CB, Jakarta - PM Inggris Theresa May menyalahkan parlemen Inggris di tengah upayanya memperoleh dukungan tory untuk proposal Brexit-nya yang semakin mendekati ambang batas waktu.
Pada Rabu petang kemarin, ketika Brexit tinggal menghitung sembilan hari lagi, May membuat pidato mengejutkan dari beranda kediamannya di Downing Street No.10.
"Dua tahun berjalan, para anggota parlemen tidak bisa menyepakati cara untuk pemisahan Inggris. Akibatnya, kita tidak akan meninggalkan Uni Eropa pada 29 Maret. Penundaan ini adalah penyesalan besar untuk saya pribadi. Kalian sebagai warga sudah merasa cukup. Kalian ingin proses ini selesai dan berakhir. Saya setuju, saya di pihak kalian," kata May, dikutip dari New York Times, 22 Maret 2019. Dari amanat pidatonya, Theresa May menyalahkan parlemen atas mandeknya realisasi Brexit.
"Apakah mereka (parlemen) ingin meninggalkan UE dengan kesepakatan? Apakah mereka ingin meninggalkannya tanpa kesepakatan? Atau apakah mereka tidak ingin pergi sama sekali?" tanya May.
"Sejauh ini, parlemen telah melakukan segalanya untuk menghindari pilihan," lanjut May.
Dalam pidatonya soal Brexit, Perdana Menteri Theresa May mengecam Parlemen, mengatakan para anggotanya mengabaikan tugas mereka.[Chris J Ratcliffe/New York Times]
Pidato ini berisiko bagi May. Pasalnya, May membutuhkan suara dalam voting menentukan pekan depan untuk meloloskan proposal Brexitnya.
Tak lama usai pidato May, anggota parlemen breaksi. Mereka menyebut May sengaja menggiring opini publik dengan melempar kesalahan kepada parlemen.
"Demokrasi hilang ketika seorang perdana menteri yang telah menempatkan dirinya melawan House of Commons (sebutan parlemen Inggris), kemudian menyalahkan anggota parlemen karena melakukan tugas mereka," kata seorang mantan menteri Konservatif, Sam Gyimah, yang mengundurkan diri dari kabinet May pada bulan November lalu.
Dia mengatakan tidak akan mendukung perjanjian Brexit yang disusun Theresa May dan menyebut pidatonya "Beracun" di Twitter.
Pada Rabu petang kemarin, ketika Brexit tinggal menghitung sembilan hari lagi, May membuat pidato mengejutkan dari beranda kediamannya di Downing Street No.10.
"Dua tahun berjalan, para anggota parlemen tidak bisa menyepakati cara untuk pemisahan Inggris. Akibatnya, kita tidak akan meninggalkan Uni Eropa pada 29 Maret. Penundaan ini adalah penyesalan besar untuk saya pribadi. Kalian sebagai warga sudah merasa cukup. Kalian ingin proses ini selesai dan berakhir. Saya setuju, saya di pihak kalian," kata May, dikutip dari New York Times, 22 Maret 2019. Dari amanat pidatonya, Theresa May menyalahkan parlemen atas mandeknya realisasi Brexit.
"Apakah mereka (parlemen) ingin meninggalkan UE dengan kesepakatan? Apakah mereka ingin meninggalkannya tanpa kesepakatan? Atau apakah mereka tidak ingin pergi sama sekali?" tanya May.
"Sejauh ini, parlemen telah melakukan segalanya untuk menghindari pilihan," lanjut May.
Dalam pidatonya soal Brexit, Perdana Menteri Theresa May mengecam Parlemen, mengatakan para anggotanya mengabaikan tugas mereka.[Chris J Ratcliffe/New York Times]
Pidato ini berisiko bagi May. Pasalnya, May membutuhkan suara dalam voting menentukan pekan depan untuk meloloskan proposal Brexitnya.
Tak lama usai pidato May, anggota parlemen breaksi. Mereka menyebut May sengaja menggiring opini publik dengan melempar kesalahan kepada parlemen.
"Demokrasi hilang ketika seorang perdana menteri yang telah menempatkan dirinya melawan House of Commons (sebutan parlemen Inggris), kemudian menyalahkan anggota parlemen karena melakukan tugas mereka," kata seorang mantan menteri Konservatif, Sam Gyimah, yang mengundurkan diri dari kabinet May pada bulan November lalu.
Dia mengatakan tidak akan mendukung perjanjian Brexit yang disusun Theresa May dan menyebut pidatonya "Beracun" di Twitter.
Credit tempo.co