) ingin meninggalkan UE dengan kesepakatan?
Apakah mereka ingin meninggalkannya tanpa kesepakatan? Atau apakah
mereka tidak ingin pergi sama sekali?" tanya May.
"Sejauh ini, parlemen telah melakukan segalanya untuk menghindari pilihan," lanjut May.
Dalam
pidatonya soal Brexit, Perdana Menteri Theresa May mengecam Parlemen,
mengatakan para anggotanya mengabaikan tugas mereka.[Chris J
Ratcliffe/New York Times]
Pidato
ini berisiko bagi May. Pasalnya, May membutuhkan suara dalam voting
menentukan pekan depan untuk meloloskan proposal Brexitnya.
Tak
lama usai pidato May, anggota parlemen breaksi. Mereka menyebut May
sengaja menggiring opini publik dengan melempar kesalahan kepada
parlemen.
"Demokrasi
hilang ketika seorang perdana menteri yang telah menempatkan dirinya
melawan House of Commons (sebutan parlemen Inggris), kemudian
menyalahkan anggota parlemen karena melakukan tugas mereka," kata
seorang mantan menteri Konservatif, Sam Gyimah, yang mengundurkan diri
dari kabinet May pada bulan November lalu.
Dia mengatakan tidak akan mendukung perjanjian Brexit yang disusun Theresa May dan menyebut pidatonya "Beracun" di Twitter.
Jakarta, CB -- Empat masjid di pusat Kota Birmingham, Inggris, diserang oleh seorang pria tak dikenal pada Rabu (20/3) tengah malam.
Petugas penanggulangan terorisme tengah menyelidiki insiden yang terjadi di empat lokasi berbeda di utara Birmingham itu.
Kepolisian
West Midlands pertama kali mendapat laporan penyerangan pada Kamis dini
hari waktu setempat. Warga melaporkan bahwa seorang pria menghancurkan
jendela dengan palu godam di salah satu tempat ibadah.
Tak
lama, polisi mendapat laporan serupa di masjid lain, tidak jauh dari
lokasi pertama. Polisi langsung mengerahkan patroli dan menyelidiki
"kerusakan" pada kedua masjid tersebut.
"Sampai saat ini, kami belum tahu motif dari serangan kemarin malam,"
ucap Kepala Kepolisian West Midlands, Dave Thomson, melalui pernyataan
pada Kamis (21/3).
"Apa yang bisa saya katakan saat ini adalah
bahwa pasukan dan unit anti-terorisme bekerja sama untuk menemukan siapa
yang bertanggung jawab."
Aparat mengatakan penyerangan di empat masjid itu hingga kini dianggap "saling berkaitan."
Insiden ini terjadi sepekan setelah teror penembakan di dua masjid di
Kota Christchurch, Selandia Baru, pada 15 Maret lalu. Insiden itu
menewaskan 50 jemaah dan melukai 50 lainnya yang saat kejadian tengah
ibadah salat Jumat.
Sejak insiden Christchurch, Kepala Kepolisian
Nasional Inggris menyatakan telah mengerahkan patroli di sekitar
masjid-masjid di negara itu.
Patroli itu juga dilakukan menyusul
laporan kelompok anti-rasisme di Inggris yang memperingatkan peningkatan
sentimen anti-Islam atau Islamophobia dan aktivitas ekstremis sayap
kanan.
Hasil jajak pendapat yang dirilis yayasan Hope Not Hate memaparkan
sepertiga warga Inggris melihat Islam sebagai "umumnya ancaman terhadap
hidup orang Inggris."
Seorang imam masjid di Inggris, Mohammed
Mahmoud, mengaku mengalami pelecehan hingga diludahi pada pekan ini.
Saat itu, ia sedang dalam perjalanan pulang setelah menghadiri acara
solidaritas untuk korban teror Selandia Baru.
Ia sempat menjadi sorotan setelah melindungi pelaku teror di masjid London Utara pada 2017 lalu.
BRUSSELS
- Para pemimpin Uni Eropa (UE) setuju untuk menunda proses keluarnya
Inggris dari blok tersebut atau Brexit. Mereka menawarkan penundaan
Brexit hingga 22 Mei dengan syarat anggota parlemen setuju dengan
Theresa May dalam pemungutan suara minggu depan.
Jika kesepakatan
ditolak dalam pemungutan suara yang berarti ketiga kalinya di parlemen,
Inggris akan diberikan waktu hingga 12 April untuk datang ke Dewan
Eropa dengan proposal untuk langkah ke depan.
Kemungkinan akan
terbuka untuk perpanjangan lebih lanjut dari beberapa bulan jika Inggris
setuju untuk mengambil bagian dalam pemilihan Parlemen Eropa pada bulan
Mei.
Presiden
Dewan Eropa Donald Tusk mengatakan bahwa tanggapan terhadap permintaan
Inggris untuk perpanjangan proses penarikan Pasal 50 disepakati dengan
suara bulat oleh para pemimpin 27 negara anggota lainnya.
Ia langsung melakukan pertemuan empat mata dengan Perdana Menteri Inggris Theresa May yang telah menyetujui rencana tersebut.
Tusk
mengatakan bahwa 12 April adalah tanggal penting bagi Inggris karena
jika mereka memutuskan untuk tidak berpartisipasi dalam pemilihan
Parlemen Eropa maka perpanjangan yang panjang akan menjadi tidak
mungkin.
“12
April adalah tanggal penting dalam hal Inggris bertanya-tanya apakah
akan mengadakan pemilihan Parlemen Eropa. Jika tidak diputuskan
melakukannya maka opsi perpanjangan yang lama akan segera menjadi tidak
mungkin," kata Tusk seperti dikutip dari Belfast Telegraph, Jumat (22/3/2019).
Ditanya
berapa lama perpanjangan panjang akhirnya yang ditawarkan ke Inggris,
Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker menjawab: "Sampai akhir."
"Sejak
hari referendum posisi 27 anggota Komisi Eropa telah bersatu dan tegas.
Kami telah bekerja tanpa lelah untuk menegosiasikan Perjanjian
Penarikan," ujar Juncker.
“Kami telah melakukan semua yang kami bisa untuk menyelesaikannya. Kami
diminta klarifikasi pada bulan Desember, kami memberikannya kepada
mereka. Kami diminta jaminan pada bulan Januari, kami memberikannya
kepada mereka," sambungnya.
“Saya diminta jaminan lebih lanjut
pada Senin lalu di Strasbourg, khususnya sehubungan dengan backstop,
saya memberikannya kepada mereka," katanya.
“Jadi saya harus
menyambut bahwa hari ini, ke-27 pemimpin mendukung klarifikasi dan
jaminan yang mengikat secara hukum yang Perdana Menteri May dan saya
sepakati di Strasbourg. Ini menutup dan menyelesaikan paket lengkap.
Tidak ada lagi yang bisa kita miliki," tukasnya.
May sendiri menyambut baik pengumuman itu.
"Pertama,
saya menyambut persetujuan Dewan tentang jaminan yang mengikat secara
hukum sehubungan dengan hambatan Irlandia Utara, yang saya negosiasikan
dengan Presiden Juncker pekan lalu," ujarnya dalam konferensi pers di
Brussels.
"Ini harus memberikan jaminan ekstra kepada Parlemen
bahwa jika kejadian yang tidak mungkin terjadi itu akan digunakan hanya
akan bersifat sementara dan bahwa Inggris dan Uni Eropa akan mulai
bekerja segera untuk mengganti backstop dengan pengaturan alternatif
pada akhir Desember 2020," imbuhnya.
May mengatakan jika Parlemen
Inggris tidak menyelesaikan kesepakatannya minggu depan, Dewan Eropa
akan memperpanjang Pasal 50 hingga 12 April ketika Inggris akan memiliki
pilihan tidak ada kesepakatan atau mengajukan rencana alternatif.
Ia mengatakan jika ini melibatkan perpanjangan kembali maka Inggris harus mengambil bagian dalam pemilihan Parlemen Eropa.
"Saya
sangat yakin akan menjadi kesalahan untuk meminta orang-orang di
Inggris untuk berpartisipasi dalam pemilihan ini tiga tahun setelah
pemungutan suara untuk meninggalkan Uni Eropa," imbuhnya.
May mengatakan dia akan melakukan yang terbaik untuk memastikan kesepakatannya disahkan minggu depan.
"Apa yang digarisbawahi oleh keputusan hari ini adalah pentingnya House
of Commons meloloskan kesepakatan Brexit minggu depan sehingga kita
dapat mengakhiri ketidakpastian dan pergi dengan cara yang lancar dan
tertib," katanya.
"Besok pagi aku akan kembali ke Inggris dan bekerja keras untuk membangun dukungan untuk menyelesaikan kesepakatan," tandasnya.
Jakarta, CB -- Mimpi belasan ribu remaja Inggris
penerima beasiswa Erasmus terancam kandas di tengah ketidakjelasan
proses negara mereka untuk keluar dari Uni Eropa, atau dikenal dengan
istilah Brexit.
Salah
satu dari 17 ribu orang itu adalah Alice Watkins. Sedari dulu,
mahasiswi Manchester University tersebut bermimpi untuk melanjutkan
kuliahnya di Paris, kemudian Madrid.
Dengan beasiswa Erasmus, ia
dapat berangkat ke Prancis pada musim panas ini. Namun hingga saat ini,
ia masih belum mendapatkan kepastian mengenai pendanaan dari beasiswa
yang diurus oleh Uni Eropa tersebut.
"Penantian ini sangat
menakutkan. Saya sudah diberi tahu ada kemungkinan memakai uang sendiri
hingga 1.200 poundsterling untuk membiayai enam pekan pertama, dan kami
mungkin tak mendapatkan akomodasi apa pun sebelum tiba di Prancis,"
tuturnya kepada The Guardian.
Melanjutkan ceritanya, Watkins berkata, "Bepergian ke luar negeri tanpa
tahu di mana harus tinggal sangat membuat saya tertekan."
Parlemen Uni Eropa memang sudah memutuskan akan tetap membiayai mahasiswa penerima beasiswa Erasmus yang sudah tiba di Inggris.
Mereka juga tak akan mencabut beasiswa mahasiswa Inggris yang sudah tiba di negara tujuannya.
Namun, nota teknis yang disepakati pada Januari lalu tak menjamin
pendanaan mahasiswa Inggris yang ingin melanjutkan studinya di negara
Eropa pada September mendatang.
Wakil direktur urusan studi
internasional Inggris, Vivienne Stern, mengatakan bahwa pihaknya
menangkap sinyal bahwa pemerintah negaranya mulai mencari jalur
alternatif bagi penerima beasiswa Erasmus jika negosiasi Brexit tak
kunjung rampung.
"Sejauh yang kami tahu, tak ada uang yang
dipersiapkan untuk skema alternatif itu, dan kami pun belum
mempersiapkan apa pun," tutur Stern.
Sejumlah pihak menyayangkan dampak ketidakjelasan proses negosiasi
Brexit terhadap penerima beasiswa Erasmus karena berdasarkan penelitian,
mahasiswa Inggris yang belajar di luar negeri terbukti lebih unggul
ketimbang rekannya.
Berdasarkan penelitian badan advokasi
Universities UK (UUK), misalnya, sekitar 19 persen mahasiswa Inggris
penerima Erasmus menempati posisi puncak di kelasnya dan hanya 20 persen
yang tak bekerja usai kuliah.
Riset Konfederasi Industri Inggris
(CBI) juga menunjukkan bahwa 7 dari 10 perusahaan besar di negara
tersebut menganggap penting pengalaman belajar di luar negeri dan
kemampuan bahasa asing.
Sementara
itu, universitas-universitas di Inggris juga menganggap kehadiran
mahasiswa asing di negaranya sangat penting, terutama untuk
fakultas-fakultas ilmu bahasa.
Lebih jauh, dengan jaringan alumni
yang kuat, penerima beasiswa Erasmus dapat membangun komunitas dengan
manfaat besar bagi masa depan mereka.
"Saya rasa dengan Brexit,
orang lebih memperhatikan isu-isu seperti perdagangan, dan pelajar
dilupakan. Namun, itu salah. Kami adalah masa depan," kata seorang
mantan penerima beasiswa Erasmus, Joseph Corcoran.
LONDON
- Perdana Menteri Inggris, Theresa May, mengatakan telah menulis surat
kepada Uni Eropa (UE) untuk menunda keluarnya Inggris dari blok itu
hingga 30 Juni.
May mengumumkan hal itu selama acara Waktunya
Bertanya kepada Perdana Menteri mingguan. Ia mengatakan telah membuat
permintaan dalam surat yang dikirim Rabu pagi kepada Presiden Dewan Uni
Eropa Donald Tusk.
Kepada anggota parlemen, May mengatakan, jika
perpanjang disetujui maka ia akan meminta dilakukannya pemungutan suara
ketiga terkait kesepakatan Brexit.
Menjelaskan
permintaannya sebagai perpanjangan yang pendek, May mengatakan dia
tidak percaya permintaan perpanjangan lagi menjadi kepentingan siapa pun
karena itu berarti Inggris harus mengambil bagian dalam pemilihan Uni
Eropa tahun ini.
Jika parlemen menolak kesepakatannya, ia menyerahkan hal itu kepada para legislator untuk memutuskan bagaimana melanjutkannya.
"Saya tidak siap untuk menunda Brexit lebih jauh dari 30 Juni," katanya seperti dikutip dari Xinhua, Kamis (21/3/2019).
Rakyat
Inggris memberikan suara pada referendum tahun 2016 untuk meninggalkan
UE, dengan tanggal keluarnya ditetapkan 29 Maret tahun ini.
May
akan melakukan perjalanan ke Brussels pada hari ini untuk bertemu
dengan para pemimpin negara anggota UE. Setiap keterlambatan untuk
Brexit akan membutuhkan persetujuan dari semua 27 negara anggota UE.
Politisi
oposisi di parlemen, termasuk Jeremy Corbyn, pemimpin oposisi utama
Partai Buruh, menuduh May menjerumuskan negara ke dalam krisis.