CB Jakarta - Asifa Bano, anak perempuan usia 8 tahun, menjadi korban kekejaman sekelompok orang anti-Muslim dan praktek suap polisi India.
Kisah pilu ini berawal pada 10 Januari 2018, ketika Asifa dengan baju ungunya mengembalakan kuda-kudanya di padang rumut di distrik Harinagar, utara India. Distrik ini ditempati warga Kashmir.
Asifa yang tidak bersekolah kehilangan jejak beberapa kudanya. Seorang pria datang menawarkan bantuan. Pria itu kemudian membawa Asifa ke pinggir hutan. Pria itu memanggil temannya yang ada di dalam hutan.
Gadis mungil yang suka bermain-main di padang rumput sambil
mengembalakan kudanya menyadari bahaya mendekatinya. Ia ketakutan dan
berusaha melarikan diri, namun pria-pria itu menangkapnya dan
mencekiknya. Mereka membawanya ke kuil di dekat situ, Devistan. Bano
dikunci di dalam kuil hingga tiga hari lamanya.
Selama dalam sekapan di kuil, mereka memperkosa Asifa berulang kali, disiksa, bahkan disebut-sebut alat kelaminnya dimutilasi. Anak perempuan ini tewas, seperti dilansir dari The New York Times, 11 April 2018.
Orang tuanya dan anggota keluarga lainnya berusaha mencari Asifa yang hilang. Mereka tahu bahaya mengincar Asifa. Mereka mencarinya ke berbagai penjuru bahkan ke kuil tempat Asifa disekap, namun kuil terkunci.
Akhirnya mereka menemukan jasad bocah malang itu seminggu kemudian di dalam hutan di antara distrik Jammu dan Kathua, Kashmir, mengenakan pakaian ungunya dengan berlumuran darah.
Polisi menangkap sedikitnya delapan pria yang diduga terlibat penyekapan dan pembunuhan anak perempuan itu. Dari hasil penyelidikan diketahui, kasus ini tidak hanya soal pembunuhan anak, namun lebih dari itu. Penyekapan, pemerkosaan, penyiksaan hingga pembunuhan Bano bermotifkan kebencian pada komunitas Bano, pengembara Bakarwal.
Sengketa antara komunitas Hindu dan komunitas pengembara beragama Muslim di perbatasan Jammu dan Kashmir sudah berlangsung sekitar tiga hingga empat tahun, mengutip Asia Times.
Delapan tersangka mengakui perbuatannya. Bahkan dua tersangka berprofesi sebagai polisi karena menerima suap ribuan dolar untuk menutup kasus kekejaman yang dialami Bano.
Belakangan kasus kekejaman yang diderita gadis cilik ini membangkitkan amarah kelompok nasionalis Hindu dengan melakukan unjuk rasa membela para tersangka, bukan menuntut keadilan pada Asifa Bano.
Pasalnya, semua tersangka yang ditangkap aparat kepolisian penganut Hindu. Asifa si pengembala kuda ini penganut Muslim. Adapun polisi yang memeriksa kasus ini penganut Muslim.
Sehingga menurut para pengunjuk rasa dari kelompok nasionalis Hindu tidak mempercayai proses hukum yang dilakukan terhadpa para tersangka.
Kelompok nasionalis Hindu berunjuk rasa pada hari Rabu, 11 April 2018 menuntut para tersangka pembunuh bocah perempuan pengembala beragama muslim, Asifa Bano dibebaskan.
Para pengacara tersangka memblokir kantor polisi untuk mencegah polisi menyelesaikan kasus para tersangka pembunuh dan pemerkosa Asifa. Kota kecil tempat tinggal Asifa dan keluarganya serta komunitasnya, Bakarwals ditutup aksesnya oleh para demonstran.
Perempuan-perempuan Hindu ikut memblokir jalan utama dan melakukan mogok makan.
"Mereka menentang agama kami. Jika para tersangka tidak dibebaskan, kami akan membakar diri kami," ujar Bimla Devi, salah satu pengunjuk rasa, seperti dikutip dari The New York Times.
Polisi memastikan bekerja berdasarkan bukti, baik itu bukti fisik, tes DNA, hingga memeriksa lebih dari 130 orang saksi. Polisi pun menegaskan bahwa penjaga kuil, Sanji Ram, sebagai dalang dari pembunuhan Asifa. Dia merancang cara untuk melakukan teror ke komunitas Bakarwals dan memiliki daftar nama orang-orang yang menculik dan membunuh Asifa.
"Racunnya telah meluas," kata Talib Hussain, pemimpin komunitas Bakarwal yang mengenal lama Sanji Ram.
Kematian anak perempuannya tidak membuat Mohammad Yusuf Pujwala menyerah kepada tuntutan kelompok Hindu untuk meninggalkan wilayah yang dipersengketakan selama bertahun-tahun.
"Kami pemilik tanah ini dan hidup di sini. Ini rumah kami," kata ayah Asifa Bano ini.
Seolah mendukung kelompok nasionalis Hindu, partai berkuasa Bharatiya Janata juga menolak kasus ini ditangani polisi setempat. Partai ini mendorong agar kasus penculikan, penyekapan, pemerkosaan, dan penyiksaan yang menewaskan Asifa Bano diambil alih oleh Biro Investigasi Pusat agar lebih netral. Biro ini diketahui di bawah kendali partai tersebut.
Kisah pilu ini berawal pada 10 Januari 2018, ketika Asifa dengan baju ungunya mengembalakan kuda-kudanya di padang rumut di distrik Harinagar, utara India. Distrik ini ditempati warga Kashmir.
Asifa yang tidak bersekolah kehilangan jejak beberapa kudanya. Seorang pria datang menawarkan bantuan. Pria itu kemudian membawa Asifa ke pinggir hutan. Pria itu memanggil temannya yang ada di dalam hutan.
Selama dalam sekapan di kuil, mereka memperkosa Asifa berulang kali, disiksa, bahkan disebut-sebut alat kelaminnya dimutilasi. Anak perempuan ini tewas, seperti dilansir dari The New York Times, 11 April 2018.
Orang tuanya dan anggota keluarga lainnya berusaha mencari Asifa yang hilang. Mereka tahu bahaya mengincar Asifa. Mereka mencarinya ke berbagai penjuru bahkan ke kuil tempat Asifa disekap, namun kuil terkunci.
Akhirnya mereka menemukan jasad bocah malang itu seminggu kemudian di dalam hutan di antara distrik Jammu dan Kathua, Kashmir, mengenakan pakaian ungunya dengan berlumuran darah.
Polisi menangkap sedikitnya delapan pria yang diduga terlibat penyekapan dan pembunuhan anak perempuan itu. Dari hasil penyelidikan diketahui, kasus ini tidak hanya soal pembunuhan anak, namun lebih dari itu. Penyekapan, pemerkosaan, penyiksaan hingga pembunuhan Bano bermotifkan kebencian pada komunitas Bano, pengembara Bakarwal.
Sengketa antara komunitas Hindu dan komunitas pengembara beragama Muslim di perbatasan Jammu dan Kashmir sudah berlangsung sekitar tiga hingga empat tahun, mengutip Asia Times.
Delapan tersangka mengakui perbuatannya. Bahkan dua tersangka berprofesi sebagai polisi karena menerima suap ribuan dolar untuk menutup kasus kekejaman yang dialami Bano.
Belakangan kasus kekejaman yang diderita gadis cilik ini membangkitkan amarah kelompok nasionalis Hindu dengan melakukan unjuk rasa membela para tersangka, bukan menuntut keadilan pada Asifa Bano.
Pasalnya, semua tersangka yang ditangkap aparat kepolisian penganut Hindu. Asifa si pengembala kuda ini penganut Muslim. Adapun polisi yang memeriksa kasus ini penganut Muslim.
Sehingga menurut para pengunjuk rasa dari kelompok nasionalis Hindu tidak mempercayai proses hukum yang dilakukan terhadpa para tersangka.
Kelompok nasionalis Hindu berunjuk rasa pada hari Rabu, 11 April 2018 menuntut para tersangka pembunuh bocah perempuan pengembala beragama muslim, Asifa Bano dibebaskan.
Para pengacara tersangka memblokir kantor polisi untuk mencegah polisi menyelesaikan kasus para tersangka pembunuh dan pemerkosa Asifa. Kota kecil tempat tinggal Asifa dan keluarganya serta komunitasnya, Bakarwals ditutup aksesnya oleh para demonstran.
Perempuan-perempuan Hindu ikut memblokir jalan utama dan melakukan mogok makan.
"Mereka menentang agama kami. Jika para tersangka tidak dibebaskan, kami akan membakar diri kami," ujar Bimla Devi, salah satu pengunjuk rasa, seperti dikutip dari The New York Times.
Polisi memastikan bekerja berdasarkan bukti, baik itu bukti fisik, tes DNA, hingga memeriksa lebih dari 130 orang saksi. Polisi pun menegaskan bahwa penjaga kuil, Sanji Ram, sebagai dalang dari pembunuhan Asifa. Dia merancang cara untuk melakukan teror ke komunitas Bakarwals dan memiliki daftar nama orang-orang yang menculik dan membunuh Asifa.
"Racunnya telah meluas," kata Talib Hussain, pemimpin komunitas Bakarwal yang mengenal lama Sanji Ram.
Kematian anak perempuannya tidak membuat Mohammad Yusuf Pujwala menyerah kepada tuntutan kelompok Hindu untuk meninggalkan wilayah yang dipersengketakan selama bertahun-tahun.
"Kami pemilik tanah ini dan hidup di sini. Ini rumah kami," kata ayah Asifa Bano ini.
Seolah mendukung kelompok nasionalis Hindu, partai berkuasa Bharatiya Janata juga menolak kasus ini ditangani polisi setempat. Partai ini mendorong agar kasus penculikan, penyekapan, pemerkosaan, dan penyiksaan yang menewaskan Asifa Bano diambil alih oleh Biro Investigasi Pusat agar lebih netral. Biro ini diketahui di bawah kendali partai tersebut.
Credit tempo.co