Tampilkan postingan dengan label BUDAYA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BUDAYA. Tampilkan semua postingan

Selasa, 29 September 2015

Begini, Situs Bersejarah di Cina Dijarah dan Dibuldoser

Begini, Situs Bersejarah di Cina Dijarah dan Dibuldoser  

5. Gua Kuil Dunhuang di Cina. Gua ini disebut juga gua Seribu Budha karena memiliki 492 gua dengan patung Budha, dibangun pada 366-1368 M. Luas kuil ini 117 km2, dan sudah ditetapkan menjadi Situs Warisan Dunia UNESCCO pada tahun 1987. friendsofdunhuang.org
 
  CB, Beijing- Cina kehilangan artefak budaya dan situs bersejarah bernilai ribuan tahun. Direktur Administrasi Negara Warisan Budaya Li Xiaoji mengatakan kesulitan menghadapi hal tersebut. Sebab, pihak otoritas tidak memiliki sumber daya untuk menjaga artefak budaya dan situs bersejarah tersebut.

Pada 2009-2014 saja misalnya, polisi menemukan 7.000 kasus artefak budaya yang diselundupkan ke luar negeri atau dijarah, terutama makam-makam. “Ini kegiatan kriminal terorganisir, menggunakan teknologi tinggi dan kekerasan, pencurian juga dilakukan berdasarkan permintaan,” kata Li seperti dikutip The Study Times--koran partai komunis, Senin, 28 September 2015. Li menambahkan bahwa upaya untuk menindak telah dilakukan meskipun jalan ke depan akan sulit.

Hambatan lain terletak pada beberapa pemerintah daerah yang tidak peduli dengan harta budaya di wilayah hukum mereka, atau tidak memiliki kemampuan untuk menjaga artefak-artefak budaya daerah. "Di beberapa daerah budaya yang dilindungi, ada pembangunan konstruksi ilegal yang merusak artefak budaya. Beberapa situs kuno berharga dan bangunan bahkan telah lenyap dibuldoser," kata Li.

Dalam banyak kasus, Li melanjutkan, pemerintah daerah bahkan turut andil dalam penghancuran dan hilangnya artefak-artefak budaya ini. Sebab, tidak ada sumber daya manusia dan pendanaan untuk itu. Li menyebut di empat provinsi hanya ada kurang dari 10 orang yang bertanggung jawab atas hal ini.

Beberapa bagian dari China sangat kaya warisan budaya, “tidak ada pejabat berdedikasi yang melindungi harta warisan budaya ini,” katanya. Selain itu, kata dia, ada kesenjangan pendanaan besar, terutama di wilayah tengah dan barat yang lebih miskin.
Credit  TEMPO.CO

Jumat, 04 September 2015

Bahasa Indonesia Jadi Pelajaran SD di Australia


 
KOMPAS.COM/DIMAS WAHYU Kata mempertakut tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

BANDUNG, CB - Bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran wajib sekolah dasar di Australia, selain bahasa wajib Bahasa Inggris, di Newport Lakes Primary School (NLPS).
Duta Bahasa Pelajar Jawa Barat 2013, Cepri Maulana di Bandung, Kamis, mengatakan pada Juli hingga Agustus 2015 dia berkesempatan menjadi guru penutur Bahasa Indonesia di NPLS. Ternyata, di sana bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran wajib.
"Mereka menyadari Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan berpotensi menjadi negara kuat serta berpengaruh di masa yang akan datang," kata dia menirukan perkataan pihak NPLS, Kamis (3/9/2015).
Menurut Cepri, Bahasa Indonesia memiliki keunggulan, yakni lebih mudah dipelajari ketimbang bahasa populer di dunia, seperti Inggris, Perancis, atau Jerman.
"Apa yang ditulis sama dengan yang diucapkan, dalam bahasa Indonesia juga tidak dikenal strata sehingga satu kata bisa digunakan pada setiap momen dan pada semua orang, tidak ada tenses yang rumit seperti Bahasa Inggris," kata mahasiswa jurusan bahasa Inggris itu.
Ia berkesempatan mengajar bahasa di Australia dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang diselenggarakan pihak UPI bekerja sama dengan Newport Lakes Primary School (NLPS) dan Balai Bahasa dan Budaya Indonesia Vicrotia/Tasmania (BBBIVT).
"Peserta melewati beberapa tahap seleksi dan saya waktu itu lolos, program ini membuat saya semakin bangga berbahasa Indonesia," katanya.
Ia menyayangkan penggunaan Bahasa Indonesia yang kerap dianggap kurang "gaul" ketimbang Bahasa Inggris di kalangan anak muda Indonesia, terutama pada media sosial.


Credit  KOMPAS.com

Kamis, 03 September 2015

Kekurangan Dana, Kartun "Masha dan Beruang" Berhenti Diproduksi




Seri animasi anak-anak dari Rusia yang terkenal hingga ke Indonesia, Masha i Medved (Masha and the Bear atau Masha dan Beruang) akan berhenti diproduksi setelah episode ke-52, demikian disampaikan pencipta animasi pada surat kabar Izvestia. Sebelumnya, rumah produksi Animaccord meluncurkan episode terakhir dari seri kartun tersebut di YouTube, yang saat ini telah dilihat 21 ribu kali.
Berdasarkan sinopsis yang ditulis Meduza, dalam episode terakhir, Masha kecil yang biasanya kekanak-kanakan mulai bersikap dewasa, mengerjakan tugas-tugasnya dan berperilaku sopan. Ia kemudian menghubungi neneknya, yang menjemputnya dari hutan dan membawa Masha kembali ke 'kota'. Kata-kata perpisahan yang disampaikan Masha pada binatang-binatang hutan menyebutkan ia mungkin akan kembali suatu hari nanti.
Produser seri kartun ini, Dmitry Loveiko, menyampaikan pada Izvestia bahwa Animaccord kekurangan dana yang dibutuhkan untuk melanjutkan produksi, meski Masha i Medved sangat populer di dalam dan luar negeri.
Episode pertama Masha i Medved diluncurkan di televisi nasional Rusia pada 2009, sebagai bagian dari program anak-anak Spokoinoi nochi, malyshi ("Selamat malam, Nak!"). Tiap episode berdurasi enam menit dan mengisahkan petualangan gadis kecil yang tinggal bersama seekor beruang di hutan. Saat ini, kartun tersebut tayang di televisi dan tersedia dalam bentuk DVD di 30 negara di dunia. Saluran YouTube Masha i Medved memiliki lebih dari 3,6 juta pelanggan dan telah dilihat lebih dari 4,3 miliar kali.


Credit  RBTH Indonesia


Rabu, 02 September 2015

Heboh! Benarkah Ini Buah Pohon Zaqqum, Makanan bagi Penghuni Neraka?


Heboh! Benarkah Ini Buah Pohon Zaqqum, Makanan bagi Penghuni Neraka?



Nitizen dibuat heboh dan ngeri dengan adanya broadcast "POHON ZAQQUM TERNYATA ADA DI THOIF."
Berikut bunyi pesan itu:
Kota Thaif trletak 80 km dr Makkah.
Kota ini di kelilingi oleh pegunungan yang dingin.
Kini di daerah ini pula tumbuh subur pohon Zaqqum, pohon yang di penuhi duri tajam dan besar.
Dalam Surat Al-Waqi’ah ayat 52, buah pohon ini bakal menjadi bahan makanan penghuni Neraka.
Jika dimakan rasa akan seperti kuningan yang dicairkan bahkan lebih buruk.
Buah tersebut akan membakar wajah beserta organ dalam tubuh mereka.
Istilah Zaqqum digunakn di dalam Al-Qur’an Surat As-Shoffaat 62, 63, 66 & 67, 68.
QS. Surat Al-Isro’ ayat 60, QS. Surat Ad-Dukhon 43, dan QS. Surat al-Waqi’ah ayat 52.
Dalam pesan itu juga ditampilkan foto-foto yang dianggap pohon zaqqum.
Terlihat dari fotonya pohon ini tampak begitu menyeramkan dengan buah dan daun yang menyerupai dengan tengkorak manusia.
Berikut foto-foto yang tersebar:

Terlepas dari benar atau tidaknya kabar itu, rasanya mustahil apabila buah yang berasal dari pohon zaqqum. Sebab, Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

”Seandainya setitik dari zaqqum diteteskan di dunia niscaya akan menghancurkan kehidupan semua penghuninya.
Lalu bagaimana dengan keadaan orang yang menjadikan zaqqum sebagai makanannya?” (HR At-Tirmidzi, Ibnu Majjah dalam sunannya, kitab Az-Zuhud, bab Shifat An Nar, 8/4325.)
Namun, yang pasti zaqqum adalah pohon di neraka yang buahnya menjadi makanan para penghuni neraka.
Jika dimakan rasanya akan seperti kuningan yang dicairkan bahkan lebih buruk. Buah tersebut akan membakar wajah beserta organ dalam tubuh mereka.
Penghuni neraka akan selalu lapar, mereka akan selalu tergesa-gesa kedasar neraka, untuk memakan apapun yang dapat mereka temukan.
Di dasar neraka ini mereka akan dipaksa memakan buah dari pohon zaqqum, bahkan sebelum disentuh pun, bibir mereka akan terbakar sehingga nampaklah gigi mereka.
Tidak hanya itu, mereka akan menelan duri yang akan merobekkan kerongkongan setelah buah itu ditelan. Sebelum buah itu sampai keperut, buah itu akan membakar dan mengeluarkan isi perut.

Berikut ini ayat-ayat di dalam al-Qur'an yang menceritakan mengenai pohon dan buah zaqqum, di antaranya adalah:
“ (Makanan surga) itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum? Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim.
Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dan dasar neraka yang menyala.
Mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan. Maka sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu, maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu.
Kemudian sesudah makan buah pohon zaqqum itu pasti mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas. (As-Shafaat 37:62- 67). ”

“ ...dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: "Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia",

dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al Quran, dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka. (Al Israa 17:60). ”
“ Sesungguhnya pohon zaqqum itu, makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air yang amat panas. (Ad-Dhukan 44:43-46).
“ Kemudian sesungguhnya kamu hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan, benar-benar akan memakan pohon zaqqum, dan akan memenuhi perutmu dengannya. (Al Waqi'aah 56:51-53).



Kekeliruan
Merespon posting yang keliru itu pun, Info Herbalis (IH), seperti dilansiri Arrahmah.com, mengupas kebenaran pohon unik tersebut pada Ahad (30/8/2015).
Menurut IH, ternyata pohon yang dianggap zaqqum itu adalah BUNGA SNAPDRAGON.


Bunga Snapdragon (alias Antirrhinum atau naga bunga) dapat ditemukan di banyak kebun dalam rumah tangga dan namanya dari bunga yang menyerupai kepala naga.
Bunga Snapdragon memiliki bentuk unik berupa “mulut naga” yang dapat membuka dan menutup sehingga dianggap dapat “berbicara”.
Namun setelah bunga itu telah mati akan itu meninggalkan sebuah pod benih dengan penampilan mengerikan seperti tengkorak kepala manusia.
Nama Snapdragon (Antirrhinum) berasal dari kosakata dalam bahasa Yunani “anti,” yang berarti seperti, dan “rhin,” yang berarti hidung.
Beberapa tahun yang lalu, orang berpikir tanaman itu memiliki kekuatan mistik dan akan menempatkan mereka di sekitar rumah mereka untuk melindungi rumah dari kutukan dan penyihir.
Para penganut paganisme menganggap, bunga itu adalah simbol dari penipuan, kecurigaan, dan misteri.


Legenda mengatakan bahwa menyembunyikan Snapdragon di pakaian akan membuat seseorang tampak menarik, hangat, dan ramah.
Hari ini tanaman Snapdragon menjadi primadona di kebun sekitar Eropa, Amerika Serikat, dan Afrika Utara, karena, keunikannya yang terlihat seperti kepala naga atau tengkorak.


Credit  tribunnews.com


Senin, 31 Agustus 2015

Nasi goreng dan sate laris manis di Museumsuferfest


Nasi goreng dan sate laris manis di Museumsuferfest
Stan Indonesia di Museumsuferfest 2015 di Frankfurt, Jerman, menyediakan sajian nasi goreng, sate dan aneka makanan khas Indonesia.(flickr/Aaron Shumaker/creativecommon)
 
 
Frankfurt (CB) - Sajian nasi goreng dan sate masakan Chef Ragil Wibowo laris manis di ajang Museumumsuferfest yang berlangsung 28-29 Agustus di tepi Sungai Main, Frankfurt, Jerman.

Chef Ragil yang menjadi juru masak di stan Sate Ayam dan Nasi Goreng, Minggu, mengatakan selama dua hari festival semua makanan yang disajikan habis terjual.

Menurut dia, sajian rata-rata sudah terjual habis pukul 19.00 waktu setempat meski pada malam hari masih banyak pengunjung yang ingin membeli sate dan nasi goreng.

Dengan bantuan koki Solihin, Agung, Aditya, serta beberapa orang Jerman, dia menyiapkan sedikitnya 40 kilogram beras serta sekitar 100 kilogram daging ayam dan 60 kilogram daging sapi untuk membuat masing-masing 2.000 tusuk sate.

"Kita tidak menyangka animo masyarakat Frankfurt terhadap kuliner Indonesia cukup besar," katanya.

Di stan Indonesia dalam festival itu, harga satu porsi nasi goreng 5,5 euro dan satu porsi nasi goreng plus tiga tusuk sate ayam/sapi harganya 9,5 euro.

"Enak sekali, saya sudah beberapa kali ke Indonesia dan selalu menikmati nasi goreng, sate, dan rendang," kata Thomas, warga Frankfurt.

Sementara stan kedua Indonesia, Warung Sudimampir, menyediakan lebih banyak jenis makanan khas. Selain nasi goreng, ada nasi kuning, rendang, lemper, risoles, bakwan, siomay, mpek-mpek, mie bakso, lumpia dan lain-lain.

Warung Sudimampir, yang digawangi ibu-ibu warga Indonesia di Jerman, juga menarik banyak pengunjung Museumsuferfest.

Selama dua hari festival, selalu ada antrean pengunjung yang ingin mencicipi cita rasa makanan Indonesia di gerai itu. Dan menjelang malam semua sajian makanan mereka selalu sudah habis.

Museumsuferfest 2015 yang akan ditutup Minggu malam ini merupakan salah satu festival seni budaya terbesar di Eropa.

Beraneka ragam panggung dan stan yang ditampilkan beberapa negara peserta. Sedikitnya dua juta orang setiap hari memadati arena festival yang menampilkan berbagai kegiatan seperti lomba perahu naga, pertunjukan, pameran dan seminar, serta aneka dagangan souvenir dan kuliner.

Credit  ANTARA News




Slamet Rahardjo syukuri keberhasilan misi kesenian Indonesia


Slamet Rahardjo syukuri keberhasilan misi kesenian Indonesia
Slamet Rahardjo (ANTARA FOTO/Agus Bebeng)
 
 
Frankfurt (CB) - Ketua Komite Pertunjukan, Pameran dan Seminar Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 Slamet Rahardjo Djarot mensyukuri keberhasilan misi kesenian Indonesia dalam ajang Museums Uferfest atau Festival Tepi Sungai di Frankfurt, Jerman.

"Saya bersyukur kepada Tuhan karena enam bulan persiapan merupakan kerja yang cukup berat. Sekarang saya ingin laporkan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa misi kami membawa branding Indonesia sebagai negara penuh inspirasi, ternyata diterima dengan baik dan luar biasa," kata Slamet Rahardjo usai penutupan Museums Uferfest yang berakhir Minggu (30/8) tengah malam atau Senin pagi WIB.

Ia mengatakan, tema 17.000 Islands of Imaginations diwujudkan dengan penampilan tim kesenian Indonesia yang memadukan musik tradisional dan musik modern, yang membuat publik Eropa, khususnya warga Jerman sangat kagum.

Slamet mengklaim bahwa dalam lima tahun terakhir penyelenggaraan Museums Uferfest ini, penampilan Indonesia yang merupakan tamu kehormatan di festival tersebut adalah yang terbaik.

"Indonesia sudah semakin dikenal publik di Jerman dan kita memberikan bukti bahwa Indonesia patut menjadi sahabat dan patut dikatakan setara dengan mereka," katanya.

Senada dengan itu, Ketua Komite Nasional Indonesia Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 Goenawan Mohamad mengatakan, momentum Museums Uferfest 2015 akan dikenang sepanjang masa dan yang terpenting adalah kini Indonesia tidak bisa dianggap "enteng" oleh Jerman dan Eropa.

"Saya senang warga Indonesia di sini benar-benar bangga, dan jujur saya juga merasa bangga," katanya.

Ia menilai, ukuran keberhasilan misi kesenian Indonesia dilihat dari maraknya liputan media di Jerman dan Eropa yang cukup banyak dan positif, serta pengunjung yang hadir menyaksikan penampilan seniman dan musisi Indonesia di panggung utama festival ini.

"Ini akhir festival yang luar biasa. Musik dangdut akan melekat dan dikenang di sini, bukan samba dan lainnya," katanya.


Credit  ANTARA News

Sambutan penonton Frankfurt terhadap musisi Indonesia luar biasa


Sambutan penonton Frankfurt terhadap musisi Indonesia luar biasa
Musisi Jazz Dwiki Dharmawan (kiri) tampil dalam pergelaran musik "3rd Ramadhan Jazz Festival 2013" di Plaza Mesjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta, Jumat. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
 
Frankfurt (CB) - Musisi Djaduk Ferianto mengapresiasi sambutan penonton di Frankfurt, Jerman, yang luar biasa ketika manyaksikan penampilan para seniman dan musisi Indonesia saat pembukaan Museums Uferfest, Jumat (28/8) petang.

"Saya surprise saja, ternyata sangat luar biasa antusias penonton warga sini. Artinya masyarakat Jerman mengapresiasi kerja kawan-kawan," ujarnya di Frankfurt, Sabtu, menanggapi sambutan masyarakat setempat terhadap penampilan para musisi dan seniman di ajang Museums Uferfest atau Festival Tepi Sungai Main yang merupakan salah satu festival seni budaya terbesar di Eropa itu.

Pada pembukaan acara tersebut, Djaduk bersama grup musiknya Kua Etnika tampil memeriahkan acara yang dibuka oleh Wali Kota Frankfurt Peter Feldmann didampingi Dubes RI untuk Jerman Fauzi Bowo.

Selain Djaduk, tampil pula Barong Banyuwangi, Dwiki Dharmawan and friends, penyanyi Bonita, Dira Sugandi, Mian Tiara, serta rapper J-Flow.

Saat itu, ratusan penonton terlihat memadati arena panggung Indonesia seluas 800 meter persegi untuk menyaksikan seniman dan musisi Indonesia yang menampilkan musik yang memadukan unsur tradisional dan modern itu.

Menurut Djaduk yang juga salah satu putra dari seniman Bagong Kusudiardjo itu, hal itu membuktikan bahwa musik merupakan bahasa universal yang dapat menjadi sarana diplomasi kedua (second track diplomation) antara masyarakat Indonesia dan Jerman.

"Paling tidak, pemahaman orang luar terhadap Indonesia akan semakin terbuka dan mereka mengapresiasi kerja para musisi dan seniman Indonesia," katanya.

Ia menambahkan, berbeda dengan kebijakan pemerintah masa lalu yang kerap hanya menampilkan kesenian tradisional seperti tari-tarian di ajang internasional, namun sekarang ini sangat berbeda dengan menampilkan sesuatu yang lebih modern.

"Karena orang luar ingin melihat sesuatu yang baru dari Indonesia dan kali ini mereka melihat penampilan Indonesia yang lebih beragam, memadukan seni tradisional dengan modern," katanya.

Senada dengan itu, musisi Dwiki Dharmawan juga menilai sambutan warga Frankfurt sangat impresif sekali terhadap penampilan musisi dan seniman Indonesia.

"Ini sangat positif untuk promosi Indonesia. Tadi saat sambutan, Wali Kota Frankfurt Peter Feldmann juga sangat mengapresiasi penampilan musisi Indonesia," katanya.

Wali Kota Frankfurt, katanya, mengagumi semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan bisa merasakan bahwa Indonesia adalah negeri yang besar dan penuh keberagaman seni dan budaya.

Credit  ANTARA News


Panggung Indonesia di Uferfest dapat sambutan meriah


Frankfurt (CB) - Panggung Indonesia yang menyuguhkan penampilan sejumlah seniman dan musisi Tanah Air di ajang Museums Uferfest atau Festival Tepi Sungai, Frankfurt, Jerman, mendapat sambutan meriah dari warga setempat saat pembukaan acara tersebut, Jumat (28/8) petang.

Ratusan orang tampak berkerumun di depan panggung Indonesia yang merupakan panggung utama arena Museum Uferfest untuk menyaksikan penampilan para seniman dan musisi Indonesia, yang menyuguhkan karya apik yang merupakan perpaduan seni tradisional dan musik modern.

Tidak ketinggalan, Wali Kota Frankfurt Peter Feldmann pun turut hadir menyaksikan penampilan Indonesia yang menjadi tamu kehormatan di acara tersebut.

Peter Feldmann didampingi Duta Besar Indonesia untuk Jerman, Fauzi Bowo, naik ke atas panggung dan membuka secara resmi Museums Uferfest 2015 yang akan berlangsung hingga 30 Agustus 2015.

Ia mengatakan acara Museums Uferfest merupakan agenda tahunan dan merupakan salah satu festival seni budaya terbesar di eropa. Pada tahun 2015 ini Indonesia menjadi Tamu Kehormatan.

Menurut dia, warga Jerman mengapresiasi apa yang ditampilkan para seniman dan musisi Indonesia yang menunjukkan keberagaman seni dan budaya, yang sesuai dengan motto Bhinneka Tunggal Ika.

Sedangkan Dubes RI untuk Jerman, Fauzi Bowo, menyampaikan rasa terima kasihnya kepada masyarakat Jerman, khususnya di Frankfurt yang sudah memberikan sambutan baik dan apresiasi terhadap Indonesia.

Dalam pembukaan tersebut, para seniman dan musisi Indonesia yakni grup musik Kua Etnika pimpinan Djaduk Ferianto, Barong Banyuwangi, musisi Dwiki Dharmawan, penyanyi Dian Sugandi, Bonita, Mian Tiara Hanuraga, dan rapper J-Flow yang bertindak sebagai pemandu acara, menunjukkan kebolehan mereka di hadapan ratusan warga yang memadati arena di sepanjang sungai Main.

Panggung Indonesia seluas 800 meter persegi itu pun terlihat dipenuhi oleh para pengunjung yang tidak hanya menyaksikan penampilan seniman dan musisi Indonesia, tetapi juga sambil menikmati kuliner khas Indonesia yang dijajakan di gerai-gerai di sekitar lokasi tersebut.


Credit  ANTARA News

Selasa, 25 Agustus 2015

TNI AD bantu pembuatan film "Jenderal Soedirman"


TNI AD bantu pembuatan film
Letnan Jenderal TNI (Purn) Kiki Syahnakri (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
 
Jakarta (CB) - TNI AD turut membantu pembuatan film Jenderal Soedirman yang mengisahkan perang gerilya Sudirman melawan Belanda pada 1948 besutan sutradara Viva Westi. Cukup jarang TNI membantu pembuatan film nasional secara resmi. 

Soedirman --guru yang lalu menjadi tentara dan jenderal pada usia 35 tahun-- memainkan peran penting dalam sejarah Indonesia. Dia berseberangan dengan Soekarno dan lain-lain pemimpin formal Indonesia, yang memilih upaya diplomatik untuk mengokohkan eksistensi negara. Soedirman memilih perang gerilya dengan rute sepanjang 1.500 kilometer. 

Puncak dari "penyatuan" kedua kubu Indonesia itu --Panglima Besar Soedirman dengan TNI dan gerilyanya dan Soekarno dengan diplomasinya-- saat Soekarno menyambut dia di ruang dalam Gedung Agung, Yogyakarta, pada 1948. 

Sebetulnya banyak sekali kisah sejarah dan sejarah militer Indonesia yang belum digali diinterpretasikan ke layar lebar. Membuat film perang memang memerlukan upaya tersendiri dan sering perlu biaya mahal.

Bekas Wakil Kepala Staf TNI AD, Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Kiki Syahnakri, yang menjadi produser Jenderal Soedirman, mengatakan, TNI AD terlibat sejak penggodokan skenario hingga proses pengambilan gambar.

"Dalam pengembangan skenario, dinas sejarah TNI AD terlibat, juga museum di Jogja dan museum tempat tinggal Jenderal Sudirman, di sana banyak buku," ujar Kiki usai pemutaran "Jenderal Soedirman" di Jakarta, Senin.

Selain itu, para tentara angkatan darat Indonesia juga menjadi pemeran pendukung sebagai para tentara KNIL yang mengejar-ngejar Jenderal Sudirman dalam perang gerilya selama tujuh bulan.

"Persenjataan perang seperti senjata-senjata kuno yang dipakai pada masa perang gerilya kemerdekaan, tank kuno, peluru dan bahan peledak juga disediakan oleh TNI AD," kata Syahnakri.

Dia berharap film ini dapat disukai oleh masyarakat, khususnya generasi muda agar dapat mengenal Jenderal Sudirman lebih dalam.

Jenderal Soedirman diproduksi bersama Staf Umum TNI AD, Yayasan Kartika Eka Paksi, Persatuan Purnawirawan TNI AD dan Padma Pictures.

Film yang disutradarai Viva Westi dibintangi juga Ibnu Jamil, Baim Wong, Nugie, Mathias Muchus, Landung Simatupang, Lukman Sardi , Anto Galon, Gogot Suryanto, Surawan Prihatnolo dan Angga Riyadi. "Jenderal Soedirman" tayang di bioskop mulai 27 Agustus 2015.

Credit  ANTARA News

'Jenderal Soedirman,' Oase Baru Film Sejarah Indonesia


'Jenderal Soedirman,' Oase Baru Film Sejarah Indonesia 
 Adipati Dolken sebagai Jenderal Soedirman. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/ed/NZ/15)
 
Jakarta, CB -- Jenderal Soedirman punya jasa yang sangat besar tehadap kedaulatan negara Repubik Indonesia, baik sebelum ataupun setelah kemerdekaan.

Ia mampu menggalang kekuatan militer Indonesia yang masih terbatas dan terpecah belah, untuk melawan kekuatan penjajahan Belanda yang dikaruniai persenjataan lengkap.

Taktik jitu Jenderal Soedirman adalah perang gerilya. Taktik menyerang sembunyi-sembunyi dan lari dengan perhitungan tepat ini mampu membuat para penjajah kelimpungan. Bahkan taktik arahan Soedirman ini mendapat pengakuan dunia sebagai salah satu taktik perang terbaik.


Kehebatan mengorganisir perang gerilya dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia itulah yang coba dituangkan sutradara Viva Westi ke dalam sebuah film. Film Jenderal Soedirman jadi wujud dari keinginannya tersebut.

Film ini bermula saat Indonesia baru saja merdeka. Saat itu Indonesia baru saja membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan memilih panglima besar. Soedirman (Adipati Dolken) pun terpilih pada pemilihan yang tak beselang lama dengan Agresi Militer II.

Baru saja didapuk sebagai seorang panglima besar, Soedirman harus menerima cobaan dengan terjadinya Agresi Militer II. Belanda mengingkari Perjanjian Renville dan kembali menginvasi Indonesia.

Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, dibombardir. Para pemimpin negara, seperti Presiden Soekarno (Baim Wong) dan Wakil Presiden Hatta (Nugie) ditangkap dan diasingkan. Belanda menyatakan Indonesia sudah tiada.

Meski begitu, Soedirman berhasil lolos dan pergi ke hutan bersama pasukan kecilnya. Ia mengabarkan ke seluruh pelosok negeri lewat radio bahwa Indonesia masih berdiri kokoh dengan kekuatan militer yang kokoh.

Mereka pun memulai taktik perang gerilya dengan memasuki hutan dan mengunjungi kantong-kantong kekuatan militer Indonesia di Jawa.

Meski taktik perang gerilya sudah direncanakan matang-matang, dan Soedirman dikelilingi pasukan yang andal, perjalanan Soedirman tak mudah. Ia harus bergelut dengan penyakit, pengkhianatan, dan perpecahan militer Indonesia pada saat itu.

Namun dengan bantuan orang kepercayaannya, Kapten Nolly (Ibnu Jamil), dan seluruh rakyat Indonesia, ia melakukan perlawanan kepada penjajah dan menegaskan Indonesia masih ada dan berdiri tegak bersama kekuatan militer yang kuat.

 
Para pemain film Jenderal Soedirman, Matias Muchus, Adipati Dolkien, dan Baim Wong. (CNNIndonesia/Endro Priherdityo)
Sejarah dalam Bungkus CGI

Fim  Jenderal Soedirman ini cukup membukakan mata bahwa pahlawan Indonesia bukan hanya Soekarno dan Hatta. Selain kekuatan diplomasi, kekuatan militer kita juga sangat berperan dalam menjaga kedaulatan negara.

Film biopik pertama Viva Westi ini mampu menghadirkan sejarah yang mungkin tak banyak diketahui orang, khususnya anak muda. Film ini juga mampu mengajarkan sejarah kepada penonton tanpa harus merasa digurui sama sekali.

Efek computer-generated imagery (CGI) dalam film ini pun—meski belum begitu halus—menandakan adanya usaha penggarap untuk membuat film ini istimewa dan bisa menumbuhkan minat nonton dari kalangan muda.

Tak hanya CGI, efek ledakan seperti granat dan bom pun juga dilakukan secara nyata lewat bantuan persenjataan TNI AD. Hal tersebut membuat film ini terasa hidup.

Tak Ada Gading Tak Retak

Kehadiran nama-nama besar perfilman, seperti Mathias Muchus, Ibnu Jamil, Baim Wong, dan Lukman Sardi menambah seru fim ini. Tak kalah penting, sang bintang utama yang juga berasal dari kalangan muda berbakat, Adipati Dolken, menunjukkan perfilman Indonesia bukan diisi oleh aktor yang itu-itu saja.

Meski begitu, tak ada gading yang tak retak. Film ini pun tak luput dari salah dan kekurangan.

Film ini dimulai dengan awalan yang kurang "nendang."  Saat adegan awal, tak ada bumper di sekitar lima menit pertama. Adegan yang pertama kali muncul adalah pemilihan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TKR.

Dilanjut dengan persidangan yang menempatkan Soedirman sebagai penanggung jawab kudeta 1946. Barulah film dimulai dengan keluarnya logo beberapa organisasi dan sekejap logo film ini.

Film berbiaya produksi sekitar Rp10-Rp15 miliar ini pun agaknya kurang tepat menempatkan pemeran-pemerannya. Agaknya Baim Wong dan Nugie kurang pas memerankan sang Proklamator karena tak mendapat gereget dan gimmick yang menyerupai. Pemeran Soekarno dan Hatta di film Soekarno mungkin lebih tepat mendapuk peran tersebut.

Sang pemeran utama juga agaknya kurang pas. Mengisahkan Soedirman di usia 29 tahun, wajah Adipati Dolken tak menceminkan usia tersebut. Karena meski usianya 29 tahun, Soedirman memiliki paras yang sedikit lebih tua dari usianya. Meski begitu, pemeran-pemeran tersebut memang menunjukkan kebolehan aktingnya di film ini.

Selain masalah pemeran, film ini juga sedikit bermasalah dalam menimbulkan wow effect. Pasalnya, film tentang perang gerilya ini tak menghadirkan fakta-fakta yang membangun kemegahan taktik gerilya. Hal ini seharusnya membuat taktik gerilya menjadi jualan utama film ini, agar tampak semakin megah dan dikagumi.

Padahal dalam sejarah, ada persiapan dari Soedirman dalam mengantisipasi Agresi Militer II sesaat setelah diangkat sebagai Panglima Besar TKR. Soedirman dan pemimpin militer lain seperti Nasution dan Simatupang telah membuat rencana matang terkait gerilya dan pengerahan beberapa komando pasukan sebelum agresi terjadi. Namun fakta sejarah ini tak dihadirkan ke dalam film dan membuat kekuatan pasukan Soedriman yang sebenarnya tak terlihat.

 
Pecahan uang kertas Rp1.000 bergambar Jenderal Soedirman dengan tahun pencetakan 1968. (CNNIndonesia/Donatus Fernanda Putra)
Pahlawan Juga Manusia

Tak sekadar memuja dan angkat topi, film ini pun berani menelanjangi tokoh-tokoh bangsa. Film ini menghadirkan Soekarno dan Tan Malaka yang menjadi tokoh besar sekaligus kontroversial. Film ini pun benar-benar mengeluarkan sisi manusia keduanya.

Soekarno digambarkan sebagai orang yang tak mau turun berperang bersama rakyatnya. Ia pun digambarkan mengingkari janji pada pidatonya pasca Agresi Militer I. Hal yang paling parah tentu saat ia menyambut kedatangan Soedirman di istana dan difoto wartawan.

"Sudah dapat gambar saya dengan Dimas? Belum? Mari kita ulang," ujar sang proklamator di film ini dengan adegan yang sedikit konyol.

Tan Malaka pun begitu. Ia digambarkan sebagai pembangkang negara. Ia menggalang kekuatan komunis saat para pemimpin bangsa ditahan KNIL. Para tentara komunis pun terlalu digambarkan sebagai kekuatan militer yang keji dan tak bertanggung jawab.

Di luar semuanya, Jenderal Soedirman adalah sebuah film yang mampu menjadi oase baru dalam sejarah Indonesia. Film ini sangat cocok sebagai hiburan sekaligus edukasi masyarakat dalam menyelami masa lalu bangsa ini. Film yang proses produksinya melibatkan 200 kru dan personel TNI AD ini akan tayang di bioskop-bioskop Tanah Air mulai 27 Agustus 2015.


Credit  CNN Indonesia

Indonesia tamu kehormatan Frankfurt Book Fair 2015. Lalu?


Indonesia tamu kehormatan Frankfurt Book Fair 2015. Lalu?
Ilustrasi. Mendikbud Anies Baswedan (kanan) didampingi budayawan Goenawan Mohammad (kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai bertemu Presiden Joko Widodo dan sejumlah media massa Jerman di Istana Negara, Jakarta, Rabu (3/6). Pertemuan tersebut membahas pemilihan Indonesia yang menjadi tamu kehormatan dalam ajang sastra dan kebudayaan internasional di Jerman bertajuk Frankfurt Book Fair yang berlangsung 14-18 Oktober 2015. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Apa yang kita harapkan dari Indonesia adalah keterbukaan, 120 negara akan mengikuti ajang ini. Kami ingin melihat apa yang berbeda dari Indonesia, apa yang terjadi di Indonesia saat ini, apa yang akan terjadi di Indonesia di masa depan...."
Jakarta (CB) - Frankfurt Book Fair (FBF) merupakan pameran buku yang tertua dan terbesar di dunia yang diselenggarakan di Kota Frankfurt, Jerman.

Pelaksanaan FBF 2015 menjadi momentum istimewa bagi Indonesia karena didaulat sebagai Tamu Kehormatan (Guest Of Honour). Tentu saja menjadi Tamu Kehormatan pada FBF 2015 merupakan sebuah kebanggaan tersendiri mengingat Indonesia hanya memerlukan waktu lima 5 tahun untuk menjadi tamu kehormatan, sementara negara lainnya membutuhkan waktu yang lama.

Sebut saja Finlandia yang merupakan negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, harus sabar menanti selama sekitar 26 tahun untuk bisa menjadi Tamu Kehormatan pada FBF.

Adalah sebuah kehormatan sekaligus kesempatan yang langka menjadi Tamu Kehormatan di Festival Book Fair (FBF) 2015, sehingga tentu saja pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai pengelola dan penyandang sebagian dana keikutsertaan Indonesia di FBF 2015 melakukan berbagai persiapan optimal.

Mendikbud Anies Baswedan mengatakan terpilihnya Indonesia sebagai Tamu Kehormatan pada FBF 2015 adalah suatu kehormatan dan merupakan kesempatan yang langka.

"Bila kita melihat negara lain luar biasa usahanya untuk menjadi Guest of Honour (Tamu Kehormatan). Ini adalah blessing untuk Indonesia karena dunia akan melihat kita sebagai negara penuh keberagaman yang harus diperhatikan," kata Anies Baswedan.

Kemendikbud ingin menjadikan Frankfurt Book Fair 2015 sebagai pameran peradaban Indonesia.

Rangkaian kegiatan FBF 2015 sendiri telah dilakukan sejak Maret 2015 hingga puncak acara FBF pada 14-18 Oktober 2015 di Frankfurt, Jerman.

Pada 12-15 Maret 2015 Indonesia telah ambil bagian dalam pameran buku internasional di Jerman, Leipzig Book Fair, dan kini menjadi Negara Tamu dalam Festival Museum Uferfest 2015.

Festival Museum Uferfest atau kerap dikenal dengan Festival Tepi Sungai di Frankfurt, Jerman, merupakan festival budaya terbesar di Eropa yang menampilkan berbagai pertunjukan budaya, musik, dan seni rupa dari seluruh dunia.

Acara pertunjukan seni budaya akbar tahunan itu rata-rata dihadiri sekitar 2 juta orang selama tiga hari. Festival Museum Uferfest akan berlangsung di sepanjang Sungai Main, Frankfurt, persis di seberang deretan museum-museum di tepi sungai yang penuh nilai eksotika itu.

Pada tahun ini, Festival Tepi Sungai ini akan berlangsung pada 28-30 Agustus 2015. Indonesia sebagai negara Guest of Honour (GoH) atau Tamu Kehormatan Frankfurt Book Fair 2015, juga akan menjadi Guest Country atau Negara Tamu dalam salah satu festival budaya terbesar di Eropa itu.

Ratusan kamera televisi Eropa diprediksi bakal menyorot festival tersebut dan Indonesia tampaknya juga akan mendapat sorotan utama di festival itu.

Ketua Komite Nasional Indonesia Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 Goenawan Mohamad mengatakan Indonesia akan mendapat panggung seluas 800 meter persegi di sana dengan posisi yang cukup istimewa karena diunggulkan.

Rencananya, Komite Nasional FBF 2015 akan mendatangkan rombongan Barong Banyuwangi, musikus Dwiki Darmawan yang akan tampil beserta para musisi Eropa, Kua Etnika pimpinan seniman Djaduk Ferianto, dan sejumlah seniman dan artis lainnya.

Menurut Goenawan Mohamad, grup musik Kua Etnika akan memadukan musik etnik tradisional dengan warna musik barat, serta penampilan dari para penyanyi dan musisi dangdut sebagai salah satu genre musik khas Indonesia.

Selain itu, Indonesia juga akan menyajikan beberapa jenis kuliner. Dua buah kereta angkringan untuk berjualan bakso dan sate, misalnya, khusus dibuat untuk itu.

Ketua Komite Pertunjukan, Pameran dan Seminar Slamet Rahardjo Djarot menambahkan Festival Museum Uferfest sebenarnya merupakan agenda di luar Frankfurt Book Fair yang akan berlangsung Oktober 2015.

Namun, karena Indonesia adalah Tamu Kehormatan di FBF 2015, pihak panitia pun akhirnya memberi dukungan kepada Indonesia. "Bahkan kita jadi tamu utama di Uferfest," kata Slamet Rahardjo yang juga aktor kawakan Indonesia.

Dalam festival tersebut, Indonesia akan menyuguhkan tema yang seragam seperti halnya panggung Indonesia di Frankfurt Book Fair 2015 yakni "17.000 Islands of Imagination", yang menampilkan keanekaragaman dan kemajemukan seni budaya Indonesia.

Slamet menuturkan, seniman Indonesia akan menampilkan karya-karya yang menginformasikan bahwa Indonesia ini negara yang sangat kaya dan bisa menginspirasi.

Oleh karena itu, bukan hanya seni budaya tradisional seperti grup musik Kua Etnika yang akan tampil, tetapi juga karya musik kontemporer seperti penampilan musisi Dwiki Darmawan, serta penyanyi muda Dira Sugandi dan Bonita.

Tidak ketinggalan, sejumlah penyanyi dangdut dari Yogyakarta juga akan diboyong ke Festival Tepi Sungai untuk menyuguhkan lantunan musik khas Indonesia itu sekaligus dengan goyangannya.

Tradisi arak-arakan di Indonesia juga akan tampak dengan penampilan Barong Banyuwangi. "Barong itu singa perkasa yang melindungi masyarakat dari berbagai macam bahaya. Kita membawa inspirasi itu ke sana," ujar Slamet Rahardjo.

Ia menegaskan tujuan utama pementasan itu adalah memopulerkan seni dan budaya Indonesia yang penuh keberagaman.

Sementara itu, ketika ditemui saat melakukan sesi latihan di Teater Komunitas Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, para personel grup musik Kua Etnika dan Barong Banyuwangi terlihat serius berlatih.

Selain melatih kekompakan penampilan kelompok masing-masing, mereka juga serius menyusun rangkaian materi penampilan agar menjadi sajian yang menarik bagi para penonton.


FBF 2015

Sementara itu, Frankfurt Book Fair (FBF) di Jerman memang dikenal sebagai ajang rimba buku, di mana para profesional industri buku dunia, baik format cetak maupun digital, berkumpul untuk menampilkan kreasi-kreasi terbaru mereka.

Mulai dari penerbit, penjual, agen, produser film sampai penulis buku turut berpartisipasi di pameran buku tertua dan terbesar di dunia ini. FBF sudah digelar sejak abad ke-15, seiring diciptakannya mesin tik untuk pertama kali oleh Johannes Gutenberg.

President of Frankfurt Book Fair (FBF) Juergen Boos, saat hadir di Jakarta pada Februari 2015, menyatakan sebagai tamu kehormatan, Indonesia diharapkan menunjukkan identitas dirinya yang dimanifestasikan dalam musik, tarian, literatur, atau pameran seni lainnya.

Dikatakannya, FBF 2015 yang akan berlangsung 14-18 Oktober ingin menyajikan budaya Indonesia dalam peta literatur, dan rakyat Jerman serta para pengunjung dari negara lain di pameran tersebut tentu akan sangat penasaran dengan apa yang akan ditampilkan dari peradaban Indonesia.

"Apa yang kita harapkan dari Indonesia adalah keterbukaan, 120 negara akan mengikuti ajang ini. Kami ingin melihat apa yang berbeda dari Indonesia, apa yang terjadi di Indonesia saat ini, apa yang akan terjadi di Indonesia di masa depan. Ini bukan sekadar ajang menampilkan budaya tapi juga untuk saling bertukar budaya," kata Juergen Boos.

Untuk menjawab tantangan tersebut, pada puncak FBF 2015, Indonesia juga akan menampilkan sejumlah kegiatan seperti pameran naskah kuno, arsitektur, fotografi, festival film, pertunjukan seni tradisi dan kontemporer, serta acara seminar tentang perkembangan peradaban Indonesia.

"Kami juga akan memamerkan karya instalasi bambu dari Joko Dwi Avianto, fotografi oleh fotografer senior LKBN Antara Oscar Matuloh, tarian oleh Eko Supriyanto, serta karya mural," kata Goenawan Muhamad.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri telah menganggarkan dana sebesar 10 juta euro atau sekitar Rp146 miliar untuk kegiatan FBF 2015.

Selain pemerintah, banyak pula pihak swasta yang turut membantu dan mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut.

Credit  ANTARA News

Senin, 24 Agustus 2015

Battle of Surabaya: Melihat Perang dari Sudut Pandang Berbeda

Battle of Surabaya: Melihat Perang dari Sudut Pandang Berbeda
Battle of Surabaya (MSV Pictures)

Jika dibandingkan dengan animasi dari negara Asia lainnya, Battle of Surabaya (BOS) dari segi teknis bisa jadi ketinggalan.
Namun keberanian mengangkat tema berat (sejarah, apalagi perang) layak diapresiasi. Ia menggunakan pendekatan guyonan lokal, minim darah, dan menitikberatkan pada persahabatan ketimbang persoalan siapa yang akhirnya memenangkan pertempuran. Cerita yang disuguhkan selama hampir 100 menit menerjemahkan judul kecil yang menyelinap di posternya.
Musa kecil (Ian) dibesarkan oleh ibu dalam kondisi serba kekurangan. Ia menjadikan Kapten Yoshimura (Tanaka) layaknya ayah sendiri. Hidup di negara terjajah membuatnya belajar menyambung hidup. Musa bekerja sebagai tukang semir sepatu di lingkungan militer Tanah Air. Bukan sembarang tukang semir. Ia merangkap pekerjaan sebagai kurir penyampai pesan rahasia para pejuang di Surabaya dan sekitarnya. Suatu ketika ia mengenal Yumma (Maudy). Keduanya berinteraksi akrab.
Suatu saat, ketika Yumma membersihkan diri di sungai, Musa melihat simbol tiga noktah hitam di antara leher dan pundaknya. Selidik punya selidik, Yumma adalah anggota komunitas Kipas Hitam bentukan Nippon yang menentang perjuangan rakyat Indonesia mencapai kemerdekaan. Yumma sendiri dekat dengan seorang pejuang bernama Danu (Reza).

Aryanto menyadari siapa segmen film animasi. Tema sejarah khususnya perang tampak terlalu keras untuk dinikmati anak-anak. Ia kemudian menampilkan perang dari sudut pandang berbeda. Salah satunya, membalik arah perang ke masa-masa genting sebelum perang di Kota Pahlawan meledak.
Animasi, sebagai medium menghibur dan mengedukasi di tangan Aryanto menjalankan fungsi dengan baik. Menjelang pertengahan, BOS memperkenalkan tokoh-tokoh penting yang kini kita kenal sebagai orang-orang mahsyur di balik peristiwa 10 November seperti Bung Tomo (Ernanta Kusuma), Residen Soedirman (Guritno) dan Gubernur Soerjo (Hermano).
Sadar bahwa sejarah berpotensi membosankan, naskah yang ditangani sang sineas bersama M. Suyanto dibuat (sesekali) penuh canda. Adegan sersan berlogat Jawa medok menaksir gadis penjual warung, Musa tidak sengaja mengintip Yumma di kali, atau peluru nyasar mengenai cangkir kopi yang hendak diminum merupakan beberapa momen lelucon klasik yang masih bisa mengundang tawa.
Di sini lain, cinta dan pengorbanan digali beberapa kali untuk membuat penonton teriris sedih. Ini sekaligus mengajar anak-anak bahwa kemerdekaan yang mereka nikmati (dan peringati tempo hari) dibangun di atas darah, air mata, dan nyawa bergelimpangan.
Pada menit awal, naskah BOS terasa tertatih. Klimaks peperangan yang diharapkan penonton dewasa akan diterjemahkan dalam adegan-adegan akbar tidak terkabul. Niat sang sineas memang ingin memberi tahu audiens bahwa perang, apa pun alasannya, tak perlu dikobarkan. Mengapa? Jawabannya ada di poster. There is no glory in war. Tidak ada kemenangan di dalam perang.
Di sisi lain, kita melihat upaya para pengisi suara menghidupkan karakter. Danu di tangan Reza mudah dikenali. Suara Maudy entah mengapa bikin pangling. Terdengar lebih imut, sedikit melankolis. Mengejutkan mendengar Maudy mempersentasikan Yumma dalam “model” suara seperti ini. Di atas kelemahan dan kelebihannya, BOS pergerakan maju di tengah minornya populasi animasi lokal di layar lebar kita. Petualangan Singa Pemberani dan Meraih Mimpi tidak disambut hangat.
Mendengar beberapa kali show BOS di Yogyakarta laris manis, saya senang. Bukan karena ini karya orang Yogyakarta maka “meledak” di kota asalnya. Tapi kabar itu menerbitkan harapan semoga kota-kota lain pun mengapresiasi BOS sehangat Yogyakarta. Dan semoga pada masa mendatang akan hadir lebih banyak animasi 90 menitan di bioskop kita.
Pemain    : Ian Saybani, Maudy Ayunda, Reza Rahadian, Tanaka Hidetoshi, Darryl Wilson
Produser  : Adi Djayusman, Hery Soelistio, Aryanto Yuniawan
Sutradara : Aryanto Yuniawan
Penulis     : Aryanto Yuniawan, M Suyanto
Produksi  : MSV Pictures, Amikom Yogyakarta
Durasi      : 99 menit

Credit  Tabloidbintang.com



Rabu, 12 Agustus 2015

Museum di Spanyol pamerkan alat musik tradisional Indonesia


Museum di Spanyol pamerkan alat musik tradisional Indonesia
Alat musik tradisional Indonesia yang dipamerkan di Museo de la Musica Etnica de Busot di Alicante, Spanyol. (Facebook Kota Busot/Ayuntamiento de Busot)
 
London (CB) - Museum Musik Etnik Kota Busot di Spanyol memamerkan koleksi alat musik tradisional Indonesia seperti gamelan Jawa, angklung Sunda, kentong kayu, kundu Papua, serta gamelan jegog, ceng ceng, guntang, dan gong gayor dari Bali.

Alat musik tradisional Indonesia menjadi bagian dari koleksi Museo de la Musica Etnica de Busot yang meliputi alat-alat musik tradisional dari berbagai negara Eropa, Amerika Latin, Afrika, Asia dan Australia milik kolektor Carlos Blanco Fadol asal Uruguay.

Menurut siaran pers dari bagian Penerangan, Sosial dan Budaya Kedutaan Besar Indonesia di Madrid, Carlos Blanco Fadol adalah seniman suling yang tinggal di Alicante dan merupakan bagian dari Sahabat Indonesia.

Carlos Blanco Fadol sering keliling Indonesia dan mempelajari musik etnik di berbagai daerah termasuk suling, angklung dan jegog.

Menurut Wali Kota Busot Alejandro Morant, yang secara resmi membuka museum pada 4 Agustus lalu, museum musik etnik itu akan menambah daya tarik wisata kota yang setiap tahun menarik sekitar 600.000 wisatawan asal Inggris, Norwegia dan Jerman dengan obyek wisata gua kuno Cuevas del Canelobre dan tradisi Paskah disertai festival religi sepekan.

KBRI Madrid menjadikan museum itu sebagai wahana potensial untuk menjalin kerja sama dengan Pemerintah Kota Busot dalam mempromosikan budaya dan musik Indonesia.

KBRI Madrid menyetujui tawaran kerja sama pelatihan gamelan Jawa di Museo de la Musica Etnica de Busot, yang berada Kota Busot, Provinsi Alicante, bagian dari Komunitas Otonom Valencia yang mengandalkan pendapatan daerah dari investasi sektor pariwisata dan kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara.

Credit  ANTARA News

Kecanggihan Para Empu Keris


 
BARRY KUSUMA Keris yang dibuat di Desa Aeng Tongtong di Sumenep, Madura, Jawa Timur.


 CB - Sebagai warisan budaya yang diakui UNESCO, pengetahuan kita tentang keris cenderung sangat kurang. Kalaupun keris didiskusikan, biasanya aspek bentuk, pamor, dan mistiknya. Padahal, senjata ini juga bisa dilihat sebagai produk budaya yang menandai kemajuan ilmu dan teknologi metalurgi masyarakat Nusantara di masa lalu.

Sebagai sebuah produk budaya, keris menyebar di hampir seluruh Nusantara, utamanya di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali, Jawa, dan Madura, dengan berbagai variasi penyebutan. Bahkan, keris juga ditemui di Malaysia, Thailand, dan Filipina.

Aneka variasi keris dan senjata pusaka lain dari berbagai daerah di Nusantara ini yang akan dipamerkan di Bentara Budaya Jakarta pada 11-16 Agustus 2015. Sebagian besar yang dipamerkan adalah senjata pusaka masyarakat pesisir. Selain itu juga akan digelar sarasehan dan diskusi tentang keris bahari.

Budaya Nusantara

Asal-usul keris hingga sejauh ini masih menjadi perdebatan. Sebagian menyebutnya berasal dari Jawa, misalnya Bambang Harsrinuksmo dalam Ensiklopedi Keris (2004). Namun, sebagian menyebutnya berasal dari budaya Melayu, seperti Sir Thomas Raffles dalam The History of Java (1817). Yang jelas, UNESCO telah menyebut keris sebagai a distinctive, asymmetrical dagger from Indonesia.

Penyebaran keris yang meluas menunjukkan bahwa teknologi ini pernah dipertukarkan secara intensif melalui kegiatan pelayaran di masa lalu. Bukan hanya teknik pembuatannya yang dipertukarkan, logam untuk membuat keris juga merupakan komoditas pelayaran yang penting. Misalnya, besi Luwu (Sulawesi Selatan) yang dikenal sebagai bahan pamor keris diperdagangkan ke Jawa (Majapahit) sejak abad ke-14 (Ian Caldwell, 1998), dan masih terjadi hingga tahun 1930-an (Harsrinuksmo, 2004).

Menurut sejarawan Bugis, Edward L Poelinggomang, besi Luwu diekspor melalui Teluk Bone, dan menjadi komoditas penting bagi pelaut Bugis dan Jawa. "Selain pedagang Majapahit, pedagang dari Buton juga mengambil bijih besi dari Luwu dan membangun industri besi di Kepulauan Tukang Besi, sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Wakatobi," katanya.

Tak hanya besi Luwu, beberapa wilayah lain di Nusantara juga tercatat memiliki kekayaan material bahan baku. Misalnya, Minangkabau yang disebut memiliki "Gunung Besi" dan telah ditambang selama berabad-abad sebelum datangnya era industri besi modern oleh Belanda pada abad ke-18.

Seperti disebutkan Marsden (1783), para perajin Minangkabau "sejak dari dulu sekali sudah membuat persenjataan untuk digunakan sendiri dan untuk memasok penduduk bagian utara dari pulau tersebut". Demikian halnya, Bangka dan Belitung telah mengekspor besi serta perkakas besi melalui penguasa di Palembang (Tome Pires, 1515). Sementara Kerajaan Pajajaran di Jawa Barat sebelum tahun 1500 telah menambang bijih besi yang mengandung titanium dari pegunungan Jawa barat daya (Anthony Reid 2014).

Spesifikasi besi yang bervariasi ini rupanya telah dikenali para empu, pembuat keris, sejak lama. Hal ini misalnya termaktub dalam Serat Paniti Kadgo (1929), yang pada bab pertama mendeskripsikan karakter sedikitnya 20 jenis besi bahan keris.

"Deskripsi Serat ini menunjukkan penguasaan masyarakat tradisional tentang besi, yang merupakan dasar penting bagi metalurgi keris," kata Jimmy S Harianto, pemerhati dan kolektor keris. "Sayangnya, teknologi pembuatan ini jarang dipelajari lagi. Kebanyakan masyarakat sekarang melihat keris hanya dari segi bentuknya atau malah mistik. Kalaupun ada yang meneliti aspek ilmu dan teknologinya, justru orang asing."

Teknologi metalurgi

Sebagai bagian dari tosan aji (senjata pusaka), keris dianggap unik karena berhasil memadukan seni mengolah besi sehingga menghasilkan produk yang memiliki dimensi fungsional (kuat, ringan, dan tajam), namun juga memiliki tampilan menawan. Kuat tetapi ringan, dan ketajaman keris biasanya diperoleh dari lapisan besi dan baja yang ditempa melalui proses berlapis. Tampilannya yang elok diperoleh dari besi pamor, yang dicampurkan ke dalam bilah ini melalui berbagai teknik.

Penelitian yang dilakukan ahli fisika nuklir, Haryono Arumbinang, terhadap sejumlah keris di Jawa kuno menemukan pamor dalam senjata pusaka ini memiliki kandungan besi (Fe) dan arsenikum (As). Selain itu, unsur yang dominan dijumpai adalah titanium (Ti). Adapun nikel (Ni) juga dijumpai pada bilah walaupun frekuensinya tidak sebanyak Ti. Dalam dunia modern, titanium dan nikel dikenal sebagai logam berkualitas tinggi karena sifatnya yang kuat, ringan, dan tidak berkarat. Titanium menjadi bahan pembuat pesawat dan menjadi bahan mahal.

Menariknya, pengujian yang sama terhadap perkakas sabit (alat pertanian) kuno ternyata tidak menemukan unsur Ti, hanya Fe dan Mn, sehingga disimpulkan bahwa penggunaan unsur Ti dan Ni untuk keris merupakan kesengajaan. "Kiranya tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa para empu di masa lalu telah mengenal dan melakukan ilmu paduan logam untuk memperbaiki mutu bahan," tulis Arumbinang (1996).

Kecanggihan metalurgi ini menghasilkan masyarakat Nusantara di masa lalu yang dikenal sebagai salah satu produsen senjata bermutu. Seperti dicatat Tome Pires (1515), hasil kerajinan besi Jawa dikenal indah, utamanya keris dan pedang, yang diekspor sampai ke India.

Berada di persilangan tumbukan lempeng benua, Nusantara merupakan negeri dengan geologi ekstrem. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya jumlah gunung api-mencapai 127 gunung api yang merupakan jumlah terbanyak di dunia. Keaktifan geologi inilah yang juga memicu negeri ini kerap dilanda gempa bumi dan tsunami. Namun, setting geologi ini pula yang menyebabkan negeri ini memiliki kekayaan mineral logam, seperti emas, perak, besi, nikel, timah, dan titanium.

Masyarakat tradisional Nusantara terbukti memiliki ilmu dan teknologi memanaskan batu hingga menjadi perkakas logam sehingga bisa menyejajarkan diri dengan bangsa-bangsa besar lain di dunia. Namun, jika kita melihat situasi terkini, kebanyakan mineral alam yang dihasilkan negeri ini lebih banyak diekspor dalam bentuk mentah, yang menunjukkan ada kemunduran peradaban.


Credit  KOMPAS.com

Senin, 13 Juli 2015

Kisah Rencong, Senjata Legendaris Kesultanan Aceh


 
SERAMBI INDONESIA/NURUL HAYATI Rencong, senjata dan cenderamata Aceh.


BANDA ACEH,CB - Rencong adalah senjata tradisional Aceh. Konon benda tajam berukuran kecil ini sudah dikenal sejak masa kesultanan pada abad ke-17 masehi.

Rencong menggantikan kedudukan pedang karena dinilai keberadaannya tidak mencolok. Pada masa itu budaya ngopi sudah akrab dengan masyarakat, sehingga sultan yang ingin ‘blusukan’ memilih membawa rencong untuk berjaga-jaga.

Kini rencong telah bermetamorfosis dan beralih fungsi menjadi cenderamata. Bagi anda pecinta wisata belanja, maka tidak ada salahnya menambah koleksi bertema etnik.

Terlebih lagi sebilah rencong bukan senjata tajam biasa karena benda ini menyimpan nilai historis. Di Aceh, rencong kerap dijadikan sebagai cenderamata bagi tamu kehormatan.

Benda tajam yang terbuat dari besi atau kuningan bergagang tanduk atau kayu berukir ini juga populer sebagai souvenir khas. Pelancong seringkali menyelipkan rencong ke dalam daftar buruan yang diincar untuk ditenteng sebagai oleh-oleh.

Riwayat rencong

Serambi Indonesia berkesempatan menyambangi ‘dapur’ pembuatan senjata tajam legendaris tersebut di Desa Baet Mesjid, Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten Aceh Besar. Daerah itu terkenal sebagai sentra pembuatan rencong kekinian.

Pada zaman Kerajaaan Aceh Darussalam yang berpusat di Kutaraja (sekarang Banda Aceh), para perajin berkumpul di Gampong Pande. Pande bermakna pandai. Dinamai demikian karena di situlah para pandai besi berhimpun.

“Perbedaan rencong zaman dulu hanya mengenal satu model, jadi semuanya sama. Kalau sekarang rencong sudah banyak dikreasi khususnya pada bagian gagang, ada yang menggunakan tanduk kerbau ada juga yang memakai kayu atau kombinasi keduanya. Selain itu motif ukirannya juga lebih kreatif,” ujar Zuhri Hasyim (52), seorang perajin rencong dari Desa Baet Mesjid Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar.

Proses pembuatan

Laki-laki yang sejak umur 16 tahun menggeluti profesinya sebagai perajin, biasa membuat rencong sesuai pesanan. Rata-rata dalam sehari ia menyelesaikan pembuatan sebilah rencong.

Prosesnya dimulai dari mengolah bahan baku berupa besi putih atau besi hitam.
Bahan baku tersebut diambil dari bahan bekas yang sudah tak terpakai atau dibelinya dari penggalas. Besi batangan itu lantas dibelah sesuai kebutuhan. Tahap selanjutnya sekaligus yang paling menentukan adalah proses tempa.
Potongan besi dipanaskan di atas bara, kemudian besi yang telah menyala merah itu ditaruh di atas tatakan lantas dihantam berulang-ulang menggunakan semacam palu berukuran ektra besar. Begitu seterusnya hingga mencapai hasil yang diinginkan.

Sementara proses pembuatan gagang dimulai dari memotong kayu atau tanduk. Keduanya lantas dibuat pola untuk kemudian diukir menggunakan kikir. Tempo dulu ukiran yang diterapkan sebatas motif etnik seperti motif pintu Aceh atau pucuk rebung.

Namun seiring perkembangan zaman, kini perajin lebih berani berkreasi dengan menerapkan aneka motif tumbuh-tumbuhan ataupun hewan. Yang terakhir disebutkan tidak mempunyai makna khusus.

Tahap terakhir atau finishing, gagang yang sudah diukir lantas dihaluskan dengan menggunakan alat khusus. Lalu dimasukkan ke dalam besi yang sudah selesai dibentuk. Jadilah rencong Aceh.

 
SERAMBI INDONESIA/M ANSHAR ILUSTRASI - Dua penari wanita memperagakan aksi teatrikal sambil memegang rencong untuk melawan penjajah pada pawai budaya di halaman Balai Kota, Banda Aceh, Sabtu (29/1/2011). Pawai budaya yang diikuti ratusan pelajar, pemuda, pegawai negeri sipil, dan masyarakat tersebut dalam rangka mendukung pencanangan program 'Visit Banda Aceh Year 2011'.


Harga dan lokasi

Zuhri melepas karyanya mulai harga Rp 100.000 hingga Rp 120.000 untuk sebilah rencong. Itu kalau membeli langsung ke perajin yang berlokasi sekitar 25 Km dari pusat Kota Banda Aceh. Anda tinggal mengikuti jalan nasional Banda Aceh-Medan dan berbelok ke Desa Baet Mesjid, Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten Aceh Besar yang berjarak sekitar 1 Km dari jalan raya.

Untuk menuju kemari anda bisa memilih menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum dengan tujuan Kabupaten Aceh Besar. Jika bepergian dengan menggunakan jasa travel, maka anda tingga meminta untuk memasukkan sentra perajin rencong ke dalam destinasi wisata. Selain Zuhri, di sini terdapat tiga perajin lainnya yang menawarkan karya serupa.

Jika anda tidak berkesempatan menyambangi langsung perajinnya, maka cenderamata itu juga bisa anda dapatkan di toko-toko suvenir di pusat Kota Banda Aceh. Namun tentu dibanderol dengan harga yang lebih tinggi.

Sentra suvenir tersebar di Jalan Sri Ratu Safiatuddin Desa Peunayong Kecamatan Kuta Alam ataupun Jalan Mohd Djam Desa Kampung Baru Kecamatan Baiturrahman atau juga Jalan Tentara Pelajar Desa Merduati Kecamatan Kutaraja.

Tips membeli

Agar tidak berkarat, Zuhri menyarankan membeli rencong yang terbuat dari besi putih. Selain itu jika memesan langsung ke pengrajin, anda bisa order jumlah dan motif serta mendapatkan semacam garansi jika terjadi kerusakan.

Untuk cenderamata tentu lebih menarik kalau dikemas dalam pigura. Anda bisa minta sekalian dibuatkan dengan catatan di luar harga rencong. Bagaimana anda tertarik menenteng oleh-oleh senjata legendaris kesultanan Aceh?



Credit  KOMPAS.com

Rabu, 08 Juli 2015

Kisah Pelawak Eddy Gombloh Habiskan Masa Tua di Kampung Halaman



 
Tribun Jogja/Khaerur Reza Eddy Gombloh (74), pelawak kawakan di era 1980-an, saat ditemui di kediamannya.


YOGYAKARTA, CB — Pasca-masa kejayaannya meredup, Eddy Gombloh (74), pelawak kawakan yang kerap berperan sebagai sosok orang bodoh dalam film Koboy Ngungsi, Benyamin Tukang Ngibul, dan Inem Pelayan Sexy, memilih hidup sederhana di Tempel, Pekem, Sleman, Yogyakarta.

"Tahun 2006, saya pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Saya beli rumah di Pakem, Sleman, ini," ujar Eddy Gombloh, Selasa (7/7/2015).

Pilihannya untuk menghabiskan hari tua di Yogyakarta berawal ketika dia bersama rekan-rekannya memberikan bantuan untuk korban gempa Bantul pada 2006 silam. Ketika melewati daerah Turi, Sleman, Gombloh merasakan suasana yang nyaman dan tenang.

Dia lantas menaruh harapan bahwa suatu saat akan tinggal di daerah itu.

"Ya awalnya pengen, eh beneran dapat rumah di sini. Kesampaian juga tinggal di sini," ucapnya.

Dia mengakui bahwa memang Jakarta menjanjikan harapan untuk mendapatkan uang yang lebih besar bagi dirinya sebagai pemain film. Namun, dia merasa masa kejayaannya sudah redup seiring order main film yang mulai sepi. Dia pun memutuskan untuk menghabiskan masa tuanya di tempat kelahirannya di Yogyakarta.

"Sudah sumpek dan ingin tenang. Ya meski di sana menjanjikan, tapi kan saya sudah tua," ucapnya.

Fotokopi dan salak

Di rumahnya saat ini, pelawak era 80-an ini tinggal bersama istrinya, Murtina Lubalu, dan anaknya, Ayu Adina. Pelawak yang kerap beradu akting dengan aktor legendaris Indonesia, Benyamin Sueb, ini kini menekuni usaha fotokopi dan perkebunan salak.

Menurut Gombloh, dia sudah menyiapkan hari tuanya sejak jauh hari. Dari muda, dia sudah rajin menyisihkan penghasilannya untuk ditabung.

"Tahun 1980, satu episode saya dapat upah Rp 2 juta. Jumlah itu sangat besar kala itu. Sebagian besar saya tabung," katanya.

Bahkan, demi persiapan masa tuanya, lanjut Gombloh, kala banyak orderan main film, dia lebih memilih naik angkot menuju ke lokasi shooting. Dia juga memilih hidup sehat dan sederhana meski kala itu menjadi artis film yang cukup terkenal.

"Saya tidak pernah gengsi. Daripada untuk sesuatu yang tidak berguna seperti rokok dan minuman, (penghasilan) lebih baik ditabung. Banyak teman yang honornya habis semalam untuk minum," tuturnya.

Dari hasil menabung itulah, Gombloh mampu membeli ruko di Jakarta untuk dikontrakkan lalu membeli rumah di Tempel, Sleman, serta membuka usaha fotokopi dan menanam salak.

"Meski penghasilan tidak banyak, jangan sampai (kita) menadahkan tangan," ujarnya.

Untuk artis muda

Pria kelahiran 17 Agustus 1941 ini terkadang miris ketika melihat artis-artis muda hidup berfoya-foya tanpa memikirkan saat-saat kejayaan itu redup. Seharusnya, selagi masih muda dan berada di puncak, penghasilan yang didapat sebagian ditabung sehingga suatu saat bisa membuka usaha ketika tidak main film lagi.

Dia juga sedih ketika menyaksikan teman-temannya yang dulu sukses tetapi kini pada masa tuanya tidak memiliki apa-apa karena tidak mempersiapkanya jauh-jauh hari.

Oleh karena itu, dia berpesan agar artis-artis muda dapat belajar mempersiapkan segala sesuatunya untuk masa tua.

"Jadikanlah kami yang tua ini sebagai contoh. Meski zaman dulu dan sekarang sudah berbeda, pengalaman itu adalah guru," ucapnya.



Credit  KOMPAS.com




Kamis, 11 Juni 2015

Menguak Rahasia Tempat Bercinta Para Raja dan Ratu Kidul

Dengan susah payah dan penuh perjuangan, akhirnya keraton itu berdiri.

Menguak Rahasia Tempat Bercinta Para Raja dan Ratu Kidul
Lukisan Ratu Pantai Selatan. (http://www.youtube.com/all_comments?v=ZSA6T1mgQfs)
 
  CB - Pada 1744, Susuhunan Paku Buwono II mendirikan Keraton Kasunanan sebagai pengganti Keraton Surakarta yang hancur usai peristiwa Geger Pecinan pada 1743.

Keraton terakhir dari Kesultanan Mataram itu, akhirnya didirikan di Desa Sala (Solo), sebuah desa kecil yang berada di dekat pelabuhan di sebelah barat Sungai Bengawan Solo.

Dengan susah payah dan penuh perjuangan, akhirnya keraton itu berdiri dengan gagah. Usai pembangunan itu, atas keinginan seluruh penghuni keraton, nama desa itu diganti dengan nama Surakarta Hadiningrat.

Roda kehidupan mulai bergerak, usai Keraton Kasunanan berdiri. Raja dan rakyat hidup berdampingan dengan damai dan bersahaja.

Waktu terus berlalu, hingga akhirnya sampailah usia keraton itu menginjak 20 tahun. Selama waktu itu, banyak sudah bangunan bagian dari keraton yang didirikan untuk mencukupi kebutuhan berlindung para penghuni keraton.

Pada tahun 1782, atau 1708 dalam kalender Jawa. Sri Susuhunan Paku Buowo III mendirikan mendirikan sebuah bangunan bernama Panggung Sangga Buwana.

Bangunan berbentuk menara itu dibangun di dalam lingkungan kedhaton Keraton Kasunanan Surakarta.

Bentuk bangunan ini cukup unik, pada puncak bangunan Panggung Sangga Buwana yang berbentuk seperti topi bulat terdapat sebuah hiasan seekor naga yang dikendarai manusia yang memegang busur dan anak panah.

Menurut Babad Surakarta, hal itu bukan sekedar hiasan semata, tetapi juga dimaksudkan sebagai sengkalan tahun pendirian.

Sebagai pengingat, tahun pembuata bangunan itu diberi pertanda dengan sengkalan milir bertuliskn "Naga Muluk Tinitihan Janma" yaitu tahun 1708, atau sengkalan milir yang menandakan nama menara tersebut, yaitu "Panggung Luhur Sinangga Buwana" yang juga memiliki makna tahun 1708.


Tempat menyimpan rahasia ramalan kemerdekaan Indonesia

Pada Panggung Sangga Buwana masih didapati sebuah sengkalan milir yang pada zaman penjajahan Belanda dirahasiakan keberadaanya.

Sebab, diketahui sengkalan terakhir ini berupa sebuah ramalan tentang tahun kemerdekaan Indonesia, sehingga jelas akan menimbulkan bahaya apabila diketahui oleh Belanda.

Sengkalan rahasia yang dimaksud adalah terletak pada puncak atas panggung yang telah disinggung, yaitu Naga Muluk Tinitihan Janma. Bentuk dari hiasan tersebut adalah manusia yang naik ular naga tengah beraksi hendak melepaskan anak panah dari busurnya, sedangkan naganya sendiri digambarkan memakai mahkota.

Hal ini merupakan Sabda terselubung dari Sunan PB III. Seorang punjangga keraton Surakarta  bernama Rng.Yosodipuro, mengartikan sengkalan itu ternyata sesuai dengan ramalan tahun kemerdekaan bangsa Indonesia adalah tahun 1945.

Panggung Sanggabuwana memiliki tinggi sekitar 30 meter, dan memiliki empat tingkat. Pada tingkat tiga, menghadap ke utara, terdapat sebuah jam besar yang dapat berbunyi sendiri.

Pada tingkat yang paling atas, digunakan untuk ber meditasi, sesaji, berinteraksi dengan sukma kasarira (Ratu Rara Kidul), dan melihat pemandangan kota sekitarnya.


 Tempat bercinta Raja dengan Ratu Kidul

Selain sebagai tempat menyimpan rahasia ramalan kemerdekaan Indonesia, dari kaca mata mistik kejawen, Panggung Sangga Buwana juga dipercaya sebagai tempat pertemuan raja-raja Surakarta dengan Kanjeng Ratu Rara Kidul.

Hal itu ditandai dengan letak Panggung Sangga Buwana tersebut, persis segaris lurus dengan jalan keluar kota Solo yang menuju ke Wonogiri. Konon, menurut kepercayaan, hal itu memang disengaja, sebab datangnya Ratu Kidul dari arah Selatan.

"Sampai sekarang, Sangga Buana masih difungsikan untuk semedi Raja dan bertemu Ratu Rara Kidul," ujar Purwanto, abdi dalem keraton.

Selain berfungsi sebagai tampat meditasi, panggung Sangga Buwana juga dijadikan sebagai sarana pengontrol keadaan sekitar keraton, mengingat bangunannya yang lebih tinggi dari bangunan sekitar.

Menara ini pernah terbakar pada 19 November 1954, lalu dibangun kembali dan selesai pada tanggal 27 Rabingulawal 1891, atau 30 September 1959.

Sebelum terbakar, bentuk atapnya dinamai tutup saji, yaitu atap yang berbentuk hasta wolu, atau segi delapan. Namun, sekarang bentuknya dibuat seperti payung yang sedang terbuka.




Credit  VIVA.co.id


Selasa, 09 Juni 2015

Reog Ponorogo raih piala di Taichung Taiwan


Reog Ponorogo raih piala di Taichung Taiwan
ilustrasi - suatu pagelaran reog (ANTARA FOTO/Siswowidodo) 
 
Taipei (CB) - Kesenian reog Ponorogo berhasil meraih Piala Departemen Tenaga Kerja Taichung dalam ajang pekan budaya internasional yang diikuti para tenaga kerja asing di Taiwan.

"Saya sangat bangga dan senang atas keberhasilan ini. Semoga teman-teman TKI (tenaga kerja Indonesia) dapat terus mengharumkan nama bangsa," kata Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, Arief Fadillah, Senin.

Pekan budaya internasional yang digelar di Taichung, Minggu (7/6) itu diikuti 15 kelompok seni dari berbagai negara. Reog Ponorogo dibawakan oleh para TKI yang tergabung dalam Paguyuban Seni Reog Singo Barong Taiwan.

Depnaker Taichung menyelenggarakan ajang tersebut setiap tahun untuk memperkenalkan budaya para tenaga kerja asing kepada masyarakat Taiwan.

Selain itu, kegiatan tersebut menjadi wadah bagi para TKI yang memiliki bakat seni dan budaya.

"Kami sangat berharap ajang kegiatan seperti ini terus digelar secara rutin untuk mengasah kreativitas kami dalam berkesenian," kata Ketua Paguyuban Seni Reog Singo Barong Taiwan, Achmad Sugiartono.

Ia pun merasa bangga karena seni yang disuguhkannya mampu menarik perhatian masyarakat Taiwan sekaligus berhasil menyisihkan duta seni dari Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Warga Taichung yang mengisi libur akhir pekan di taman kota tersebut juga mengabadikan aksi para seniman reog yang sehari-hari bekerja di berbagai sektor industri di Taiwan.

"Keberhasilan ini juga melecut semangat kami untuk menunjukkan jati diri bangsa yang kaya akan budaya dan seni kepada masyarakat internasional di Taiwan," kata Sugiartono didampingi Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Iman Adipurnama.

Credit  ANTARA News





Kamis, 04 Juni 2015

Kisah Diplomat RI, 8 Tahun Minta Maaf Hindari Hukum Pancung

Keenam warga Banjar itu akhirnya bebas tanpa bayar denda.

Kisah Diplomat RI, 8 Tahun Minta Maaf Hindari Hukum Pancung
Fadhly Ahmad (di tengah dan mengenakan dasi) diplomat RI bersama keluarga korban Pakistan yang dibunuh oleh lima warga Banjar, Kalimantan Selatan tahun 2006 lalu.  (Istimewa)
CB - Fadhly Ahmad tak menyangka harus berhadapan dengan kasus pelik ketika dikirim bertugas di KJRI Jeddah, Arab Saudi. Fadhly diminta membantu proses pengurusan kasus enam warga Banjar, Kalimantan Selatan, yang terlibat kasus pembunuhan seorang warga Pakistan.

Ditemui VIVA.co.id di kantor Kementerian Luar Negeri, kawasan Pejambon, Jakarta Pusat, pada Rabu, 3 Juni 2015, pria kurus itu berkisah pembunuhan tersebut sebenarnya dilakukan oleh lima orang. Satu orang lainnya turut menjadi fasilitator dari aksi sadis tersebut.

"Kasus pembunuhan ini sudah mencuat pada 2006. Sementara, saya baru tiba magang di KJRI Jeddah tahun 2009. Mereka turut melibatkan saya dalam kasus itu, karena mengetahui saya memiliki latar pendidikan Master di Islamic International University di Islamabad," turut Fadhly.

Atasan Fadhly beranggapan jika dia ikut diterjunkan dalam kasus tersebut, maka akan lebih mudah mendekati keluarga Zubair bin Hafizh Ghul yang telah dibunuh oleh lima warga Banjar itu. Pendekatan itu dilakukan, agar mereka bisa memberikan maaf bagi kelima warga Banjar agar terlepas dari hukuman pancung di Arab Saudi.

Diberi kepercayaan yang demikian tinggi, maka Fadhly pun menjalankan amanah tersebut. Tetapi, begitu menjejakkan kaki kali pertama di kediaman Ibu Zubair, wanita tua itu langsung memaki Fadhly.

"Kamu adalah pembela kriminal! Pembela kriminal adalah kriminal juga!" teriak Ibu Zubair, Ghulam Zahrah Hafizh, ketika melihat sosok Fadhly di depan pintu dan menyebut kata "Indonesia".

Respons serupa juga harus diterima Fadhly ketika berkunjung kali kedua ke rumah Zahrah. Bahkan, saat kali keempat berkunjung, responsnya tak jauh berbeda.

Wajar, sebab putra tertua mereka dibunuh dengan cara dipukul beramai-ramai. Lalu, setelah tewas, jasadnya malah disemen oleh kelima pelaku.

Fadhly pun mencoba untuk menyampaikan permintaan maaf dan rasa bela sungkawa dengan cara yang paling sopan, kendati Ghulam tetap memberondong diplomat Indonesia tersebut dengan caci maki. Tidak bisa didekati melalui sang ibu, Fadhly kemudian berkenalan dengan adik korban yang bernama Yunus.

"Orangnya sangat aktif dan komunikatif. Dari dia, saya bisa dekat dengan keluarga. Kami kerap berkomunikasi melalui telepon dan bertandang ke rumahnya," tutur Fadhly.

Dengan keluarga Zahrah, Fadhly mengaku tak pernah membicarakan kasus keenam warga Banjar dan permohonan maaf.

"Yang saya tonjolkan adalah kedekatan budaya antara saya dengan Pakistan karena sebelumnya saya pernah menuntut ilmu di sana. Saya sering mengatakan kepada mereka jika saya kangen masakan Pakistan," kata Fadhly bercerita.

Selain itu, Fadhly dan Yunus memiliki kesamaan gemar menonton pertandingan Al Ittihad, klub sepak bola terbaik di Jeddah. Semuanya dilakukan, agar bisa mendekati keluarga dan memberikan maaf bagi lima warga Banjar tersebut.

Menurut dia, pendekatan yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa percaya tidaklah mudah. Walaupun, pada akhirnya, kedekatan yang dibangun antara Fadhly dengan keluarga korban berhasil menimbulkan rasa percaya.

"Di situ, Yunus mulai bercerita dan mengatakan ibunya tengah sakit. Dia mengatakan biaya yang ada saat ini pas-pasan. Lalu, saya katakan kepada dia agar dirawat di sebuah Rumah Sakit Erfan Bagheto di Jeddah. Jika, mereka telah tiba, saya minta untuk dikabari," ujar Fadhly.

Momentum yang dinanti akhirnya datang. Pada Juni 2012, Fadhly bersama tim KJRI Jeddah menjenguk Zahrah yang tengah dirawat akibat penyakit ginjal yang dia derita. Pada saat tim medis meminta Zahrah untuk dipindah dari kursi roda ke tempat tidur pasien agar bisa dioperasi, dia menerima tawaran Fadhly untuk menggendongnya.

"Ibu korban kemudian mengusap kepala saya sambil mengatakan, 'terima kasih anakku'," tutur Fadhly menirukan kalimat Zahrah.

Setelah kejadian di rumah sakit itu, perlakuan Zahrah kepada Fadhly langsung berubah 180 derajat. Setiap kali Fadhly ingin berkunjung ke rumah keluarga Zubair, Zahrah sangat antusiasi menemuinya. Kemudian, hubungan mereka mulai cair layaknya ibu dengan anak.

Setelah enam tahun berjuang, Ayah korban, kata Fadhly sebenarnya telah memberi maaf pada 2012. Yunus pun juga mengatakan hal serupa.

"Insya Allah, ibu dan ayah saya telah memaafkan," kata Fadhly menirukan kalimat Yunus.

Puncaknya pada Januari 2014, keluarga korban hadir di pengadilan dan bersedia memberikan maaf secara tertulis tanpa meminta uang diyat sepeser pun.

Kesempatan Kedua

Fadhly menyadari dengan mendekati keluarga korban dan mencari pemaafan dari mereka, itu sama saja dengan membela tindak para pembunuh salah satu anggota keluarga korban. Tetapi, dia melihat kelima warga Banjar itu tak bermaksud membunuh Zubair.

Kelimanya mengaku kesal karena Zubair kerap menggoda istri salah satu dari mereka. Belum lagi, Zubair kerap meminta uang dan mengancam akan mengadukan mereka ke petugas imigrasi. Sebab, dari enam warga Banjar itu yang memiliki visa resmi bekerja hanya dua orang. Sementara, sisanya menggunakan visa umrah.

"Melalui kejadian ini, saya hanya ingin memberikan kesempatan kedua kepada mereka untuk mengubah diri dan bertobat dari perbuatan ini. Saya kerap mengatakan, orang Indonesia tak semua bersikap seperti enam warga Banjar itu," tutur Fadhly.

Akhirnya kata maaf baru diberikan usai berjuang selama delapan tahun mendekati keluarga korban. "Saya turut bersimpati, berempati dan tak membenarkan perbuatan mereka. Namun, pemerintah tentu ingin memberikan perlindungan yang terbaik bagi warganya," kata Fadhly, menambahkan.

Keenam warga Banjar itu akhirnya tiba di Tanah Air pada Rabu sore kemarin dan hari ini diantar menuju ke Kalimatan Selatan.






Credit   VIVA.co.id


Konser angklung pukau masyarakat Eindhoven


Konser angklung pukau masyarakat Eindhoven
Ilustrasi. Kelompok Gentra Seba STBA Yapari ABA memainkan beberapa repertoar dalam Konser Angklung 20 tahun Perjalanan dengan tema 'Jangan Pernah Berehenti Bermimpi' di Teater Tertutup Taman Budaya Jawa Barat, Bandung, Jumat (6/1) malam. Konser Angklung Gentra Seba, merupakan refleksi perjalanan kelompok tersebut yang sudah bermain di sejumlah negara. (FOTO ANTARA/Agus Bebeng)
 
 
London (CB) - Antara) - Lagu Amazing Grace yang dilantunkan dengan suara sopran oleh penyanyi Ardelia dengan diiringi musik angklung membuat penonton yang memenuhi gedung konser Frits Philips, kota Eindhoven, Belanda terpukau.

Minister Counsellor Penerangan Sosial dan Budaya KBRI Den Haag, Belanda, Azis Nurwahyudi kepada Antara London, Kamis mengatakan, selain menampilkan berbagai lagu daerah Nusantara, Ensambel Angklung Eindhoven juga memainkan lagu-lagu dari banyak negara yang mengambil tema "Songs of the World".

Penampilan Ensambel Angklung Eindhoven yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat Indonesia yang tinggal di kota Eindhoven, itu menarik perhatian masyarakat kota tersebut.

Dibuka dengan menyanyikan lagu-lagu Nusantara mulai Yamko Rambe Yamko, Bengong Jeumpa, Hela Hela Rotane, Tak Tongtong, Dayung Pallingam, Janger, Manuk Dadali dan Badindin.

Konser angklung ini dikomandani Arnoud Setio, dan menampilkan konduktor pendukung seperti Brian Hutama Susilo, Geraldi Wahyulaksana, Maharani Meganti dan Paskal Semerdzhiev, termasuk berkolaborasi dengan Nusantara Student Ensable.

Penampilan konser tersebut semakin menawan dengan tampilnya Rosalia Adisti yang bersuara alto dan Ardelia Padma Sawitri dengan suara sopran. Selain itu kolaborasi dengan tari tradisional dari daerah asal lagu yang dinyanyikan juga menambah keindahan penampilan mereka.

Para penonton konser tersebut juga dihibur dengan lagu-lagu dari berbagai negara. Kelompok ensemble dari Tiongkok, SweetPotato, juga berkolaborasi bersama angklung ini memainkan lagu-lagu Jasmine Flower dan Curling Eyebrows.

Selain itu ditampilkan lagu Lough Erin Shore dari Irlandia, Scarborough Fair dari Inggris, The Youth Dance dari Tiongkok, Korobeniki dari Rusia, dan La Cucaracha dari Spanyol yang dikolaborasi dengan permainan Clarinet oleh Sophie Peerebom.

Penampilan sesi lagu-lagu internasional tersebut diakhiri dengan menampilkan Amazing Grace dari Amerika dengan suara sopran Ardelia yang disambut "standing applause" pada akhir acara.

Setiap tahun sejak 2011 Ensamble Angklung Eindhoven selalu menyelenggarakan konser dengan tema yang berbeda-beda yang mana untuk tahun ini untuk yang keempat kalinya dengam mengambil tema Songs of the World.

Hadir dalam acara itu Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Den Haag, Ibnu Wahyutomo, bersama wakil pejabat kota Eindhoven Bianca van Kaathove di Gedung Frits Philips, Muziek Gebouw Eindoven.

"Harmoni antara manusia dan alam yang telah menjadikan suara bambu begitu indah didengarkan, terlebih ketika berkolaborasi dengan alat musik tradisional dari berbagai negara," ujarnya.

Sejak November 2010 Angklung diakui UNESCO sebagai budaya tak benda warisan manusia.

"Untuk itu Indonesia berkewajiban melestarikan dan mempromosikan kepada dunia," katanya.



Credit  ANTARA News



Rabu, 03 Juni 2015

Legenda Gunung dari India Dijatuhkan Dewa di Tanah Jawa


CB, Mojokerto - Ada misteri lain serupa Candi Borobudur yang masih tersimpan dan belum digali di balik gunung yang menjulang di Jawa Timur. Gunung Penanggungan namanya.

Namanya mungkin belum setenar Gunung Semeru, pemilik puncak tertinggi di Jawa. Begitu pula dengan ketinggiannya yang cuma 1.653 meter di atas permukaan laut. Namun keindahannya tak kalah menakjubkan.
Puncak yang Dijatuhkan Dewa

Legenda mencatat, Gunung Penanggungan sebenarnya merupakan puncak Gunung Semeru yang terpisah dan akhirnya berdiri sendiri. Alkisah para dewa ingin memindahkan puncak alam semesta atau Gunung Mahameru yang semula tertancap di India (Jambhudwipa) ke Tanah Jawa (Jawadwipa).

Pemindahan Mahameru itu untuk menghentikan guncangan di Jawa yang selalu terombang-ambing oleh ombak Samudra Hindia dan Laut Jawa. Namun saat proses pemindahan itu, gunung tersebut berceceran bagian-bagiannya di perjalanan. Maka terciptalah rangkaian gunung-gunung yang terbentang dari barat hingga timur Jawa, seperti dikutip dari laman Merbabu.com.

Diceritakan, tubuh Mahameru yang berat jatuh berdebum menjadi Gunung Semeru. Sementara puncaknya dijatuhkan di selatan Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur dan akhirnya menjelma menjadi Gunung Penangggungan.

Dalam legenda Jawa kuno, gunung ini juga dikenal sebagai Gunung Pawitra atau gunung suci sebagaimana diceritakan dalam naskah Tantu Pangelaran pada 1635 Masehi.

Bagi para peneliti, gunung ini ibarat laboratorium arkeologi. Banyak situs purbakala di sana. Diidentifikasi ada sebanyak 123 situs purbakala di sana.

Wujud situs–situs tersebut mulai dari punden berundak, candi, petirtaan atau kolam pemandian kerajaan hingga goa pertapaan. Situs–situs itu berdiri berurutan mulai dari kaki hingga pinggang gunung sebelum puncak.

Seperti yang tengah diidentifikasi oleh Tim Ekspedisi Penanggungan dari Universitas Surabaya (Ubaya) sejak 2012 silam. Diprediksi, masih banyak situs-situs purbakala yang belum ditemukan di lereng gunung tersebut.
Anggota Tim Ekspedisi Penanggungan Ubaya Kusworo Rahardyan mengatakan, penelitian tentang situs-situs di gunung ini sebenarnya sudah dilakukan sejak era kolonialisme Belanda.

"Keyakinan kami, di Gunung Penanggungan ini masih banyak situs purbakala peninggalan berbagai kerajaan yang masih belum ditemukan," kata Kusworo Rahardyan di Mojokerto, Jawa Timur, Rabu (3/6/2015).



Mataram Kuno

Gunung Penanggungan  telah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188 tertanggal 14 Januari 2015. Namun dari sebanyak 123 situs itu, baru sekitar 36 peninggalan kepurbakalaan yang dimasukkan ke dalam keputusan gubernur itu.

Berbagai situs di Gunung Penanggungan ini misalnya situs Gapura Jedong yang berasal dari tahun 926 Masehi, pemandian Jolotundo peninggalan abad ke 10 Masehi, hingga Candi Kendalisodo yang diperkirakan berasal dari tahun 1451 Masehi.

Artinya, berbagai situs itu diperkirakan merupakan peninggalan sejak era Mataram Kuno. Yang pusat kekuasaannya dipindah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok sekitar tahun 929–947 Masehi hingga akhir masa kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Bhre Kertabhumi (Prabu Brawijaya) di penghujung akhir 1400 Masehi.

Menurut Kusworo, dengan ditetapkannya sebagai kawasan cagar budaya, maka kawasan Gunung Penanggungan tersebut dilarang untuk diubah peruntukannya. Namun untuk kegiatan penelitian dan pariwisata berbasis edukasi dalam rangka menjaga kelestariannya tetap diperbolehkan.

"Kawasan Penangggungan harus benar–benar dilindungi. Karena kami yakin masih banyak situs-situs purbakala di lereng gunung yang belum ditemukan," papar Kusworo.
Juru Kunci

Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan yang bertanggung jawab atas pelestarian Gunung Penangggungan mengaku terus berupaya memperketat pengawasan dan pelestarian situs purbakala di sana. Seperti diungkapkan Kepala BPCB Trowulan Aris Soviyani.

"Kami perketat pengawasan kawasan cagar budayanya, bukan sekadar mengawasi benda atau situsnya saja," ujar Aris.

Cara mengawasi gunung ini adalah dengan mengadakan juru pelihara. Namun jumlahnya saat ini masih kurang memadai, hanya ada 35 juru pelihara. Padahal jumlah situsnya mencapai seratus lebih.

Para juru pelihara itu adalah masyarakat di sekitar lereng Gunung Penanggungan. Sebagian besar dari mereka telah bertugas sejak 1987 silam dengan status honorer. Namun baru memperoleh status PNS pada 2007 silam.

"Jumlah situs purbakala mencapai ratusan, tapi juru pelihara yang bertugas mengawasi dan menjaga situs jumlahnya belum mencukupi," ucap Aris.



Credit  Liputan6.com