CB, Jakarta - Pejabat senior pemerintahan Donald Trump yang memaksakan penjualan teknologi nuklir ke Arab Saudi diyakini bisa menguntungkan keluarga Jared Kushner.
Mengutip whistleblower di dalam pemerintah AS, laporan oleh Dewan Pengawas dan komite reformasi yang dipimpin Demokrat menuduh "tindakan tidak normal" di Gedung Putih mengenai proposal untuk membangun lusinan reaktor nuklir di seluruh kerajaan Saudi.
Dikutip dari The Independent, 21 Februari 2019, Komite DPR pada hari Selasa membuka penyelidikan atas tuduhan, yang mencakup kekhawatiran apakah pejabat Gedung Putih pada bulan-bulan awal pemerintahan Trump berusaha untuk memperbaiki prosedur keamanan nasional, dan memaksakan kesepakatan dengan Arab Saudi yang dapat secara finansial menguntungkan pendukung dekat presiden Trump.
Menurut laporan itu, upaya nuklir didorong oleh mantan penasihat keamanan nasional Michael Flynn, yang dipecat pada awal 2017 dan sedang menunggu hukuman karena berbohong kepada FBI dalam penyelidikan Rusia.
Derek Harvey, seorang pejabat Dewan Keamanan Nasional yang dibawa oleh Flynn, terus mengerjakan proposal tersebut, yang masih dalam pertimbangan oleh pemerintahan Trump.
Mengandalkan keterangan whistleblower, komunikasi email dan dokumen lainnya, laporan komite merinci bagaimana Dewan Keamanan Nasional (NSC) dan pejabat etika berulang kali memperingatkan tindakan Flynn dan seorang pembantu senior bisa bertabrakan dengan konflik kepentingan federal dan undang-undang yang mengatur transfer teknologi nuklir untuk kekuatan asing.
Laporan itu juga mencatat salah satu produsen pembangkit listrik yang dapat mengambil manfaat dari kesepakatan seperti itu termasuk Westinghouse Electric, anak perusahaan dari Brookfield Asset Management, sebuah perusahaan yang membuat kesepakatan pada bulan Agustus untuk menyelamatkan menara 666 Fifth Avenue milik keluarga Kushner di Manhattan yang terlilit hutang besar.
Laporan juga mengungkap bahwa Kushner, menantu dan penasihat presiden, diduga tetap terlibat langsung dengan upaya-upaya itu, dan ia akan melakukan perjalanan ke Arab Saudi pada akhir Februari untuk berbagi poin-poin rencana ekonomi AS dan proposal perdamaian di Timur Tengah.
Gedung Putih dan Kushner tidak segera menanggapi laporan ini.
Presiden Donald Trump bersama dengan Pangeran Arab Saudi Mohammed bin Salman di Gedung Putih, Washington, 20 Maret 2018. REUTERS/Jonathan Ernst/File Photo
Laporan itu muncul pada saat anggota parlemen semakin gelisah dengan hubungan dekat antara pemerintahan Trump dan Arab Saudi, yang telah menimbulkan kekhawatiran bahkan di antara anggota partai Republik di Kongres.
Anggota parlemen dari kedua belah pihak telah menyatakan keprihatinan bahwa Arab Saudi dapat mengembangkan senjata nuklir jika teknologi AS ditransfer tanpa perlindungan yang tepat.
Trump telah menjadikan kerajaan Saudi sebagai pusat kebijakan luar negerinya di Timur Tengah untuk menekan Iran, meskipun Trump berulangkali mengecam pembunuhan kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi dan peran Saudi dalam perang di Yaman.
Para penyelidik kongres juga menyelidiki peran Tom Barrack, seorang pendukung proposal nuklir yang menjalankan komite pelantikan presiden Trump, yang berada di bawah penyelidikan terpisah oleh jaksa federal di New York. Rick Gates, mantan karyawan dan kooperator Barrack dalam investigasi Mueller, juga terlibat dalam advokasi untuk proposal nuklir.
Juru bicara Tom Barrack mengatakan ia akan bekerja sama dengan penyelidikan DPR. Sementara Harvey belum berkomentar terkait hal ini.Menurut laporan itu, pelapor datang ke komite karena mereka memiliki kekhawatiran tentang upaya di dalam Gedung Putih untuk mempercepat transfer teknologi nuklir AS yang sangat sensitif ke Arab Saudi, karena berpotensi melanggar Undang-Undang Energi Atom dan tanpa tinjauan oleh Kongres.
Mengutip whistleblower di dalam pemerintah AS, laporan oleh Dewan Pengawas dan komite reformasi yang dipimpin Demokrat menuduh "tindakan tidak normal" di Gedung Putih mengenai proposal untuk membangun lusinan reaktor nuklir di seluruh kerajaan Saudi.
Dikutip dari The Independent, 21 Februari 2019, Komite DPR pada hari Selasa membuka penyelidikan atas tuduhan, yang mencakup kekhawatiran apakah pejabat Gedung Putih pada bulan-bulan awal pemerintahan Trump berusaha untuk memperbaiki prosedur keamanan nasional, dan memaksakan kesepakatan dengan Arab Saudi yang dapat secara finansial menguntungkan pendukung dekat presiden Trump.
Menurut laporan itu, upaya nuklir didorong oleh mantan penasihat keamanan nasional Michael Flynn, yang dipecat pada awal 2017 dan sedang menunggu hukuman karena berbohong kepada FBI dalam penyelidikan Rusia.
Derek Harvey, seorang pejabat Dewan Keamanan Nasional yang dibawa oleh Flynn, terus mengerjakan proposal tersebut, yang masih dalam pertimbangan oleh pemerintahan Trump.
Mengandalkan keterangan whistleblower, komunikasi email dan dokumen lainnya, laporan komite merinci bagaimana Dewan Keamanan Nasional (NSC) dan pejabat etika berulang kali memperingatkan tindakan Flynn dan seorang pembantu senior bisa bertabrakan dengan konflik kepentingan federal dan undang-undang yang mengatur transfer teknologi nuklir untuk kekuatan asing.
Laporan itu juga mencatat salah satu produsen pembangkit listrik yang dapat mengambil manfaat dari kesepakatan seperti itu termasuk Westinghouse Electric, anak perusahaan dari Brookfield Asset Management, sebuah perusahaan yang membuat kesepakatan pada bulan Agustus untuk menyelamatkan menara 666 Fifth Avenue milik keluarga Kushner di Manhattan yang terlilit hutang besar.
Laporan juga mengungkap bahwa Kushner, menantu dan penasihat presiden, diduga tetap terlibat langsung dengan upaya-upaya itu, dan ia akan melakukan perjalanan ke Arab Saudi pada akhir Februari untuk berbagi poin-poin rencana ekonomi AS dan proposal perdamaian di Timur Tengah.
Gedung Putih dan Kushner tidak segera menanggapi laporan ini.
Presiden Donald Trump bersama dengan Pangeran Arab Saudi Mohammed bin Salman di Gedung Putih, Washington, 20 Maret 2018. REUTERS/Jonathan Ernst/File Photo
Laporan itu muncul pada saat anggota parlemen semakin gelisah dengan hubungan dekat antara pemerintahan Trump dan Arab Saudi, yang telah menimbulkan kekhawatiran bahkan di antara anggota partai Republik di Kongres.
Anggota parlemen dari kedua belah pihak telah menyatakan keprihatinan bahwa Arab Saudi dapat mengembangkan senjata nuklir jika teknologi AS ditransfer tanpa perlindungan yang tepat.
Trump telah menjadikan kerajaan Saudi sebagai pusat kebijakan luar negerinya di Timur Tengah untuk menekan Iran, meskipun Trump berulangkali mengecam pembunuhan kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi dan peran Saudi dalam perang di Yaman.
Para penyelidik kongres juga menyelidiki peran Tom Barrack, seorang pendukung proposal nuklir yang menjalankan komite pelantikan presiden Trump, yang berada di bawah penyelidikan terpisah oleh jaksa federal di New York. Rick Gates, mantan karyawan dan kooperator Barrack dalam investigasi Mueller, juga terlibat dalam advokasi untuk proposal nuklir.
Juru bicara Tom Barrack mengatakan ia akan bekerja sama dengan penyelidikan DPR. Sementara Harvey belum berkomentar terkait hal ini.Menurut laporan itu, pelapor datang ke komite karena mereka memiliki kekhawatiran tentang upaya di dalam Gedung Putih untuk mempercepat transfer teknologi nuklir AS yang sangat sensitif ke Arab Saudi, karena berpotensi melanggar Undang-Undang Energi Atom dan tanpa tinjauan oleh Kongres.
Credit tempo.co