WASHINGTON
- Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Jim Mattis, meyakini ada
serangan senjata kimia di Suriah. Ia menambahkan AS menginginkan agar
inspektur segera diterjukan ke lokasi karena pekerjaan mengumpulkan
bukti menjadi lebih sulit seiring berjalannya waktu.
Hal itu diungkapkan Mattis kepada Komite Bersenjata DPR AS.
"Saya percaya ada serangan kimia dan kami mencari bukti yang sebenarnya," kata Mattis kepada anggota parlemen, menambahkan dia ingin inspektur berada di Suriah dalam waktu seminggu.
"Karena setiap hari berlalu - seperti yang Anda tahu, itu adalah gas yang tidak selalu ada terus-menerus - jadi ini menjadi semakin sulit untuk memastikannya," terangnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (13/4/2018).
Dalam kesempatan itu, Mattis menolak untuk membahas rencana militer AS di Suriah.
Meski begitu, ia mengakui dua keprihatinan utama ketika Washington mempertimbangkan tindakan potensial terhadap pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad: melindungi warga sipil dan menghindari memicu eskalasi militer yang "tidak terkendali."
Mattis juga menuduh Rusia terlibat dalam penyimpanan senjata kimia Suriah, meskipun ada kesepakatan 2013 yang mengharuskan Suriah untuk meninggalkan senjata pemusnah massal itu dan Moskow membantu sebagai perantaranya.
Dia mencatat bahwa pendahulu Trump, Barack Obama, berusaha mengatasi penggunaan senjata kimia Suriah dengan menyerang kesepakatan itu - yang mencegah tindakan militer AS terhadap Suriah.
"Dengan demikian, Obama meminta Rusia, yang sekarang, menunjukkan, terlibat di Suriah mempertahankan senjata-senjata - Assad mempertahankan mereka," cetus Mattis.
"Dan satu-satunya alasan Assad masih berkuasa adalah karena veto Rusia yang disesalkan AS, dan Rusia serta militer Iran," tukasnya.
Kekhawatiran konfrontasi antara Rusia dan Barat meninggi sejak Presiden AS Donald Trump mengatakan rudal "akan datang" setelah dugaan serangan senjata kimia di kota Douma pada 7 April. Ia pun mencerca Moskow karena berdiri bersama Assad.
Hal itu diungkapkan Mattis kepada Komite Bersenjata DPR AS.
"Saya percaya ada serangan kimia dan kami mencari bukti yang sebenarnya," kata Mattis kepada anggota parlemen, menambahkan dia ingin inspektur berada di Suriah dalam waktu seminggu.
"Karena setiap hari berlalu - seperti yang Anda tahu, itu adalah gas yang tidak selalu ada terus-menerus - jadi ini menjadi semakin sulit untuk memastikannya," terangnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (13/4/2018).
Dalam kesempatan itu, Mattis menolak untuk membahas rencana militer AS di Suriah.
Meski begitu, ia mengakui dua keprihatinan utama ketika Washington mempertimbangkan tindakan potensial terhadap pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad: melindungi warga sipil dan menghindari memicu eskalasi militer yang "tidak terkendali."
Mattis juga menuduh Rusia terlibat dalam penyimpanan senjata kimia Suriah, meskipun ada kesepakatan 2013 yang mengharuskan Suriah untuk meninggalkan senjata pemusnah massal itu dan Moskow membantu sebagai perantaranya.
Dia mencatat bahwa pendahulu Trump, Barack Obama, berusaha mengatasi penggunaan senjata kimia Suriah dengan menyerang kesepakatan itu - yang mencegah tindakan militer AS terhadap Suriah.
"Dengan demikian, Obama meminta Rusia, yang sekarang, menunjukkan, terlibat di Suriah mempertahankan senjata-senjata - Assad mempertahankan mereka," cetus Mattis.
"Dan satu-satunya alasan Assad masih berkuasa adalah karena veto Rusia yang disesalkan AS, dan Rusia serta militer Iran," tukasnya.
Kekhawatiran konfrontasi antara Rusia dan Barat meninggi sejak Presiden AS Donald Trump mengatakan rudal "akan datang" setelah dugaan serangan senjata kimia di kota Douma pada 7 April. Ia pun mencerca Moskow karena berdiri bersama Assad.
Credit sindonews.com