TOKYO
- Jepang dan Korea Selatan (Korsel) terlibat perseteruan diplomatik
setelah seorang legislator Seoul menyebut Kaisar Akihito sebagai anak
penjahat perang dan harus minta maaf atas tindakan mendiang ayahnya
selama Perang Dunia II. Tokyo tak terima dengan komentar itu dan
menuntut Seoul meminta maaf.
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga mengatakan Ketua Majelis Nasional Korea Selatan Moon Hee-sang harus menarik kembali komentarnya dan mengajukan permintaan maaf.
"Pernyataan Moon sangat tidak pantas," kata Yoshihide Suga kepada wartawan, Selasa (12/2/2019), dikutip Reuters.
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga mengatakan Ketua Majelis Nasional Korea Selatan Moon Hee-sang harus menarik kembali komentarnya dan mengajukan permintaan maaf.
"Pernyataan Moon sangat tidak pantas," kata Yoshihide Suga kepada wartawan, Selasa (12/2/2019), dikutip Reuters.
Dalam
komentarnya, Moon Hee-Sang juga mengusik masa lalu ayah Kaisar Akihito,
yakni mendiang Kaisar Hirohito, yang terlibat Perang Dunia II. Menurut
politisi Seoul itu, militer Jepang selama Perang Dunia II memaksa para
wanita Korea menjadi "wanita penghibur" di rumah bordil militer Jepang.
"Kami sangat memprotes karena pernyataannya yang benar-benar tidak pantas dan sangat disesalkan," ujar Yoshihide Suga. "Pada saat yang sama, kami menuntut permintaan maaf dan penarikan komentarnya."
Komentar Moon Hee-Sang dikutip Bloomberg pekan lalu. Moon menyebut Kaisar Jepang saat ini adalah "putra pelaku utama kejahatan perang".
Pada masa Perang Dunia II, sekitar 200.000 wanita dan gadis yang kebanyakan dari Korea Selatan, dipaksa melayani Tentara Kekaisaran Jepang sebagai "wanita penghibur" dan dilecehkan secara seksual di rumah bordil militer Jepang.
"Kami sangat memprotes karena pernyataannya yang benar-benar tidak pantas dan sangat disesalkan," ujar Yoshihide Suga. "Pada saat yang sama, kami menuntut permintaan maaf dan penarikan komentarnya."
Komentar Moon Hee-Sang dikutip Bloomberg pekan lalu. Moon menyebut Kaisar Jepang saat ini adalah "putra pelaku utama kejahatan perang".
Pada masa Perang Dunia II, sekitar 200.000 wanita dan gadis yang kebanyakan dari Korea Selatan, dipaksa melayani Tentara Kekaisaran Jepang sebagai "wanita penghibur" dan dilecehkan secara seksual di rumah bordil militer Jepang.
Menurut Suga, pemerintah Seoul sudah mengatakan kepada Tokyo bahwa laporan Bloomberg bukan cerminan sikap pemerintah Korea Selatan yang ingin meningkatkan hubungan bilateral.
Perdana Menteri Shinzo Abe menyebut pernyataan politisi Korea Selatan itu sangat disesalkan.
Perdana Menteri Shinzo Abe menyebut pernyataan politisi Korea Selatan itu sangat disesalkan.
Credit sindonews.com