Jumat, 22 Maret 2019

Polisi Selandia Baru Keliru Buat Dakwaan Pelaku Teror


Polisi Selandia Baru Keliru Buat Dakwaan Pelaku Teror
Proses pemakaman jenazah korban penembakan di Selandia Baru. (AP Photo/Mark Baker)



Jakarta, CB -- Kepolisian Selandia Baru mengakui mereka melakukan kekeliruan ketika menyusun berkas perkara terdakwa teror penembakan, Brenton Tarrant (28). Sebab, salah satu nama korban meninggal yang tercantum dalam berkas ternyata masih hidup.

"Ada kekeliruan yang kami buat ketika mempersiapkan berkas dakwaan terdakwa teror Christchurch," kata juru bicara Kepolisian Selandia Baru, seperti dilansir AFP, Kamis (21/3).

"Kesalahan itu karena kami keliru menuliskan nama korban dalam berkas dakwaan. Kami telah menghubungi orang yang dimaksud dan meminta maaf," lanjut dia.


Aksi teror yang dilakukan Tarrant terjadi di dua masjid di Kota Christchurch pada 15 Maret. Yakni Masjid Al Noor dan Masjid Linwood. Dia menggunakan senapan serbu AR-15 dan shotgun dalam aksinya.

Tarrant merekam perbuatannya dan disiarkan langsung melalui akun Facebook-nya. Tarrant berhasil ditangkap setelah menyerang Masjid Al Noor, ketika hendak pergi menggunakan mobil.

Jumlah korban meninggal dalam kejadian itu mencapai 50 orang. Sedangkan korban luka tercatat juga 50 orang.

Salah satu korban meninggal adalah warga Indonesia, mendiang Lilik Abdul Hamid.

Sedangkan WNI yang menjadi korban luka adalah Zulfirmansyah dan anaknya.

Tarrant, yang merupakan penganut ideologi supremasi kulit putih, menyatakan tidak mengajukan keberatan atas seluruh dakwaan. Persidangan lelaki Australia itu bakal dilanjutkan pada 5 April mendatang, dan kemungkinan besar dia bakal menghadapi dakwaan berlapis.

Kini proses pemakaman seluruh korban masih berlangsung. Hal itu dilakukan setelah seluruh jenazah berhasil diidentifikasi.

Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, melarang penjualan senapan serbu dan semi-otomatis sebagai respons terhadap penembakan di dua masjid Kota Christchurch pada pekan lalu.

Selain senapan serbu dan semi-otomatis, Ardern mengatakan pemerintah juga melarang penjualan magasin berkapasitas tinggi dan popor senapan khusus.

Ardern mengatakan Selandia Baru juga akan menarik senjata-senjata yang selama ini telah dibeli warganya. Pemerintah, paparnya, akan membeli kembali senjata-senjata tersebut dengan harga antara NZ$100 juta hingga NZ$200 juta.

Lebih lanjut, Ardern memaparkan siapa pun yang menyimpan senjata ke depannya akan menghadapi denda hingga NZ$4.000 dan terancam tiga tahun penjara.


Credit  cnnindonesia.com